Konflik Rusia Vs Ukraina
Dubes Ukraina Sebut Negaranya Berusaha Bunuh Orang Rusia Sebanyak-banyaknya demi Masa Depan Anak
Menuai kecaman dari pemerintahan Putin di Rusia, statement kontroversial diucapkan oleh seorang pejabat pemerintahan Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Sebuah pernyataan ekstrem disampaikan oleh Duta Besar Ukraina untuk Kazakhstan bernama Pyotr Vrublevsky.
Pyotr Vrublevsky menjelaskan bahwa negaranya saat ini sedang berusaha untuk membunuh orang Rusia sebanyak-banyaknya.
Dikutip TribunWow dari rt, pernyataan kontroversial dari Vrublevsky ini kemudian menuai kecaman dari pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia Hari ke-180: 9 Ribu Tentara Ukraina Tewas hingga Tuduhan Bom Mobil di Moskwa
Ucapan Vrublevsky ini dilontarkan ketika dirinya berbincang dengan seorang blogger pada Senin (22/8/2022).
Kala itu Vrublevsky diminta untuk berkomentar soal kondisi terkini konflik di Ukraina.
"Apa yang bisa saya katakan...Kami mencoba untuk membunuh orang Rusia sebanyak mungkin yang kami bisa," jawab Vrublevsky saat itu.
"Semakin banyak orang Rusia yang kami bunuh sekarang, semakin sedikit anak kami harus melakukannya (membunuh orang Rusia -red)," sambung Vrublevsky.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengecam kebijakan teroris pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Zakharova menyebut hanya dubes seorang teroris yang bisa mengucapkan kata-kata ekstrem seperti yang diucapkan oleh Vrublevsky.
Zakharova mengatakan, secara terbuka pemerintah Ukraina telah berbicara soal niat mereka membasmi etnis tertentu.
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berpendapat sanksi yang diberikan oleh beberapa negara kepada Rusia masih lemah.
Volodymyr Zelensky merasa rakyat Rusia harus diajak ikut bertanggung jawab atas kebijakan yang dibuat oleh Presiden Vladimir Putin.
Dikutip TribunWow dari rt, salah satu caranya adalah melarang warga Rusia berkunjung ke negara lain.
Baca juga: Dituduh Sebar Propaganda Rusia, Media AS Klarifikasi Laporan Skandal Bantuan Senjata di Ukraina
Pendapat ini disampaikan oleh Volodymyr Zelensky saat ia menjalani wawancara dengan media asal Amerika Serikat (AS) Washington Post pada Senin (8/8/2022).
Zelensky meyakini hanya dengan cara tersebut Rusia akan menyadari bahwa mengambil wilayah lain adalah hal yang salah.
"Rakyat (Rusia) memilih pemerintahan ini (Putin) dan mereka tidak berjuang untuk itu, tidak protes, tidak melawan," kata Zelensky.
Zelensky mengatakan dengan melarang rakyat Rusia pergi ke luar maka ada kemungkinan mereka akan memengaruhi Putin.
Sementara itu, di sebuah kota kecil di Rusia bernama Russko-Vysotskoye, pria bernama Dmitry Skurikhin seorang diri memprotes konflik yang terjadi di Ukraina.
Skurikhin menyuarakan protes terhadap perang dengan cara menulis menggunakan cat di tembok sebuah pusat perbelanjaan.
Bangunan pusat perbelanjaan tersebut diketahui dimiliki oleh Skurikhin.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, ada dua jenis tulisan dalam dinding tersebut.
Pada jenis tulisan pertama, terdapat dua buah kalimat berkuran besar bertuliskan 'Damai untuk Ukraina, Merdeka untuk Rusia.'
Di bawah dua tulisan tersebut, Skurikhin menuliskan beberapa kata kecil dengan warna merah menyala.
Kota-kota tersebut di antaranya adalah Mariupol, Bucha, Kherson, Chernihiv, dan banyak kota lainnya.
"Saya rasa ini adalah cara yang baik untuk menyampaikan informasi," ujar Skurikhin.
Skurikhin menyampaikan, pada awal konflik terjadi, masyarakat di Rusia tidak tahu persis apa yang sedang terjadi.
"Mereka (masyarakat Rusia) berpikir operasi spesial dilakukan untuk menghilangkan pecandu obat-obatan terlarang dari pemerintahan Ukraina. Mereka tidak tahu Rusia menyerang kota-kota Ukraina," kata Skurikhin.

Skurikhin menyadari risiko yang ia hadapi ketika melakukan ini.
Menurut pengakuan Skurikhin, ada orang tak dikenal menuliskan 'pengkhianat' di pintu rumahnya.
Begitu pula pihak kepolisian beberapa kali berkunjung ke kediaman Skurikhin.
Pada akhirnya Skurikhin dikenai denda karena mendiskreditkan pasukan militer Rusia.
"Saya tidak dapat duduk diam tidak melakukan apapun," ungkap Skurikhin.
Baca juga: Suaminya Dibunuh Tentara Rusia, Wanita di Ukraina Sempat Merasa Kasihan ke Pelaku
Nasib Pelaku Penyiram Cairan Merah ke Dubes Rusia
Di sisi lain, seorang wanita Ukraina yang menyiram duta besar Rusia untuk Polandia, Sergey Andreyev, dengan cairan merah telah meninggalkan Warsawa.
Ia mengaku dibanjiri ancaman pembunuhan setelah aksinya yang viral untuk memprotes perang di Ukraina.
Tak hanya itu, aktivis sekaligus jurnalis itu mengaku data pribadinya telah disebarkan di media-media Rusia.

Baca juga: Alami Sabotase, Fasilitas dan Pabrik Militer Rusia Meledak Diduga Aksi Protes Perang Ukraina
Wanita bernama Iryna Zemliana itu mengatakan bahwa dalam beberapa jam setelah melempar Andreyev dengan cairan seperti darah, dia mendapat berbagai ancaman di media sosial.
"Sepertinya Rusia siap membunuh untuk duta besar mereka yang sedikit ternoda borscht karena dia berdiri di dekat saya," kata Zemliana dikutip TribunWow.com dari Daily Mail, Rabu (18/5/2022).
"Saya mendapat ribuan pesan ancaman. Saya belum pernah melihat serangan besar-besaran dalam hidup saya."
Dia menambahkan bahwa dalam beberapa jam pertama setelah kejadian, semua data pribadinya termasuk nomor paspor, alamat di Ukraina, nomor telepon, email dan semua akun media sosial telah diposting ke saluran media sosial Rusia Telegram.
Sebuah pesan yang diposting di samping data mengatakan dia harus 'dihancurkan' dan sekarang wanita itu secara teratur menerima ancaman kematian, mutilasi, dan pemerkosaan.
Banyak dari pesan kebencian itu turut menyertakan gambar-gambar mengerikan.
"Secara harfiah semua teman saya dibanjiri pesan. Seseorang menelepon setiap tiga menit dari nomor yang tidak dikenal, email datang setiap menit, semua surat macet (saya jadi tidak punya pekerjaan), telepon tidak berguna," tutur Zemliana.
"Dan 25 ribu bot terdaftar di Instagram saya dalam beberapa jam."
Setelah melaporkan ancaman kepada polisi, dia mengatakan bahwa dia diberitahu situasinya sangat serius.
Melalui postingan di Facebook pribadinya, Zemliana berkata ia harus mencari suaka di luar ibu kota Polandia.
"Saya telah dipaksa untuk meninggalkan Warsawa di bawah perlindungan, karena bisa berbahaya bagi saya di sana," tulis Zemliana.
"Saya tidak pernah berpikir bahwa saya harus melarikan diri dua kali."
Diketahui, Andreyev dihadang oleh pengunjuk rasa ketika ia mencoba untuk menandai Hari Kemenangan - penyerahan Nazi Jerman pada tahun 1945 - pada upacara Militer Soviet di ibu kota Polandia.
Dia dihalangi memasuki pemakaman oleh kerumunan yang mengibarkan bendera Ukraina di wajahnya dan meneriakkan 'fasis' sebelum orang-orang mulai melemparkan barang-barang ke arahnya.
Andreyev dan petugas keamanannya dipukul beberapa kali dengan proyektil sebelum Zemliana menyiramnya dengan darah palsu.
Menteri Luar Negeri Polandia Zbigniew Rau kemudian menyebut insiden itu menyedihkan, meskipun Menteri Dalam Negeri Mariusz Kaminski mengatakan kemarahan di balik protes itu dapat dimengerti.
Kaminski menambahkan bahwa duta besar telah diperingatkan untuk tidak menghadiri pemakaman sebelum serangan itu.
Andreyev kemudian mengatakan bahwa dia tidak terluka selama serangan itu.
Namun insiden itu menambah ketegangan yang telah terbangun antara Rusia dan negara-negara bekas Soviet lainnya sejak invasi ke Ukraina. (TribunWow.com/Anung/Via)