Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

China Tuduh AS Ingin Ciptakan Perang Dingin Jilid 2 Lewat Konflik Rusia-Ukraina

Pemerintah China menjelaskan bagaimana cara Amerika Serikat (AS) sengaja memperpanjang konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube The White House
Momen Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping bertemu via zoom, 16 November 2021. 

TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Amerika Serikat (AS) disebut ingin membuat Rusia semakin lemah lewat konflik yang terjadi di Ukraina.

Tudingan ini disampaikan oleh Duta Besar China untuk Rusia, Zhang Hanhui.

Dikutip TribunWow dari rt, Zhang menjabarkan bagaimana ide ekspansi NATO ke timur sebenarnya didorong oleh AS.

Baca juga: Presiden Ukraina Ingin Warga Rusia Dilarang Pergi ke Negara Lain agar Mereka Sadar Salah Pilih Putin

Zhang juga menyampaikan bagaimana AS adalah inisiator yang menyebabkan terjadinya krisis di Ukraina.

Berdasarkan penjelasan Zhang, AS terus memberikan sanksi kepada Rusia serta menyuplai senjata ke Ukraina supaya perang bisa terus berlanjut.

AS diketahui berharap dapat melemahkan Rusia lewat strategi tersebut.

Zhang juga menyinggung bagaimana AS turut ikut campur dalam masalah internal pemerintahan China lewat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan.

Menurut Zhang aksi AS mengganggu Rusia dan China memiliki tujuan yang sama yakni menghambat perkembangan negara.

Kemudian Zhang mengungkit bagaimana AS berniat untuk mengembalikan masa-masa perang dingin.

Zhang juga mengklaim saat ini sudah terjadi perang dingin jilid 2.

Ia menilai apa yang dilakukan oleh AS telah merusak aturan internasional dan menciptakan ketidakseimbangan di dunia.

Zhang menyatakan, kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan tidak akan mengubah sikap China terhadap Taiwan.

Baca juga: Pakai Meme, Diplomat China Ledek Negara Eropa yang Menderita karena Musuhi Rusia di Konflik Ukraina

Pada Selasa (8/3/2022) Presiden China Xi Jinping mengadakan pertemuan secara daring bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Ketiga pemimpin negara itu bertemu dan membahas soal konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pada Selasa (8/3/2022) Presiden China Xi Jinping mengadakan pertemuan secara daring bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz. Ketiga pemimpin negara itu bertemu dan membahas soal konflik antara Rusia dan Ukraina. (youtube kompastv)

Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak Presiden China Xi Jinping untuk membantu mengakhiri perang di negaranya.

Dilansir TribunWow.com, ia meminta Beijing untuk menggunakan pengaruh politik dan ekonominya di Rusia.

Dilaporkan Al Jazeera, Kamis (4/8/2022), hal ini diungkapkan Zelensky dalam sebuah wawancara dengan media South China Morning Post (SCMP) .

Dia mengaku telah meminta untuk berbicara dengan presiden China sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada bulan Februari, tetapi itu belum terjadi.

"Saya ingin berbicara langsung. Saya melakukan satu percakapan dengan Xi Jinping itu setahun yang lalu," terang Zelensky melalui sambungan virtual.

"Sejak awal agresi skala besar pada 24 Februari, kami telah meminta secara resmi untuk melakukan percakapan, tetapi kami belum melakukan percakapan apa pun dengan China meskipun saya yakin itu akan membantu."

China, sekutu paling penting Rusia, belum mengutuk apa yang oleh Presiden Rusia Vladimir Putin disebut sebagai operasi militer khusus di Ukraina.

Zelensky dan Barat menyebut invasi Rusia sebagai perang, tetapi Beijing mengatakan Moskow terprovokasi untuk menyerang, termasuk karena ekspansi NATO di Eropa.

Baca juga: Rusia Klaim Putin Didukung Xi Jinping untuk Perangi Ukraina, China Keluarkan Pernyataan Berbeda

Xi Jinping sebelumnya telah menyatakan keprihatinan atas konflik di Ukraina selama pertemuan puncak pada bulan Juni, dengan mengatakan bahwa itu membunyikan alarm bagi kemanusiaan.

Namun, dia tidak memberikan indikasi bagaimana caranya untuk mengakhiri pertempuran.

Awal bulan ini, dia juga berbicara dengan Putin, dan menegaskan kembali dukungan China untuk kedaulatan dan keamanan Rusia.

Xi Jinping mengatakan semua pihak harus mendorong penyelesaian krisis Ukraina dengan cara yang bertanggung jawab dan bahwa China akan terus memainkan perannya untuk tujuan ini.

Terkait hal ini, Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia memahami bahwa China ingin mempertahankan sikap seimbang terhadap perang.

Tetapi ia menekankan bahwa konflik dimulai dengan invasi tanpa alasan Rusia ke wilayah kedaulatan Ukraina.

"Rusia adalah penjajah, ini adalah perang di wilayah kami, mereka datang untuk menyerang. China, sebagai negara besar dan kuat, bisa turun dan menempatkan federasi Rusia di tempat tertentu," sebut Zelensky.

"Tentu saja, saya sangat ingin China meninjau kembali sikapnya terhadap Federasi Rusia."

Dia juga mendesak China untuk bertindak di Dewan Keamanan PBB sebagai salah satu dari lima anggota yang memiliki hak veto, untuk mempertahankan norma-norma internasional.

"Jika kita beroperasi tanpa undang-undang, lalu mengapa kita harus memiliki Dewan Keamanan, jika ada negara atau beberapa negara di dunia, dapat memutuskan untuk melanggar aturan secara militer?" tanyanya.

China sejauh ini abstain dari pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB dan di Majelis Umum yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.

China malah menyerukan dialog antara pihak-pihak yang bertikai, sementara juga mengutuk bantuan militer Barat ke Ukraina dan sanksi terhadap Rusia sebagai merugikan resolusi konflik.

Zelensky mengatakan kepada SCMP bahwa dia yakin China memiliki kekuatan ekonomi untuk menekan Putin agar mengakhiri perang.

"Saya yakin, saya yakin tanpa pasar China untuk Federasi Rusia, Rusia akan merasakan isolasi ekonomi sepenuhnya,” kata Zelensky.

"Itu adalah sesuatu yang dapat dilakukan China, untuk membatasi perdagangan dengan Rusia sampai perang berakhir.”

Baca juga: Sebut Perang Dingin AS dengan China dan Rusia Dimulai, Ekonom: Mereka Membutuhkan Sekutu

Rusia Akui Ingin Gulingkan Pemerintahan Zelensky

Sebelumnya, menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan pihaknya akan berupaya menyingkirkan rezim Kiev.

Dilansir TribunWow.com, orang kepercayaan Presiden Rusia Vladimir Putin itu secara tak langsung mengakui tujuan perang Ukraina adalah untuk menggulingkan Presiden Volodymyr Zelensky.

Seperti dilaporkan media Rusia, TASS, pernyataan ini diucapkan Sergey Lavrov pada Minggu (24/7/2022).

Baca juga: Incar Jembatan, Ini Cara Ukraina Rebut Kembali Wilayah Kherson yang Dikuasai Pasukan Militer Rusia

Hal ini diungkapkannya saat berbicara di dalam pertemuan dengan duta besar negara-negara anggota Liga Arab di Kairo, Mesir.

Dalam pidatonya, Lavrov mengaku merasa prihatin dengan nasib rakyat Ukraina yang dianggapnya telah hancur.

"Kami bersimpati dengan rakyat Ukraina, yang pantas mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik. Kami menyesal bahwa sejarah Ukraina dihancurkan di depan mata kami dan kami minta maaf kepada mereka yang telah menyerah pada propaganda negara rezim Kiev dan bagi mereka yang mendukung rezim ini, yang ingin Ukraina menjadi musuh abadi Rusia," kata Lavrov.

Ia pun berjanji akan 'membebaskan' Ukraina dari pemerintahan yang dianggapnya merugikan rakyat.

"Rakyat Rusia dan Ukraina akan terus hidup bersama. Kami akan membantu rakyat Ukraina menyingkirkan rezim yang benar-benar anti-populer dan anti-sejarah," imbuhnya.

Adapun pernyataan Lavrov ini bertentangan dengan ungkapan resmi dari juru bicara Putin, Dmitry Peskov.

Peskov sebelumnya membantah bahwa Rusia mengincar kekuasaan di jajaran pemerintahan Ukraina.

Ia bersikeras bahwa pasukan Putin hanya ingin 'membebaskan' masyarakat di Donbas yang disebutnya ingin masuk wilayah Rusia.

Peskov saat itu juga menekankan bahwa Zelensky adalah Presiden Ukraina, dan pihaknya mengakui hal tersebut dan tidak akan ikut campur dalam pemerintahan.

Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov.
Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov. (AFP)

Baca juga: Sejak Dulu Anggap Ukraina Berbahaya, Jubir Putin Sebut Rusia Didiskriminasi di Sana

Di sisi lain, Rusia bersikeras bahwa masalah ekspor gandum Ukraina dan ekspor pertanian Rusia diselesaikan dalam satu paket.

“Pada akhirnya, kami bersikeras agar kedua masalah diselesaikan secara tepat dalam satu paket. Masalah gandum Ukraina akan diselesaikan melalui pembentukan pusat koordinasi di Istanbul, jaminan akan diberikan bahwa Ukraina akan membersihkan ranjau dari perairan teritorial mereka dan mengizinkan kapal untuk pergi, dan selama perjalanan mereka di laut terbuka, Rusia dan Turki akan memastikan keselamatan mereka dengan pasukan angkatan laut mereka," kata Lavrov.

Dia juga mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki prasangka untuk dimulainya kembali pembicaraan dengan Kiev tentang masalah selain penyelesaian ekspor pangan.

Tetapi Lavrov mengklaim Kiev bersikeras berjuang untuk mendapatkan kemenangan militernya atas Rusia, baru kemudian berdialog.

“Kami tidak memiliki prasangka untuk melanjutkan negosiasi pada berbagai masalah [dengan Ukraina], tetapi itu bukan terserah kami, karena pihak berwenang Ukraina, dimulai dengan presiden dan diakhiri dengan banyak penasihatnya, mengatakan bahwa akan ada tidak ada negosiasi sampai Ukraina mengalahkan Rusia di medan perang," jelas Lavrov.(TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
UkrainaRusiaKonflik Rusia Vs UkrainaAmerika SerikatChinaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyNATO
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved