Breaking News:

Polisi Tembak Polisi

4 Hal yang Belum Terungkap di Kasus Tewasnya Brigadir J, Misteri CCTV hingga Kejanggalan Glock 17

Sejumlah tanya dalam kasus dugaan penembakan yang menewaskan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo sampai saat ini belum terjawab. Ini fakta-faktanya.

Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNJAMBI.COM/ARYO TONDANG
Potret Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J semasa hidup. Polri menjelaskan, Brigadir J ditembak oleh Bharada E seusai ketahuan melakukan pelecehan seksual terhdap istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di rumah dinas sang jenderal di Jakarta, Jumat (8/7/2022). Sejumlah tanya dalam kasus dugaan penembakan yang menewaskan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo sampai saat ini belum terjawab. Ini fakta-faktanya. 

TRIBUNWOW.COM - Kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo hingga kini belum juga terungkap.

Dikutip dari Kompas.com, ada sejumlah misteri hingga pertanyaan di kasus tewasnya Brigadir J yang belum terjawab.

Berdasarkan keterangan polisi diketahui, Bharada E menembak Brigadir J hingga tewas di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB.

Baca juga: Dukung Penonaktifan Irjen Ferdy Sambo Buntut Kasus Brigadir J, Aktivis: Kepercayaan Publik Terjaga

Akan tetapi, kasus polisi tembak polisi itu baru diumumkan kepada masyarakat pada Senin (11/7/2022) atau tiga hari setelahnya.

Menurut keterangan Mabes Polri, Brigadir J diduga meninggal setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E.

Dugaan baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, itu terjadi pada Jumat (8/7/2022).

Disebutkan Polri, Brigadir J yang merupakan sopir dari istri Ferdy Sambo, PC, baku tembak dengan Bharada E selaku ajudan Kadiv Propam.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan, baku tembak itu dipicu Brigadir J yang melakukan pelecehan kepada PC.

Brigadir J masuk ke kamar PC dan melakukan aksi pelecehan hingga penodongan pistol.

Baca juga: Kuasa Hukum Ungkap Langkah agar Keluarga Brigadir J Tak Diintimidasi atau Mendapat Ancaman

PC pun spontan berteriak dan didengar oleh Brigadir J yang juga kebetulan sedang berada di rumah tersebut.

"Ibu berteriak minta tolong, akibat teriakan tersebut, Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Kemudian mendengar teriakan dari Ibu, maka Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampiri,” kata Ramadhan.

Ramadhan menuturkan, posisi Bharada E dengan Brigadir J berjarak 10 meter. Bharada E yang berada di lantai atas bertanya ada apa ke Brigadir J, tetapi direspons dengan tembakan.

“Akibat tembakan tersebut, terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia,” ujar Ramadhan.

Dari hasil olah TKP, Ramadhan mengungkapkan, ada tujuh proyektil yang dilepaskan Brigadir J dan 5 proyektil dari Bharada E.

Lima proyektil dari Bharada E semuanya tepat sasaran dan menyebabkan tujuh luka tembak di tubuh Brigadir J.

Sementara itu, Bharada E sama sekali tidak terkena tembakan peluru.

Sejak awal mula perkara itu dipaparkan kepada masyarakat, muncul berbagai kejanggalan dalam perkara itu.

Kejanggalan itu mulai dari keterangan kronologi kejadian, tugas Brigadir J, rekaman kamera pengawas (CCTV) di lokasi kejadian yang tidak tersedia dengan alasan perangkat rusak, penggunaan senjata api, hasil autopsi korban, hingga pengakuan keluarga mendiang.

Maka dari itu pihak keluarga mendiang Brigadir J hingga kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam perkara itu.

Baca juga: Bukan Tewas di Rumah Ferdy Sambo, Kuasa Hukum Ungkap Dugaan Baru Kasus Kematian Brigadir J

1. Minta Autopsi Ulang

Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, saat menyambangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18//7/2022).
Pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, saat menyambangi Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18//7/2022). (KOMPAS.com/Adhyasta Dirgantara)

Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, meragukan hasil autopsi yang dilakukan kepolisian.

Menurut Kamaruddin, keluarga hanya mendapatkan informasi Brigadir J sudah diautopsi dari media.

"Tetapi apakah autopsinya benar atau tidak, karena ada dugaan di bawah kontrol atau pengaruh, kita tidak tahu kebenarannya," ujar Kamaruddin saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022).

Kamaruddin meminta agar jenazah Brigadir J diotopsi ulang.

Selain itu, dia juga mendorong visum et repertum diulang.

"Jangan-jangan jeroannya pun sudah tidak ada di dalam. Kita tidak tahu," katanya.

Kamaruddin turut membeberkan pihaknya menemukan sejumlah luka tak wajar di tubuh Brigadir J.

Luka-luka itu dikumpulkan dalam bentuk foto dan video untuk dijadikan alat bukti dalam membuat laporan polisi ke Bareskrim.

2. Dugaan Pembunuhan Berencana

Kuasa hukum dari keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J resmi melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Pihak kuasa hukum mengatakan laporan mereka diterima polisi.

"Laporan kita sudah diterima, tadi kita melaporkan sebagaimana dijelaskan. Laporan kita soal pembunuhan berencana Pasal 340 (KUHP), kemudian ada pasal pembunuhan, ada pasal penganiayaan juncto Pasal 55 dan Pasal 56, kemudian ada soal pencurian dan soal peretasan," ujar pengacara keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).

Johnson menjelaskan, polisi tidak menerima laporan atas dugaan pencurian dan peretasan.

Pasalnya, kata Johnson, mereka harus melengkapi bukti dengan cara menyerahkan foto dan ponsel yang diretas itu.

"Sementara yang tercantum di sini adalah soal pembunuhan berencana, pembunuhan dan penganiayaan," katanya. Adapun laporan ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP/B/0386/VII/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI.

LP diterima AKBP Herminto Jaya pada tanggal 18 Juli 2022.

Dalam hal ini, pelapornya adalah Kamaruddin Simanjuntak, yang merupakan salah satu pengacara keluarga Brigadir J.

Tim kuasa hukum keluarga Brigadir J mendatangi Gedung Bareskrim Polri tadi pagi.

Mereka mengklaim membawa sejumlah bukti untuk melaporkan kasus ini.

"Kedatangan kita untuk membuat laporan polisi tentang dugaan tindak pidana dugaannya pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHPidana jo pembunuhan sebagaimana dimaksud Pasal 338 KUHP, jo penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain jo Pasal 351," ujar Kamaruddin.

Baca juga: Laporkan Dugaan Kasus Pembunuhan Brigadir J, Kuasa Hukum: Saya Lihat Video Justru Dia Disiksa

3. Misteri Rekaman CCTV

Menurut Seno Sukarto, Ketua RT 05 RW 01 di Kompleks Polri daerah Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, perangkat dekoder kamera CCTV di kompleks itu diganti oleh polisi tanpa sepengetahuannya.

Seno mengungkapkan, keterangan dari sekuriti yang melapor kepadanya bahwa sejumlah polisi yang datang ke rumah Ferdy Sambo tanpa menggunakan seragam.

"Maksudnya bukan CCTV di rumah Pak Sambo, tapi alat (dekoder) CCTV yang di pos. Itu (diganti) hari Sabtu, saya tahu hari Senin. Iya (polisi) tidak pakai seragam," ujar Seno pada Rabu (13/7/2022).

Seno mengatakan, ia tidak mengetahui pasti alasan polisi mengganti dekoder kamera CCTV yang posisinya berada di pos kompleks Polri tersebut.

"Sampai sekarang saya ketemu aja (polisi yang mengganti) juga tidak," kata Seno.

Menurut Seno, sejumlah kamera CCTV yang berada di kompleks Polri dipastikan aktif saat aksi baku tembak yang menewaskan Brigadir J itu terjadi.

Sejumlah kamera CCTV mengarah ke jalan perumahan.

"Kamera CCTV di luar masih aktif. Tidak tahu kalau di dalam (rumah warga). Kecuali kalau yang punya CCTV di dalam rumah mati, kita yang memperbaiki," ucap Seno.

Secara terpisah, Anggota Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menilai tim khusus Polri yang menangani kasus kematian Brigadir J, harus melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) serta menjelaskan detailnya kepada publik.

Ia mengatakan, penjelasan kepada publik harus jernih dan transparan.

Ia pun turut menyoroti soal pengambilan kamera pengawas atau CCTV di lokasi kejadian, yang disebut rusak dan diganti.

Ia justru mempertanyakan tujuan pengambilan CCTV itu, apakah murni untuk penyidikan atau justru ada hal lainnya.

"Itu yang olah TKP CCTV diambil itu, diambil dalam langkah penyidikan atau diamankan tanda petik? Kan bisa aja, untuk kepentingan penyidikan, untuk penyidikan atau diamankan?" tanya politikus PDI Perjuangan itu.

4. Kejanggalan Pistol Glock

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Trimedya Pandjaitan menilai, ada kejanggalan atas informasi penggunaan senjata Glock 17 oleh Bharada E, saat aksi saling tembak dengan Brigadir J di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Menurut dia, senjata itu tidak seharusnya digunakan oleh Bharada E, karena alasan kepangkatan.

"Ada yang bilang harusnya (Bharada E pakai) senjata laras panjang, gue enggak tahu jenisnya. Yang jelas bukan Glock lah ya," kata Trimedya saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Menurut dia, keganjilan itu harus diluruskan oleh tim khusus gabungan yang sebelumnya dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Meski demikian, kalau pun ada personel Polri yang diperkenankan menggunakan Glock 17 karena kepiawaiannya maupun alasan lain, misalnya karena tatangan yang dihadapinya, maka sebaiknya hal itu dapat dijelaskan ke publik.

"Iya harus, kalau memang disampaikan oleh mereka sesuai dengan tugasnya. Misalnya karena yang dikawal adalah Kadiv Propam, dia berhak memakai senjata ini, silakan saja. Gitu lho. Kita kan menyampaikan apa yang kita ketahui," jelasnya.

Baca juga: Alasan Kapolri Nonaktifkan Ferdy Sambo dari Kadiv Propam Polri: Menghindari Spekulasi Berkembang

Di sisi lain, Trimedya juga menyarankan agar Polri ke depan membuat aturan mengenai jenis senjata yang boleh digunakan oleh personel Polri.

Hal itu untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai jenis-jenis senjata yang boleh digunakan atau tidak berdasarkan jenis, kepangkatan dan tugas masing-masing.

"Ke depan, harusnya pimpinan Polri membuat perkap ya soal ini. Soal penggunaan senjata sudah, tapi jenis-jenis senjatanya itu harusnya bikin perkap," urai dia.

Secara terpisah, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto menilai, senjata api (senpi) pistol jenis Glock 17 yang diduga digunakan oleh Bharada E dalam insiden baku tembak yang menewaskan Brigadir J tak sesuai peraturan dasar kepolisian.

Sebab, Bharada E merupakan anggota kepolisian berpangkat tamtama. Merujuk aturan dasar kepolisian, kata Bambang, tamtama hanya boleh membawa senjata api laras panjang.

"Dalam peraturan dasar kepolisian, tamtama penjagaan hanya diperbolehkan membawa senjata api laras panjang ditambah sangkur," kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (18/7/2022).

Bambang mengatakan, pemberian rekomendasi penggunaan senjata harusnya disesuaikan dengan peran dan tugas personel kepolisian.

Oleh karenanya, dia mempertanyakan peran Bharada E kaitannya dengan penjagaan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo.

Apakah dia ditugaskan menjaga rumah dinas, sebagai sopir, atau sebagai ajudan Ferdy.

"Kalau penjaga tentu diperbolehkan membawa senjata api laras panjang plus sangkur atau sesuai ketentuan. Kalau sopir buat apa senjata api melekat apalagi jenis otomatis seperti Glock," ujar Bambang.

"Kalau sebagai ajudan, apakah ajudan Pati (perwira tinggi) sekarang diubah cukup minimal level tamtama dan apakah ajudan perlu membawa senpi otomatis seperti Glock?" tuturnya. (*)

Baca berita lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejumlah Tanya yang Belum Dijawab Polisi soal Tewasnya Brigadir J di Rumah Sang Jenderal"

Sumber: Kompas.com
Tags:
Polisi Tembak PolisiBrigadir JBharada ECCTVSenjata apiKadiv Propam PolriIrjen Ferdy SamboNopryansyah Yosua HutabaratBaku Tembak
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved