Konflik Rusia Vs Ukraina
Warga Donbas Salahkan Zelensky atas Invasi Rusia ke Ukraina, Sebut Buang-buang Kesempatan
Seorang warga di wilayah Donbas menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas perang di sekitarnya.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Seorang warga di wilayah Donbas menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas perang di sekitarnya.
Pria tersebut menilai Zelensky kurang sigap menangani perang yang kini terkonsentrasi di Donbas.
Warga sipil tersebut mengisyaratkan tak peduli siapa pun yang menguasai daerahnya asal tetap selamat.

Baca juga: Kadyrov Tuding Zelensky Sengaja Umpankan Tentara Ukraina demi Menjaga Statusnya Sebagai Presiden
Baca juga: Cibir Zelensky yang Minta Bertemu Langsung dengan Putin, Pejabat Rusia Sebut Hanya Akting
Dilansir TribunWow.com dari BBC, Rabu (25/6/2022) pada beberapa minggu terakhir, Rusia telah mengintensifkan serangan mereka di garis depan Donbas.
Pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin pun semakin dekat untuk menyelesaikan pengepungan Severodonetsk, sebuah kota berpenduduk 80.000 orang sebelum invasi.
Orang-orang Ukraina berjuang dengan tekad yang keras sementara ala bantuan terus dikirim ke dalam pertempuran.
Sebuah sumber militer di Brigade ke-57 memberi informasi bahwa salah satu unit mereka dengan total 240 orang hanya tinggal sekitar 140 orang di mana sisanya terbunuh, terluka, dan ditangkap.
Menurut Zelensky dalam videonya, Rusia bisa membunuh hingga 100 tentara Ukraina sehari di Donbas.
Berada tidak jauh dari Severodonetsk, Bakhmut adalah kota yang perlahan dimakan perang.
Kian hari, perang yang awalnya berada jauh dari kota tersebut semakin mendekat.
Berdiri di depan rumahnya yang rusak, seorang pria berusia 40-an bernama Mitri menunjukkan pembangkangan, ketakutan dan frustrasi.
Dia tidak tahu apa yang diharapkan di kotanya.
"Saya bukan Nostradamus. Mengapa Putin menyerang? Ini semua permainan politik," kata Mitri.
Mitri mengatakan, pendahulu Zelensky, Petro Poroshenko, pasti sudah mencapai kesepakatan gencatan senjata sekarang.
"Setidaknya ada perdamaian sebelumnya, mereka bernegosiasi. Kasihan orang yang meninggal, para tentara. Ini sungguh memaluka," imbuhnya.