Konflik Rusia Vs Ukraina
Tuding Rusia dan China Berniat Ubah Tatanan Dunia, Pejabat AS Sebut Potensi Perang Internasional
Pejabat AS memprediksi konflik militer di Ukraina akan meningkat menjadi perang antara negara berkekuatan besar.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pejabat Amerika Serikat (AS) memprediksi konflik militer di Ukraina akan meningkat menjadi perang antara negara berkekuatan besar.
Ia mengatakan konflik Internasional diprediksi tak bisa lagi terhindarkan.
Apalagi melihat suasana geopolitik antara Rusia, China dan Barat yang kian memanas.

Baca juga: Belarus Tuding Ukraina Serang Perbatasan, Isyarat akan Bergabung dengan Tentara Rusia?
Baca juga: Zelensky Sebut Kegagalan Jadi Alasan Utama Rusia Serang Ukraina Pakai Misil
Dilansir TribunWow.com dari RT, Minggu (22/5/2022), peringatan tersebut diungkapkan ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley.
Berbicara di acara kelulusan taruna dari Akademi Militer AS West Point, Milley mengatakan bahwa para kadet itu akan bertugas di dunia yang tengah berpotensi konflik.
“Dunia tempat anda ditugaskan memiliki potensi konflik internasional yang signifikan antara kekuatan besar," kata Miley.
"Potensi itu meningkat, bukan menurun."
Milley melanjutkan dengan memilih China dan Rusia sebagai dua negara yang termasuk berkekuatan besar di dunia.
Ia menggambarkan keduanya memiliki kemampuan militer yang signifikan dan berniat untuk mengubah tatanan berbasis aturan saat ini.
Dia juga mencatat bahwa pertempuran yang sedang berlangsung di Ukraina menyoroti beberapa karakteristik utama dari medan perang di masa depan.
Selain itu, Milley memperkirakan perubahan radikal dalam teknologi militer dalam beberapa dekade mendatang.
Dia juga mencatat bahwa keunggulan teknologi tidak lagi menguntungkan Amerika.
"Apa yang dulunya provinsi eksklusif militer Amerika Serikat sekarang tersedia untuk sebagian besar negara yang memiliki uang mendapatkannya," tutur Miley.
"Kelebihan apa pun yang dinikmati Amerika Serikat secara militer selama 70 tahun terakhir akan ketinggalan dengan cepat."
Milley meminta militer AS untuk adaptif dan tangguh sambil mempertahankan karakter luar biasa di bawah tekanan intens pertempuran darat.
Ini bukan pertama kalinya Milley membuat penilaian seperti itu.
Pada awal April, dia mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa potensi konflik internasional yang signifikan meningkat.
Dia juga menggambarkan serangan Rusia di Ukraina sebagai ancaman untuk merusak tidak hanya perdamaian dan stabilitas Eropa tetapi juga perdamaian dan stabilitas global.
Baca juga: Kenal Dekat Putin, Sutradara Asal AS Buka-bukaan soal Rekam Jejak Kesehatan sang Presiden Rusia
Baca juga: 25 Persen Populasi Manusia di Bumi Terancam Kelaparan akibat Konflik Rusia Vs Ukraina
China Tuding AS Ingin Perpanjang Konflik
Media China menggambarkan peran Amerika Serikat (AS) dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
AS yang kerap memberikan bantuan militer pada Ukraina dikatakan memiliki niatan tersembunyi.
Alih-alih menyelesaikan perang, pemerintahan Joe Biden dituding justru sengaja memperpanjang konflik.
Dilansir TribunWow.com dari media Rusia RIA Novosti, Minggu (17/4/2022), Amerika Serikat dituding mengharapkan konflik berkepanjangan di Ukraina untuk keuntungannya sendiri.
Menurut editorial di surat kabar China Global Times, AS melakukan upaya tersebut sejak awal dimulainya invasi.
“Setelah dimulainya krisis Ukraina, hampir semua yang dilakukan Washington adalah untuk memperpanjang konflik, dan untuk ini, semua jenis mobilisasi dan upaya dilakukan,” bunyi tulisan tersebut.
Menurut surat kabar itu, Amerika Serikat memanfaatkan kekacauan yang ada untuk kepentingan produsen senjata AS.
Pasalnya, setelah konflik terjadi, dikabarkan saham produsen perusahaan terkait telah mengalami pertumbuhan signifikan.
Selain itu, AS juga mencari celah untuk menerima dividen geopolitik dari memanipulasi Eropa dan NATO dengan kedok ancaman Rusia.
"Kompleks industri militer AS adalah penerima manfaat langsung dan terbesar dari perpanjangan konflik," simpul tulisan tersebut.
Menurut ahli, Kyiv digunakan oleh Washington sebagai boneka.
AS dituding memasok negara itu dengan senjata dan amunisi untuk menciptakan preseden buruk, dan mendorong krisis Ukraina ke konsekuensi yang tidak terduga.
Diketahui, Presiden Joe Biden belum lama mengatakan bahwa Amerika Serikat akan memberi Ukraina paket bantuan militer baru senilai 800 juta USD (sekitar Rp 11 triliun) yang mencakup artileri, pengangkut personel lapis baja dan helikopter.
Sebagai tanggapan, Kementerian Luar Negeri Rusia mengirim peringatan ke semua negara, termasuk Amerika Serikat, karena pasokan senjata ke Ukraina.(TribunWow.com/Via)