Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Di Depan Tentara Rusia, Ayah di Ukraina Tunjukkan Tangannya yang Berlumuran Darah sang Anak

Ayah di Ukraina menunjukkan tangannya yang berlumuran darah ke seorang tentara Rusia yang menjadi tahanan perang.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
AFP/SERGEY BOBOK
Anggota layanan Ukraina terlihat di luar balai kota Kharkiv yang rusak pada 1 Maret 2022, hancur akibat penembakan pasukan Rusia. - Alun-alun pusat kota kedua Ukraina, Kharkiv, ditembaki oleh pasukan Rusia yang menyerang gedung pemerintah setempat, kata gubernur regional Oleg Sinegubov. Kharkiv, kota yang sebagian besar berbahasa Rusia di dekat perbatasan Rusia, memiliki populasi sekitar 1,4 juta. Terbaru, seorang ayah menunjukkan darah sang anak di tangannya yang tewas karena serangan Rusia di  

TRIBUNWOW.COM - Pria bernama Vitalii Seleveni menunjukkan kedua tangannya yang berlumuran darah ke seorang tentara Rusia yang berhasil diamankan pasukan militer Ukraina.

Darah yang ada di tangan Vitalii ternyata bukanlah darah orang asing melainkan darah putranya sendiri yakni Dennis (15).

Dalam foto yang beredar, tentara Rusia yang ditahan itu tampak diam menatap Vitalii.

Baca juga: Pesan Bocah di Ukraina ke Ibunya sebelum Tewas saat Evakuasi: Mama Jangan Khawatir

Baca juga: 3 Kesaksian Warga Mariupol, Ditelanjangi hingga Lihat Rasa Malu di Mata Tentara Rusia

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Sabtu (7/5/2022), kejadian ini diketahui terjadi di Kharkiv.

Sebelum serangan terjadi, Dennis tengah membantu orangtuanya mengevakuasi binatang di kebun binatang Feldman.

Akibat serangan Rusia, Dennis menderita luka di kaki dan paha yang berujung kematian.

Tubuh Dennis berhenti bergerak 30 menit setelah tiba di instalasi gawat darurat sebuah rumah sakit.

Mendapati tubuh anaknya tak bergerak, ibu Dennis yakni Svetlana pingsan.

Sementara itu Vitalii menumpahkan emosinya ke seorang tentara Rusia yang berhasil tertangkap.

"Ini yang kau lakukan kepada keluarga kami," ucap Vitalii sembari menunjukkan tangannya yang berlumuran darah anaknya.

Di sisi lain, seorang bocah laki-laki bernama Sasha Zdanovych (4) tewas setelah kapal yang ia naiki terbalik di tengah jalan saat berusaha kabur dari kejaran tentara Rusia.

Ibu Sasha yakni Anna Yakhno (25) masih dirundung duka bercampur emosi menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Anna ingin Vladimir Putin diadili atas kasus kejahatan perang.

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, Anna sendiri sempat tidak mengetahui nasib anaknya selama 26 hari apakah Sasha masih hidup atau sudah tewas.

"Seluruh kematian, teror yang terjadi di Ukraina, ini tidak bisa dilupakan," ujar Anna.

Anna ingin dunia mengingat apa yang terjadi terhadap anaknya.

"Saya tidak mengerti cara menembak pistol tetapi saya dapat menceritakan publik kebenaran tentang perang ini," kata dia.

Anna pertama kali menyadari anaknya tewas saat melihat jasad seorang bocah tertutup selimut.

Ia langsung menyadari jasad bocah itu adalah anaknya ketika mengamati tangan dan kuku mayat tersebut.

"Saya tidak kuat untuk melihat wajahnya. Saya hanya melihat jari dan kukunya," ujar Anna.

"Dan iya, saya menyadari itu adalah Sashenka (Sasha)," kata Anna.

Jasad Anna kemudian dimandikan dan dirapikan oleh bibinya.

Anna bercerita, semasa anaknya hidup, Sasha adalah seorang bocah yang baik dan dicintai oleh semua orang.

"Dia (Sasha) mengucapkan saya cinta kamu ke semua orang yang dia suka."

Saat konflik terjadi, Sasha diketahui tinggal dengan neneknya Zoya (59) di sebuah wilayah yang terletak di utara Kota Kyiv/Kiev.

Kala itu rute untuk kabur hanya tersedia via jalur air, sehingga masyarakat memilih untuk pergi menggunakan kapal.

Mirisnya saat itu kapal Sasha justru terbalik di tengah perjalanan.

Menurut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky para tentara Rusia turut melakukan penyerangan ke kapal yang dinaiki oleh warga sipil tersebut.

Barulah pada 11 Maret kapal yang dinaiki Sasha ditemukan di wilayah Tolokun sekitar tiga mil dari tempat Sasha berangkat.

Namun jasad Sasha baru ditemukan pada 5 April.

Anna menyalahkan kematian anaknya kepada tentara Rusia dan Putin.

"Saya tidak menginginkannya (Putin) mati. Saya tidak berharap apapun. Hidupnya sangat jelek, dan dia tidak akan menjadi kaisar seperti yang ia inginkan," ujar Anna.

Sementara itu, beredar dua informasi bertentangan tentang konflik yang terjadi di pabrik baja Azovstal di Mariupol, Ukraina.

Di tengah gencatan senjata untuk proses evakuasi, konflik kembali pecah pada Selasa (3/5/2022).

Pihak Ukraina menyebut pasukan militer Rusia yang memulai serangan.

Namun di sisi lain, dari pihak pro Rusia menyebut konflik itu justru diprovokasi oleh tentara Ukraina dan kelompok nasionalis Ukraina.

Dikutip TribunWow.com, dalam rt.com beredar video pecahnya konflik di Azovstal.

Dalam video tersebut awalnya ditampilkan kompleks pabrik sudah dalam kondisi hancur.

Kemudian terekam juga asap hitam membumbung tinggi.

Di akhir video terekam sebuah tank masuk ke area sekitar pabrik.

Republik Rakyat Donetsk menuding konflik itu adalah ulah tentara dan kelompok nasionalis neo nazi Ukraina yakni resimen Azov.

Resimen Azov dan tentara Ukraina dituduh memanfaatkan momen gencatan senjata untuk menyerang Rusia.

Koresponden agensi berita Sputnik melaporkan terdengar suara tembakan dan kepulan asap dari area pabrik.

Diketahui, sejumlah warga sipil telah dievakuasi dari Mariupol ke wilayah yang dikuasai Rusia dan Ukraina setelah berminggu-minggu dikepung.

Beberapa telah meninggalkan pabrik baja Azovstal, pertahanan terakhir pasukan Ukraina di kota yang signifikan secara strategis itu.

Proses penyelamatan warga ini dilakukan oleh tim gabungan setelah PBB turun tangan langsung dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir TribunWow.com dari BBC, Senin (2/5/2022), Rusia mengatakan puluhan warga sipil telah tiba di sebuah desa yang dikuasainya.

Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan sekelompok besar juga sedang dalam perjalanan ke Zaporizhzhia, yang dikuasai Ukraina.

"Kelompok pertama sekitar 100 orang sudah menuju ke daerah yang dikendalikan. Besok [Senin] kita akan bertemu mereka di Zaporizhzhia," cuitnya di Twitter @ZelenskyyUa.

PBB mengkonfirmasi bahwa 'operasi lintas pengaman' telah mulai mengevakuasi warga pada hari Sabtu.

Tim ini terdiri keterlibatan relawan, PBB dan Palang Merah.

PBB tidak memberikan perincian di mana orang-orang dibawa atau berapa banyak yang telah pergi, dengan mengatakan bahwa informasi itu dapat membahayakan keselamatan operasi.

Rekaman Reuters dari kompleks menunjukkan proses evakuasi warga sipil, terutama wanita dan anak-anak.

Mereka dibantu untuk berjalan di atas tumpukan puing-puing, dan naik bus dengan jendela yang hilang.

Seorang wanita dengan bayi berusia enam bulan mengatakan mereka telah terperangkap di pabrik baja selama dua bulan.

Wanita lain yang lebih tua mengatakan mereka sudah kehabisan makanan.

Pejabat Ukraina mengatakan penembakan Rusia dilanjutkan di pabrik baja setelah gencatan senjata singkat dilakukan hari Minggu.

Denys Shleha dari Garda Nasional Ukraina mengatakan sementara puluhan orang telah diselamatkan, beberapa ratus warga sipil, termasuk anak-anak, masih berada di bunker.

Dia menambahkan bahwa setidaknya dua upaya evakuasi seperti ini akan diperlukan untuk mengeluarkan semua orang.

"Anda tidak bisa membayangkan apa yang telah kami alami, teror," kata Natalia Usmanova, 37 tahun.

Ia adalah seorang pengungsi ke wilayah yang dikuasai Rusia dilansir kantor berita Reuters.

"Saya khawatir bunker itu tidak akan tahan - saya sangat takut," ucap Usmanova.

"Ketika bunker mulai bergetar, saya histeris, suami saya dapat menjamin itu: saya sangat khawatir bunker akan runtuh."

"Kami tidak melihat matahari begitu lama." (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait lainnya

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaUkrainaVolodymyr ZelenskyRusiaVladimir Putin
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved