Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

1 Bulan sebelum Invasi Rusia, NATO Ternyata sudah Pasok Senjata ke Ukraina sesuai Pengaruh AS

Politisi Rusia mengungkapkan bagaimana Ukraina telah bersiap mengumpulkan senjata jauh sebelum Putin mengumumkan operasi militer spesial.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Tiffany Marantika Dewi
The Telegraph
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan invasi ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022). 

TRIBUNWOW.COM - Politisi Rusia menyebut NATO telah mempersiapkan Ukraina untuk melakukan serangan ke Rusia pada bulan Januari 2022 lalu.

Politisi bernama Vyacheslav Volodin menyebut, NATO telah mempersenjatai Ukraina jauh sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina.

Menurut Volodin, operasi militer spesial yang dilakukan oleh Rusia justru berfungsi mencegah tragedi besar.

Baca juga: Jadi Target Baru Serangan Rusia, Putin Kini Incar Kampung Halaman Zelensky di Ukraina

Baca juga: Saat Proses Evakuasi, Wanita di Mariupol Melihat Adanya Rasa Malu di Mata Para Tentara Rusia

Dikutip TribunWow.com dari aljazeera.com, Volodin mengatakan bahwa keputusan NATO untuk mengirimkan senjata ke Ukraina dipengaruhi oleh Amerika Serikat (AS).

Volodin menyebut, AS menganggap masyarakat Ukraina layaknya barang habis pakai.

Pemerintah Rusia sendiri sempat menyebut pihaknya saat ini tidak hanya berperang melawan Ukraina.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, kini Rusia turut memerangi negara-negara Anggota NATO lewat Ukraina.

Lavrov menilai Ukraina telah menjadi negara 'boneka' yang dipersenjatai oleh NATO untuk berperang melawan Rusia.

Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, pernyataan ini disampaikan oleh Lavrov pada Senin (25/4/2022).

"Pada dasarnya NATO sedang berperang melawan Rusia melalui proksi dan kini mempersenjatai proksi tersebut (Ukraina)," ujar Lavrov.

Lavrov juga menyindir bagaimana Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky adalah seorang aktor yang handal.

Ia menyebut sebenarnya Ukraina tidak memiliki niat untuk menyelesaikan konflik lewat jalur negosiasi.

"Jika Anda melihat dan membaca dengan penuh perhatian tentang apa yang dia (Zelensky) katakan, Anda akan menemukan ribuan kontradiksi," ujar Lavrov.

Sebagai informasi, NATO merupakan aliansi militer yang dibentuk oleh Pakta Atlantik Utara (juga disebut Pakta Washington) pada tanggal 4 April 1949.

Pada awal berdirinya, NATO memiliki 12 anggota, termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, dan Prancis.

Anggota NATO setuju untuk saling membantu jika terjadi serangan bersenjata terhadap salah satu negara anggota.

Tujuan awal NATO adalah untuk melawan ancaman ekspansi Soviet di Eropa setelah Perang Dunia II.

Sementara itu Turki mengatakan ada kecurigaan bahwa pihak-pihak tertentu mencari keuntungan dari konflik Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Rusia Sebut Potensi Perang Nuklir Terus Meningkat: Ada Banyak yang Menginginkannya

Tanpa peduli kondisi Ukraina, negara yang disebut termasuk dalam sekutu NATO itu hanya ingin pelemahan Rusia.

Untuk itu, negara yang tak disebutkan namanya itu berusaha untuk memperpanjang jalannya perang.

Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu saat tampil dalam sebuah acara TV, Rabu (20/4/2022).

Ia mengatakan Turki ingin merundingkan diakhirinya konflik di Ukraina, sementara beberapa anggota NATO lainnya justru ingin melihatnya berlarut-larut sebagai cara untuk merugikan Rusia.

Dalam kesempatan yang sama, Cavusoglu membahas keputusan Turki untuk tidak memberikan sanksi kepada Moskow.

Ia juga membahas mengapa pembicaraan di Istanbul antara Rusia dan Ukraina dianggap gagal.

"Ada negara-negara di dalam NATO yang menginginkan perang Ukraina berlanjut. Mereka melihat kelanjutan perang sebagai pelemahan Rusia. Mereka tidak terlalu peduli dengan situasi di Ukraina,” kata Cavusoglu dilansir TribunWow.com dari media Rusia RT, Rabu (20/4/2022).

Dalam artikel tersebut dicantumkan juga kecurigaan mengenai pihak yang dimaksud Turki.

Antara lain yakni Amerika Serikat yang selama ini dianggap vokal menentang Rusia.

Dikutip pula perkataan Presiden AS Joe Biden pada awal bulan ini yang menyebut bahwa konflik di Ukraina bisa berlanjut untuk waktu yang lama.

Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz juga mengatakan pada Selasa (19/4/2022), bahwa Barat bersatu untuk tidak membiarkan Rusia menang dan bertekad terus mempersenjatai militer Ukraina sehingga dapat terus mempertahankan diri terhadap serangan Rusia.

Di sisi lain, Turki telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia.

Pasalnnya, Cavusoglu menilai sanksi tersebut hanya bersifat sepihak, tidak seperti sanksi mengikat yang diputuskan di PBB.

Ankara mengartikulasikan posisinya pada hari pertama konflik Ukraina, yaitu melanjutkan kontak diplomatik dengan kedua belah pihak, sebagai negara yang dipercaya kedua belah pihak.

Turki tidak berharap banyak setelah pembicaraan pertama Rusia-Ukraina di Antalya.

Namun, Cavusoglu mengaku memiliki harapan yang tinggi setelah pembicaraan lanjutan di Istanbul, .

Namun, Ukraina mundur dari kesepakatan yang dicapai di sana setelah gambar dugaan pembantaian di Bucha, yang ditudingkan Kiev dilakukan oleh pasukan Rusia.

Cavusogly juga menjelaskan permintaan Zelensky untuk mendapat jaminan keamanan dari NATO.

"Tidak ada yang setuju dengan permintaan Zelensky untuk jaminan Pasal 5 NATO," kata menteri itu, merujuk pada klausul pertahanan bersama aliansi tersebut.

"Tidak ada negara yang menerima proposal ini. AS, Inggris, dan Kanada juga tidak menerima ini. Tentu saja, Turki tidak menerima ini. Pada prinsipnya, tidak ada yang menentang jaminan ini, tetapi ketentuannya tidak jelas."

3 Skenario yang Buat NATO Turun Tangan

Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) diprediksi akan langsung terlibat dalam perang Rusia dan Ukraina jika terjadi skenario darurat.

NATO yang selama ini memilih bertindak relatif pasif, menahan diri untuk tak berkonfrontasi langsung dengan Rusia.

Namun, banyak pihak menyangsikan NATO akan sanggup bersikap netral sementara ekskalasi pertempuran terus meningkat.

Berikut ini tiga skenario yang bisa menyebabkan hal tersebut terjadi.

1. Putin Nekat karena Tertekan

Sebuah rudal anti-kapal yang dipasok NATO yang ditembakkan oleh pasukan Ukraina di Odesa, menghantam dan menenggelamkan kapal perang Rusia di lepas pantai di Laut Hitam dengan kehilangan hampir 100 pelaut dan puluhan marinir.

Korban tewas sebesar ini dalam satu serangan belum pernah terjadi sebelumnya dan Putin akan berada di bawah tekanan untuk merespons dalam beberapa bentuk.

Dikhawatirkan, serangan balasan Rusia akan lebih kejam dan menyasar pada negara-negara lain.

2. Rusia Serang Perbatasan Negara Anggota NATO

Serangan rudal strategis Rusia menargetkan konvoi pasokan perangkat keras militer yang menyeberang dari negara NATO, seperti Polandia atau Slovakia, ke Ukraina.

Jika korban berjatuhan di sisi perbatasan NATO, maka hal ini berpotensi memicu Pasal 5 konstitusi NATO, di mana seluruh aliansi akan membela negara yang diserang.

3. Rusia Gunakan Senjata Pemusnah Massal Terlarang

Di tengah pertempuran sengit di Donbas, sebuah ledakan terjadi di fasilitas industri yang mengakibatkan pelepasan gas kimia beracun.

Meskipun ini telah terjadi, tidak ada kematian yang dilaporkan.

Tetapi jika hal itu mengakibatkan korban massal seperti yang terlihat dalam penggunaan gas beracun oleh Suriah di Ghouta dan jika itu ditemukan dengan sengaja disebabkan oleh pasukan Rusia, maka NATO akan berkewajiban untuk menanggapi.

Namun, diakui sangat mungkin bahwa tidak satu pun dari skenario ini akan terwujud.

NATO Ancam Agar Rusia Tarik Mundur Pasukan

Sebelumnya, NATO sejak awal konflik telah merilis tanggapan resmi terkait tindakan Rusia menginvasi Ukraina.

Sekretaris Jenderal NATO, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, mengecam keras keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin tersebut.

Pihaknya mengingatkan akan adanya konsekuensi atas tindakan yang mengancam keseimbangan negara-negara di kawasan Atlantik utara tersebut.

Dilansir laman resmi nato.int, Kamis (24/2/2022), Jens Stoltenberg mengecam invasi militer Rusia tersebut.

Ia menyebut tindakan pasukan Vladimir Putin terlalu ceroboh dan berisiko tinggi pada kesalamatan rakyat.

Jens Stoltenberg juga menyinggung berbagai upaya damai yang tak digubris oleh Rusia.

"Saya mengutuk keras serangan Rusia yang sembrono tidak beralasan terhadap Ukraina, yang membahayakan nyawa warga sipil yang tak terhitung jumlahnya," tegas Jens Stoltenberg secara tertulis dikutip TribunWow.com.

"Sekali lagi, terlepas dari peringatan berulang kali dan upaya tak kenal lelah kami untuk terlibat dalam diplomasi, Rusia telah memilih jalan agresi terhadap negara yang berdaulat dan merdeka."

Pihak NATO menilai serangan yang dilakukan Rusia mencederai perdamaian yang sudah tercipta.

Ia pun meminta Rusia menghentikan tindakannya yang dikhawatirkan akan menimbulkan perang antar negara.

"Ini adalah pelanggaran berat hukum internasional, dan ancaman serius bagi keamanan Euro-Atlantik," kata Jens Stoltenberg.

"Saya meminta Rusia untuk segera menghentikan aksi militernya dan menghormati kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina."

Atas tindakan Rusia, pihak NATO berjanji akan menggelar pertemuan demi mengambil sikap atas tindakan Rusia.

NATO menyatakan membela Ukraina yang kini tengah bersiap untuk mempertahankan negara.

Disebutkan juga adanya konsekuensi yang akan diterima Rusia atas tindakannya menginvasi Ukraina.

"Sekutu NATO akan bertemu untuk membahas konsekuensi dari tindakan agresif Rusia. Kami berdiri bersama rakyat Ukraina pada saat yang mengerikan ini. NATO akan melakukan semua yang diperlukan untuk melindungi dan membela semua Sekutu," terang Jens Stoltenberg.

Diketahui, NATO merupakan himpunan militer yang terdiri dari 30 negara di sekitar kawasan Atlantik Utara termasuk Italia, Perancis Amerika Serikat dan Inggris.

Organisasi ini awalnya dibentuk untuk menanggulangi serangan Uni Soviet seusai perang Dunia ke-II.

Meski Uni Soviet kini telah bubar, NATO terus berdiri dan

Ukraina yang awalnya berencana untuk bergabung pada organisasi tersebut, akhirnya menarik diri setelah Rusia menyatakan keberatannya. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait lainnya

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RusiaUkrainaNATOVladimir PutinAmerika Serikat
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved