Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Dituding Lakukan Pemerasan Buntut Penghentian Pasokan Gas ke Negara-Negara Eropa
Rusia telah dituduh berusaha memeras Uni Eropa ketika raksasa energi Gazprom mengkonfirmasi telah menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Rusia telah dituduh berusaha memeras Uni Eropa ketika raksasa energi Gazprom mengkonfirmasi telah menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria.
Aksi tersebut telah mendorong pembicaraan mengenai krisis energi di ibu kota di seluruh Eropa.
Uni Eropa kini tengah berupaya untuk menjalin solidaritas membantu negara yang terdampak.

Baca juga: Tegaskan Permusuhan, Rusia Putus Pasokan Gas ke Polandia dan Bulgaria akibat Berpihak pada Ukraina
Baca juga: Minta 100.000 Tentara, Polandia Sanggup Jadi Markas Senjata Nuklir AS Buntut Invasi Rusia ke Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Rabu (27/4/2022), dalam sebuah pernyataan, perusahaan gas negara menyatakan bahwa pihaknya telah bertindak tegas.
Gazprom memutus gas ke Polandia dan Bulgaria sebagai tanggapan atas kegagalan kedua negara Uni Eropa itu untuk melakukan pembayaran dalam rubel.
"Gazprom telah sepenuhnya menangguhkan pasokan gas ke Bulgargaz dan PGNiG karena tidak adanya pembayaran dalam rubel," sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Vyacheslav Volodin, ketua majelis rendah parlemen Rusia, Duma, mengatakan Moskow harus melakukan hal yang sama dengan negara-negara tidak bersahabat lainnya.
Istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada negara yang menjatuhkan sanksi ke Rusia buntut invasi ke Ukraina.
Konsekuensi langsung dari langkah Gazprom itu adalah kenaikan 20% dalam harga gas grosir, membuatnya hampir tujuh kali lebih tinggi dari tahun lalu.
Ursula von der Leyen, presiden Komisi Eropa, mengutuk langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa sesama negara Uni Eropa akan datang untuk membantu Polandia dan Bulgaria.
"Pengumuman oleh Gazprom yang secara sepihak menghentikan pengiriman gas ke pelanggan di Eropa adalah upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan," kata von der Leyen.
"Ini tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa diterima. Dan itu menunjukkan sekali lagi ketidakandalan Rusia sebagai pemasok gas. Kami siap untuk skenario ini. Kami berhubungan dekat dengan semua negara anggota."
Von der Leyen menambahkan bahwa komisi tersebut telah melakukan pembicaraan dengan negara-negara di luar Eropa untuk memastikan pasokan gas.
"Kami telah bekerja untuk memastikan pengiriman alternatif dan tingkat penyimpanan terbaik di seluruh UE," ujar von der Leyen.
"Negara-negara anggota telah menyiapkan rencana darurat untuk skenario seperti itu dan kami bekerja dengan mereka dalam koordinasi dan solidaritas. Pertemuan kelompok koordinasi gas sedang berlangsung sekarang."
Ia menegaskan bahwa krisis energi yang terjadi tidak akan berpengaruh besar pada Uni Eropa.
Negara-negara UE akan melakukan segala upaya untuk membantu memenuhi kebutuhan gas negara yang terkena dampak pemutusan sepihak Rusia.
"Kami sedang memetakan respons UE yang terkoordinasi. Kami juga akan terus bekerja dengan mitra internasional untuk mengamankan aliran alternatif. Dan saya akan terus bekerja dengan para pemimpin Eropa dan dunia untuk memastikan keamanan pasokan energi di Eropa," tutur von der Leyen.
"Orang-orang Eropa dapat percaya bahwa kami bersatu dan dalam solidaritas penuh dengan negara-negara anggota yang terkena dampak dalam menghadapi tantangan baru ini. Orang Eropa dapat mengandalkan dukungan penuh kami."
Sebelumnya, Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah memperingatkan pada bulan Maret bahwa negara-negara yang tidak bersahabat atas perang di Ukraina harus mengubah metode pembayaran mereka untuk pasokan gas.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk balasan atas sanksi yang dijatuhkan pada Rusia.
Baca juga: Kilas Balik ke 2014, Putin Jelaskan Awal Mula Konflik Ukraina pada PBB dari Sudut Pandang Rusia
Baca juga: Targetkan Anak-anak Putin, Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Baru Buntut Tudingan Genosida Rusia di Ukraina
Rusia Rilis Daftar Negara yang Tak Bersahabat
Pemerintah Rusia telah merilis daftar negara-negara tersebut yang dianggap tak bersahabat karena menjatuhkan sanksi akibat invasi ke Ukraina.
Hal ini sesuain instruksi Presiden Rusia Vladimir Putin yang telah memerintahkan jajarannya untuk mencatat negara-negara tersebut.
Ia pun menyatakan bahwa negara-negara tersebut sama halnya mendeklarasikan perang dengan Rusia.
Dilansir TASS, Senin (7/3/2022), daftar negara yang menjatuhkan sanksi ke Rusia telah resmi disusun.
Di dalamnya termasuk perusahaan, masyarakat dan wilayah yang dianggap melakukan embargo terhadap Rusia.
Namun, Indonesia tak tercatat masuk dalam daftar tersebut mengingat Kementerian Luar Negeri menyatakan tak akan menjatuhkan sanksi.
Selain itu, Indonesia juga memilih abstain ketika dilakukan pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB.
Berikut adalah daftar negara yang termasuk dalam catatan resmi Rusia tersebut.
1. Amerika Serikat (AS)
2. Kanada
3. Negara-negara Uni Eropa Inggris (termasuk Jersey, Anguilla, Kepulauan Virgin Britania Raya, Gibraltar)
4. Ukraina
5. Montenegro
6. Swiss
7. Albania
8. Andorra
9. Islandia
10. Liechtenstein
11. Monako
12. Norwegia
13. San Marino
14. Makedonia Utara
15. Jepang
16. Korea Selatan
17. Australia
18. Mikronesia
19. Selandia Baru
20. Singapura
21. Taiwan (dianggap sebagai wilayah China, tetapi diperintah oleh pemerintahannya sendiri sejak 1949)
(TribunWow.com)