Konflik Rusia Vs Ukraina
Pengakuan Warga Sipil Ukraina Dibawa Paksa ke Rusia, Sempat Dibujuk oleh Para Tentara
Warga sipil Ukraina menceritakan momen dirinya dibawa paksa oleh tentara Rusia ke wilayah Rusia untuk melakukan kerja paksa.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Seorang wanita mengaku warga Mariupol, Ukraina bercerita sempat dibawa secara paksa oleh pasukan militer Rusia.
Wanita yang enggan menyebut namanya tersebut mengaku dibawa ke wilayah miskin di Rusia untuk bekerja.
Namun dirinya dan beberapa warga Ukraina lainnya ngotot tak ingin ikut hingga akhirnya bisa melarikan diri ke Estonia.
Baca juga: Sakit Diduga Diracun, Roman Abramovich Ternyata Sempat Bertanya ke Dokter soal Ajalnya
Baca juga: Keajaiban Masih Hidup, Ibu di Ukraina Ditembaki Tentara Rusia hingga Tubuhnya Rusak
Dikutip TribunWow.com dari bbc.com, wanita itu bercerita, para warga sipil Ukraina telah menyatakan sejak awal tidak ingin dibawa keluar dari Ukraina.
Namun kala itu para tentara Rusia membujuk dan menjamin para warga yang ikut dipastikan akan aman.
Mereka akhirnya menaiki bus yang disediakan oleh pasukan Rusia.
Ada total 10 bus yang membawa warga sipil Ukraina dan bus tersebut menuju ke teritorial Rusia.
Mereka bahkan sempat melewati wilayah Donetsk.
"Kami berteriak meminta mereka untuk berhenti di sana, tetapi mereka menolak untuk berhenti," ujar wanita tersebut.
Pada akhirnya bus berhenti di sebuah kamp pengungsian di Rusia.
Para warga sipil Ukraina dijelaskan mereka akan dikirim ke wilayah miskin di Rusia di mana butuh orang untuk bekerja.
Saat hendak dibawa, wanita itu mengatakan para warga Ukraina kompak meletakkan tasnya di bawah dan menyatakan tidak akan pergi ke mana-mana.
Pada akhirnya mereka tidak jadi dibawa dan pergi ke Estonia lewat St Petersburg.
"Mereka memiliki standar ganda, di satu sisi mereka membantai kami dan di sisi lain mereka ingin terlihat seperti mereka membantu kita," ujar wanita itu.
Sementara itu pemerintah Rusia menyatakan apa yang dikatakan oleh wanita tersebut adalah bohong.
Sebelumnya diberitakan, beberapa warga sipil yang berada di Mariupol diketahui dilarikan oleh pihak Rusia ke wilayah mereka tepatnya di Taganrong.
Pemerintah Ukraina telah terjadi praktik perbudakan terhadap warga sipil Ukraina yang dilakukan oleh pemerintah Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, informasi ini disampaikan oleh sejumlah tokoh di Ukraina.
Walikota Mariupol, Vadym Boychenko membandingkan aksi yang dilakukan oleh Rusia seperti apa yang dilakukan oleh Nazi pada perang dunia ke-2 dulu.
Sementara itu, kepala administrasi regional Donetsk, Pavlo Kyrylenko menyebut pasukan Rusia dengan sengaja mengirim warga sipil Ukraina ke Rusia.
Sebelum pergi, dokumen milik para warga sipil Ukraina telah disita.
Keterangan serupa disampaikan oleh anggota parlemen Ukraina, Inna Sovsun.
Sovsun menyebut, sejumlah warga sipil Ukraina di Mariupol dikirim oleh pasukan militer Rusia ke sebuah tempat terpencil di Rusia.
"(Warga) dipaksa untuk menandatangani kontrak yang isinya mereka akan tinggal di area tersebut selama dua atau tiga tahun dan mereka akan bekerja secara sukarela di area tersebut," ujar Sovsun.
Sovsun mengiyakan bahwa tindakan itu merupakan sebuah bentuk perbudakan.
Kota Dipenuhi Mayat dan Reruntuhan
Mantan jurnalis Roman Kruglyakov mengaku terkejut saat kembali melihat kota kelahirannya, Mariupol, Ukraina.
Kota pelabuhan di sebelah tenggara Ukraina tersebut telah hancur dibombardir tentara Rusia.
Ia pun sempat menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan di jalanan Mariupol dan melukiskan keadaan tersebut seperti neraka.
Baca juga: Video Pria Tua di Mariupol Ukraina Ditembak Tank Rusia, Diduga Meninggal dengan Jasad Hancur
Baca juga: Langgar Gencatan Senjata, Rusia Hancurkan RS Bersalin di Ukraina, Sejumlah Anak Terjebak Reruntuhan
Dilansir TribunWow.com dari The Guardian, Senin (21/3/2022) Roman Kruglyakov telah meninggalkan kota kelahirannya itu untuk tinggal di desa terdekat pada awal perang.
Selama tiga hari di pertengahan Maret, dia melakukan tiga perjalanan kembali ke kota yang hancur untuk menjemput anggota keluarga yang terperangkap.
Menurut Roman Kruglyakov, ia sempat kesulitan menghubungi keluarga dan kerabat yang tidak mendapat sinyal telepon selama lebih dari dua minggu.
Roman Kruglyakov terkejut saat memasuki tempat di mana dia dibesarkan.
Alih-alih mengingatkan pada kenangan masa kecil, ia justru disuguhi pemandangan yang disebutnya seperti neraka.
Ia menyaksikan kondisi menyedihkan dari orang-orang yang masih terperangkap di Mariupol.
Kota yang dikepung tentara Rusia itu kini bahkan dipenuhi mayat dan serpihan-serpihan bekas ledakan.
"Orang-orang keluar dari blok apartemen bertingkat yang terbakar untuk memasak makanan di atas api di jalan," tutur Roman Kruglyakov.
"Saya sedang mengemudi dan ada serpihan-serpihan peluru dan kabel listrik serta mayat-mayat di jalan-jalan."
Kruglyakov ingin menjemput kedua ibu baptisnya dan keluarga mereka.
Ibu baptis pertama terkejut melihatnya tetapi dengan cepat mengumpulkan barang-barang keluarganya.
"Dia tidak pernah berpikir siapa pun akan mempertaruhkan hidup mereka untuknya," ujar Roman Kruglyakov.
Selanjutnya dia membawa ibunya, yang blok apartemennya adalah satu-satunya di jalan itu yang lolos dari penembakan, lalu membawa mereka pergi.
Kemudian dia kembali lagi ke kota untuk menjemput ibu baptisnya yang lain, yang memiliki bayi berusia dua bulan.
Namun suaminya wanita tersebut terlalu takut untuk meninggalkan apartemen mereka.
"Seperti yang saya pahami, sebagai orang yang telah melalui begitu banyak hal, mereka terlalu takut untuk pergi," kata Roman Kruglyakov.
"Saya memberi mereka waktu dua menit untuk berpikir karena anda tidak bisa meninggalkan mobil terlalu lama, orang bisa mencuri ban. Karena pecahan peluru dari senjata itu melubangi hampir semua ban."
Pada akhirnya, ibu baptisnya dan suaminya menolak untuk pergi.
Roman Kruglyakov kemudian pergi ke tempat penampungan di sekolah setempat dan mengumpulkan keluarga dengan anak-anak atas permintaan kerabat lain yang tinggal di luar Mariupol.
"Saya pergi untuk membawa orang dari ruang bawah tanah, tetapi mereka tidak ingin pergi karena mereka sudah terbiasa duduk di sana," ujar Roman Kruglyakov.
"Mereka takut dengan apa yang menunggu mereka di luar tembok beton. Mereka dihancurkan setiap malam. Saya harus menggunakan kekuatan untuk mengeluarkan mereka."
Untuk mengajak orang-orang tersebut agar bersedia mengungsi, Roman Kruglyakov terpaksa berbohong.
Namun ia tidak menyesal lantaran tindakannya itu dilakukan demi menyelamatkan nyawa para pengungsi tersebut.
"Saya berbohong kepada mereka, apa pun yang terlintas di pikiran saya, saya berkata ada makanan panas menunggu anda, listrik, sinyal ponsel, saya berbohong dan saya tidak malu. Saya percaya bahwa orang-orang yang saya keluarkan berada dalam bahaya yang lebih kecil daripada di dalam kota,” pungkasnya. (TribunWow.com/Anung/Via)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wow/foto/bank/originals/pengun2hungaria-ukraina-27-februari-2022.jpg)