Breaking News:

Konflik Rusia Vs Ukraina

Videonya Viral, Ukraina Klaim Ledakkan Kapal Tempur Milik Pasukan Rusia

Viral di medsos sebuah video menampilkan kapal tempur yang disebut milik Rusia hancur meledak akibat serangan pasukan Ukraina.

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube The Telegraph
Pada Kamis (24/3/2022) beredar video kapal tempur Rusia dihancurkan oleh pasukan Ukraina di Berdyansk, Ukraina. 

TRIBUNWOW.COM - Viral di media sosial sebuah video menampilkan sebuah kapal dilalap api kemudian meledak.

Video tersebut diketahui diambil di kota pelabuhan di Berdyansk, Ukraina.

Ukraina mengklaim kapal yang terbakar adalah milik pasukan militer Rusia yang telah berhasil dihancurkan pasukan Ukraina.

Pada Kamis (24/3/2022) beredar video kapal tempur Rusia dihancurkan oleh pasukan Ukraina di Berdyansk, Ukraina.
Pada Kamis (24/3/2022) beredar video kapal tempur Rusia dihancurkan oleh pasukan Ukraina di Berdyansk, Ukraina. (YouTube The Telegraph)

Baca juga: Mendarat di Wilayah Jepang, Korut Luncurkan Rudal Antar Benua di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

Baca juga: Ukraina Lacak Keluarga Tentara Rusia yang Tewas Lewat Medsos, Ini Tujuannya

Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, kapal tersebut disebut bernama Orsk.

Menurut info dari pihak Ukraina, kapal tersebut membawa amunisi untuk pasukan militer Rusia.

Info ini juga disampaikan oleh angkatan laut Ukraina lewat unggahan di Facebook.

Dituliskan dalam unggahan tersebut bahwa kapal tempur milik Rusia di pelabuhan Berdyansk telah berhasil dihancurkan.

Selain Orsk, nampak ada kapal milik Rusia lainnya yang turut mengalami kerusakan.

Diketahui total ada tiga kapal tempur milik Rusia di Berdyansk.

Dikutip dari Sky News, kapal tersebut diketahui mampu membawa 20 tank, 45 kendaraan tempur lapis baja, hingga 400 prajurit terjun payung.

Di sisi lain, dunia internasional mengkhawatirkan kemungkinan Presiden Rusia Vladimir Putin nekat menggunakan senjata kimia di Ukraina.

Pasalnya, pasukan Rusia dikabarkan telah menderita kerugian yang teramat banyak akibat serangan tersebut.

Diperkirakan hampir 10 ribu tentara tewas sementara sisanya menderita kekurangan logistik dan penurunan daya juang.

Dikutip TribunWow.com dari The Sun, Kamis (24/3/2022), logistik yang dimiliki tentara Rusia dikabarkan hanya akan bertahan untuk tiga hari.

Dari pasokan bahan bakar, makanan, dan amunisi sudah tak lagi memadai untuk berperang.

Hal ini disebabkan adanya kesalahan dalam pengangkutan dan serangan drone Ukraina yang sengaja menyasar persediaan.

Karenanya, Rusia tampak mengalami keterlambatan dan hambatan dalam menguasai kota-kota Ukraina.

"Kami benar-benar berpikir bahwa pasukan Rusia telah menggunakan banyak persediaan termasuk kategori senjata tertentu, dan kami telah melihat laporan mereka terisolasi dari unit tertentu yang kekurangan pasokan dalam satu atau lain jenis," kata komandan militer Ukraina.

"Ini selaras dengan kemajuan yang terhenti. Kegagalan dalam rantai logistik menjadi salah satu alasan mengapa mereka tidak seefektif yang mereka harapkan."

Pihak barat menilai prediksi tersebut masuk akal lantaran sesuai dengan fakta di lapangan.

Dikatakan bahwa tentara Putin telah terpantau mundur dari daerah-daerah tertentu seperti di Makariv, dekat Kyiv.

Akan tetapi, kemunduran Rusia ini dikhawatirkan akan menyebabkan adanya kenekatan untuk menggunakan senjata terlarang seperti senjata kimia.

Pasalnya, belum lama ini dilaporkan di dekat wilayah Sumy, telah terjadi kebocoran gas amonia berbahaya.

Penduduk pun sudah diminta untuk berlindung dalam ruangan tertutup.

Adapun bila Rusia terbukti menggunakan senjata kimia maupun biologis, maka dipastikan bahwa tentara Putin telah melanggar ketentuan perang.

Selain bisa dicap sebagai penjahat perang, Rusia juga akan menerima konsekuensi akibat keputusan presidennya.

Baca juga: Rahasia Ukraina Tak Menyerah Hadapi Rusia, Ternyata Dipasok Persenjataan dari 33 Negara Berikut

Baca juga: Sadap Telepon Pasukan Rusia, Ada Tentara Mengeluh Harus Bepergian Bersama Mayat

Perpecahan Terjadi Antara Pejabat Militer Putin

Beredar kabar bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kini tengah mengatasi perpecahan dalam tubuh pemerintahannya sendiri.

Hal ini ditandai dengan penangkapan Kolonel Jenderal Sergei Beseda, kepala Dinas Kelima dari dinas intelijen FSB dan wakilnya.

Menurut laporan intelijen, konflik internal tersebut terjadi lantaran adanya pertikaian pendapat mengenai invasi Rusia ke Ukraina.

Dikutip TribunWow.com dari The Wall Street Journal, Senin (21/3/2022), badan mata-mata dan pertahanan Rusia disebut telah saling melemparkan tudingan.

Hal ini akibat penyerangan ke Ukraina yang kini dinilai terlambat dari jadwal.

Dikatakan bahwa Rusia mengira invasi tersebut akan dapat dilakukan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat.

Namun para pejabat militer AS justru menilai Rusia kini kewalahan lantaran menderita kerugian yang mahal dan memalukan.

Meski begitu, untuk saat ini perpecahan dalam staf pemerintahan Rusia dinilai masih belum sampai mengancam kedudukan Putin.

Dikatakan bahwa pihak berwenang Rusia pada awalnya percaya bahwa mereka akan dapat mengambil Kyiv, ibu kota Ukraina, dalam hitungan hari.

Namun hampir sebulan kemudian, pasukan Rusia masih gagal melakukannya, karena Ukraina pasukan melakukan perlawanan yang kuat dan bantuan Barat mengalir ke negara itu.

"Sulit membayangkan beberapa orang intelijen senior berbicara dengan Putin dan tidak memberi tahu Putin apa yang ingin dia dengar, terutama jika itu adalah keyakinan yang dipegang teguh, seperti keyakinan Putin tentang Ukraina," kata Jeffrey Edmonds, mantan pejabat CIA dan Dewan Keamanan Nasional AS.

Dilansir dari Jerusalem Post, Minggu (20/3/2022), Putin telah menangkap Beseda dan wakil Beseda yang kini menjadi tahanan rumah.

Baseda sebagai kepala Layanan Kelima FSB, bertanggung jawab untuk memberikan informasi intelijen kepada Putin menjelang perang.

"Sepertinya setelah dua minggu perang, akhirnya Putin sadar bahwa dia benar-benar disesatkan. Departemen yang dinilai takut akan tanggapannya, tampaknya hanya memberi tahu Putin apa yang ingin dia dengar," tulis jurnalis investigasi Rusia Irina Borogan dan Andrei Soldatov. dalam laporan CEPA.

Namun, hingga saat ini, pihak berwenang Rusia belum mengkonfirmasi laporan bahwa Beseda ditangkap sebagai tahanan rumah.

Beseda merupakan satu dari sejumlah pejabat Rusia yang menjadi sasaran sanksi yang diterapkan oleh AS, Inggris, dan Uni Eropa pada 2014, di tengah kerusuhan di Ukraina dan pendudukan Rusia di Krimea.

Pada hari Sabtu, seorang pejabat AS mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa laporan tentang Beseda yang ditempatkan di bawah tahanan rumah adalah merupakan informasi kredibel.

Pihaknya juga menambahkan bahwa pertengkaran telah pecah antara FSB dan Kementerian Pertahanan Rusia mengenai invasi ke Ukraina.

Vladimir Osechkin, seorang aktivis hak asasi manusia Rusia yang diasingkan, mengkonfirmasi penangkapan itu.

Ia menambahkan bahwa petugas FSB telah mencari lebih dari 20 alamat di sekitar Moskow dari sesama petugas FSB yang dicurigai melakukan kontak dengan wartawan.

"Dasar formal untuk melakukan penggeledahan ini adalah tuduhan penggelapan dana yang dialokasikan untuk kegiatan subversif di Ukraina. Alasan sebenarnya adalah informasi yang tidak dapat diandalkan, tidak lengkap, dan sebagian palsu tentang situasi politik di Ukraina," kata Osechkin.

Osechkin mengunggah laporan tentang situasi tersebut yang diduga ditulis oleh analis dari FSB dalam beberapa pekan terakhir di situs Gulagu.ru-nya.

"Sekarang mereka secara metodis menyalahkan kami (FSB). Kami ditegur karena analisis kami," tutur analis FSB tersebut.

Sejumlah pejabat Rusia tambahan telah dicopot dari posisi mereka di tengah perang di Ukraina, termasuk Jenderal Roman Gavrilov.

Namun kabar ini masih simpang siur dengan laporan media Rusia yang terpecah tentang apakah dia dipecat atau mengundurkan diri. (TribunWow.com/Anung/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Konflik Rusia Vs UkrainaRusiaUkrainaVladimir PutinVolodymyr ZelenskyViral
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved