Konflik Rusia Vs Ukraina
Kutip Kesaksian Rekan Korban, Rusia Sebut Jurnalis AS Justru Ditembak Mati oleh Tentara Ukraina
Terdapat dua versi berbeda terkait kematian Brent Renaud, seorang jurnalis AS yang tewas dalam konflik Rusia-Ukraina.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Terdapat dua versi berbeda terkait tewasnya jurnalis asal Amerika Serikat (AS) Brent Renaud (50) di Kota Irpin, Ukraina, pada Minggu (13/3/202) kemarin.
Pemerintah Ukraina menyebut Renaud telah ditembak mati oleh pasukan militer Rusia.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Polisi Kyiv/Kiev, Andriy Nebytov.

Baca juga: Ahli Ungkap Tujuan Ukraina Koar-koar Terima Banyak Tentara Sukarelawan yang Ingin Perangi Rusia
Baca juga: Interupsi Siaran Langsung, Ini Pengakuan Editor TV Pemerintah Rusia: Saya Malu Ceritakan Kebohongan
Dikutip TribunWow.com dari BBC.com, Renaud ditembak saat berpergian bersama dua jurnalis lain yang selamat namun mengalami luka-luka.
Juan Arredondo, seorang jurnalis yang saat kejadian bersama Renaud bercerita, saat itu dirinya dan korban sedang merekam para pengungsi.
"Seseorang menawarkan untuk membawa kami ke sisi lain jembatan dan kita menyeberangi pos pemeriksaan, lalu mereka (tentara Rusia) mulai menembaki kami," ungkap Juan.
"Saya melihat dia (Renaud) ditembak di bagian leher," kata Juan.
Kantor berita New York Times menyampaikan ucapan duka terhadap tewasnya Renaud.
Namun New York Times memastikan saat di Ukraina, Renaud tidak sedang melakukan tugas sebagai jurnalis.
New York Times menyampaikan, Renaud terakhir bekerja melakukan publikasi pada tahun 2015 silam.
Sementara itu menurut pemerintah Rusia, Renaud tewas di Irpin karena ditembak tentara Ukraina.
Dikutip dari Tass.com, informasi ini disampaikan oleh representasi permanen Rusia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa, Vasily Nebenzia.
"Saya ingin memastikan dua hal. Pertama, Renaud bukanlah seorang jurnalis," kata Nebenzia.
Nebenzia menyatakan bahwa New York Times juga telah menegaskan bahwa Renaud bukanlah seorang jurnalis.
Ia juga mengungkit aktivitas Renaud di Irpin bukan kegiatan juranlistik.
"Kedua, Iprin dikuasai penuh oleh tentara Ukraina."
"Menurut kesaksian rekan Renaud yang berhasil selamat, tembakkan yang menyasar mobil mereka di lakukan oleh tentara Ukraina," kata Nebenzia.
Interupsi Siaran Langsung TV Pemerintah Rusia
Di sisi lain, Marina Ovsyannikova, seorang editor di stasiun televisi milik pemerintah Rusia yakni Channel 1 melakukan aksi protes terhadap perang di Ukraina ketika presenter sedang membawakan berita saat siaran langsung.
Sambil membawa poster berisikan pesan anti perang, Marina berdiri di belakang presenter yang sedang membacakan berita pada Senin (14/3/2022).
Marina sendiri saat ini telah ditangkap oleh pihak kepolisian di Rusia.

Baca juga: Tak Rela McD Tutup, Pria di Rusia Ngamuk lalu Rantai Dirinya di Pintu Restoran
Baca juga: Detik-detik Warga Ukraina Hampir Kena Serangan Misil Rusia saat Jalan-jalan di Taman
Dikutip TribunWow.com dari BBC.com, sebelum ditangkap oleh polisi, Marina ternyata sempat merekam dirinya sendiri.
Di dalam video tersebut, Marina mengaku malu karena merasa harus menyebarkan propaganda pemerintah Rusia.
"Saya malu karena saya telah membiarkan diri saya untuk menceritakan kebohongan dari layar televisi. Saya malu membiarkan masyarakat Rusia berubah menjadi zombi," kata Marina.
Marina lalu mengajak agar masyarakat Rusia bersama-sama melakukan protes untuk menghentikan perang.
Dikutip TribunWow.com dari Sky News, di dalam poster yang dibawa Marina juga terdapat gambar bendera Rusia dan Ukraina.
Berikut tulisan yang ada di poster tersebut:
"Hentikan perang. Jangan percaya propaganda. Mereka berbohong kepada mu di sini. Rusia menentang perang."
Selain membawa poster bertuliskan protes terhadap perang, Marina juga meneriakkan "Hentikan perang. Katakan tidak terhadap perang."
Marina sendiri diketahui merupakan karyawan di kantor berita tersebut dan kini telah ditahan.
Kanal berita Channel One diketahui memberitakan invasi Rusia sebagai operasi militer spesial untuk melakukan denazifikasi di Ukraina.
Di sisi lain terjadi aksi protes unik oleh warga Rusia gara-gara restoran cepat saji McDonald's (McD) memilih untuk menutup gerainya di Rusia.
Dikutip TribunWow.com dari Thesun.co.uk, beredar sebuah video menampilkan seorang pria di Rusia memprotes penutupan McD.
Pria yang diketahui bernama Luka Safronov itu melakukan protes sesaat sebelum McD ditutup.
Luka yang bertubuh gemuk itu melakukan aksi protes dengan cara merantai dirinya di pintu masuk McD.
Sambil marah-marah, Luka memprotes penutupan McD.
"Penutupan (ini) adalah tindakan kebencian terhadap saya dan warga yang lain," kata Luka.
Beberapa pelanggan McD lainnya tampak ramai mengunjungi McD sebelum restoran cepat saji itu ditutup.
Sejumlah warga lainnya tertawa melihat aksi Luka.
Pada akhirnya pihak kepolisian mengamankan Luka dan membawa pergi Luka dari McD.
McD diketahui memiliki total 850 cabang di Rusia dengan 62 ribu pegawai.
Untuk sementara ini, ratusan cabang McD di Rusia ditutup hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
CEO McD, Chris Kempckinski menyatakan penutupan McD di Rusia adalah hal yang benar untuk dilakukan.
"Mustahil untuk memprediksi kapan kita akan bisa membuka kembali restoran kita di Rusia," ujar Chris.
Chris menyatakan, sisi kemanusiaan juga akan menjadi pertimbangan McD apakah akan buka kembali di Rusia atau tidak.
Selain McD, perusahaan makanan dan minuman yang juga tutup di Rusia adalah Starbuck, dan Coca-Cola.
Sejumlah perusahaan multinasional di bidang lain seperti teknologi hingga fesyen juga ikut menutup bisnisnya di Rusia.
Ciri Info Hoaks Konflik Rusia-Ukraina
Keberadaan media sosial (medsos) di tengah situasi konflik Rusia-Ukraina saat ini bak pisau bermata dua.
Di satu sisi medsos dapat menjadi sumber informasi paling update tentang perkembangan situasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Namun di sisi lain, medsos menjadi tempat informasi hoaks atau bohong merajalela.
Dikutip TribunWow.com dari BBC.com, reporter BBC yang ahli di bidang disinformasi, Marianna Spring menyatakan bahwa media milik pemerintah turut menyebarkan propaganda yang kebenarannya masih dipertanyakan.
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengetahui informasi hoaks yang beredar.

Baca juga: Pakai Senjata hingga Taktik Kuno, Relawan Inggris Siap Bela Ukraina Hadapi Pasukan Rusia
Baca juga: Diancam Pakai Tembakan Peringatan, Warga Ukraina Tetap Demo Tak Pedulikan Tank Rusia
1. Waspadai Video Lama
Di medsos kerap ditemukan video menampilkan konflik yang tengah terjadi.
Video ini disebar dari kedua belah pihak baik mereka yang mendukung Rusia ataupun Ukraina.
Satu dari beberapa video hoaks yang beredar adalah sebuah video pasukan Ukraina menghancurkan peralatan milier Rusia.
Setelah dilakukan penelusuran, video tersebut ternyata merupakan video invasi pasukan Rusia ke Crimea pada tahun 2014 silam.
Cara untuk mengetahui video tersebut hoaks atau bukan adalah meneliti sejumlah detail di dalam video.
Detail-detail tersebut di antaranya adalah bahasa yang digunakan di dalam video.
Kemudian melihat tanda jalan ataupun cuaca.
Lalu dapat juga menggunakan aplikasi tertentu untuk mengecek daerah yang bersangkutan seperti google maps.
Selanjutnya, cek sumber video tersebut apakah video itu benar video baru atau video lama yang diberikan narasi baru.
2. Akun Mencurigakan
Cara lain untuk mengetahui informasi itu hoaks atau bukan adalah melihat akun yang menyebarkan posting-an tersebut.
Marianna mengaku mendapat informasi tentang adanya akun-akun mencurigakan yang menyebar narasi pro pemerintah Rusia.
Akun-akun mencurigakan itu juga menyerang warga Ukraina yang menceritakan bagaimana dirinya menjadi korban.
Ciri akun-akun mencurigakan tersebut di antaranya adalah tidak memiliki foto profil, baru saja dibuat, hingga baru aktif menggunakan medsos setelah konflik terjadi.
3. Ada Peran Pemerintah
Menurut penjelasan Marianna, baik pemerintah Ukraina dan Rusia, kedua belah pihak sama-sama mengeluarkan propaganda berdasarkan versinya masing-masing.
Upaya yang bisa dilakukan oleh warganet adalah meneliti sebelum menyebarkan unggahan seputar konflik.
Pastikan informasi disebar tanpa emosi dan bias.
Marianna mengungkit bagaimana ada kasus dimana warganet menyebar informasi tanpa berpikir panjang karena dianggap dapat mengobarkan semangat juang warga yang lain, padahal nantinya justru akan menimbulkan kekacauan karena informasi yang disebar adalah informasi bohong. (TribunWow.com/Anung)