Virus Corona
Obat Covid-19 Molnupiravir Ditujukan saat Isolasi Mandiri, Begaimana untuk Pasien Gejala Berat?
Hingga kini diketahui bahwa Molnupiravir efektif mencegah rawat inap dan kematian pada pasien gejala ringan dan sedang yang berisiko.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Kini mulai banyak obat Covid-19 bermunculan, di antaranya yang ramai dibicarakan adalah Molnupiravir yang merupakan obat Covid-19 pertama berbentuk pil yang dikonsumsi secara oral.
Hingga kini diketahui bahwa Molnupiravir efektif mencegah rawat inap dan kematian pada pasien gejala ringan dan sedang yang berisiko.
"Untuk yang obat baru ini juga demikian, berguna untuk yang ringan-sedang, mencegah supaya tidak dirawat di rumah sakit, dan untuk mencegah kematian," kata Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tanggap Covid-19, Zubairi Djoerban, dalam tayangan di Youtube Kompas TV pada Minggu (3/10/2021).
Baca juga: Mengenal Molnupiravir, Obat Pil untuk Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri, Disebut Bisa Mengubah Pandemi
Baca juga: Punya Potensi, Peneliti di Inggris Uji Vitamin A untuk Obati Kehilangan Penciuman Akibat Covid-19
Tidak hanya pada pasien gejala ringan, obat ini juga efektif pada pasien berisiko tinggi mengalami keparahan akibat Covid-19.
Misalnya seperti lansia, dan orang yang memiliki komorbid namun belum menjadi parah atau belum dirawat di rumah sakit.
Dia menjelaskan bahwa memang terkadang fungsi obat berbeda dan sesuai dengan tingkat keparahannya.
"Jadi ada beberapa obat yang manfaatnya tertentu, jadi misalnya dexamethasone itu amat perlu jika pasiennya memakai oksigen, kemudian, plasama kovalesen dulu kita ribut banget manfaat banyak banget, mungkin sekarang manfaatnya masih ada sedikit untuk yang ringan, yang berat sama sekali enggak ada gunanya," ujarnya.
Seperti diketahui, Perusahaan Farmasi Merck telah menyampaikan hasil awal uji klinis tahap tiga dari Molnupiravir.
Di sana dijelaskan bahwa obat tersebut efektif dengan presentase 50 persen mengurangi risiko rawat inap dan kematian.
Bahkan Merck sudah meminta izin penggunaan obat darurat di Amerika agar obat ini bisa menjadi obat terapi Covid-19 yang bisa diresepkan.
Baca juga: Gumpalan Darah Mikro Juga Dianggap Sebabkan Long Covid dan Mungkin Terjadi saat Isolasi Mandiri
"Setelah uji klinik ini sudah disetop dan akan dipublikasi, kemudian biasanya kita para dokter dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) akan melihat dulu bagaimana hasil publikasinya apakah hasil-hasilnya bagus, perhitungan statusnya dan yang lain," katanya.
Disebutkan hingga kini banyak perusahaan yang mengembangkan obat untuk Covid-19 dan seluruhnya harus dikaji dahulu oleh para pakar sebelum bisa digunakan di Indonesia.
Namun, menurutnya yang spesial dari Molnupiravir adalah karena obat tersebut merupakan obat oral pertama untuk Covid-19.
Dia juga berusaha menjelaskan cara kerja obat Molnupiravir ini secara sederhana.
"Covid-19 ini memang ada bermacam-macam upaya obat itu ya, jadi ada yang khusus untuk tatalaksana virusnya ada juga untuk mengurangi komplikasinya, dalam hal obat yang baru ini langsung bertujuan terhadap virusnya, dan ini istimewanya dalam bentuk pil," katanya.
Dia menyebut, sebelumnya Molnupiravir diketahui ditujukkan untuk virus RNA.
Namun sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa Molnupiravir bermanfaat jika digunakan untuk virus lain termasuk Corona yang bisa menyebabkan Covid-19.
"Dan juga beberapa penyakit lain yang termasuk dalam kelompok Virus Corona, namun, yang sekarang ini terbuktinya kuat banget untuk penyakit Covid ya," katanya.
Menjelaskan terkait efek Molnupiravir, dia menjelaskan obat ini bisa berguna untuk menghambat replikasi virus ketika berada di dalam tubuh.
Dijelaskan juga bahwa obat ini berbeda penggunaan dengan obat terapi Covid-19 lain seperti Remdesivir yang sudah digunakan dalam tatalaksana Covid-19 untuk gejala berat.
"Untuk replikasi itu, jadi dibikin eror, dibikin ada kesalahan sehingga virusnya mati atau tidak bisa untuk replikasi," katanya.
"Sedangkan kalau yang lain itu untuk terhadap protein yang mengalami yang mengalami puncak, jadi beda target dan kelihatannya lebih baik apalagi ini melalui pil," jelasnya.
Namun, di antara segala kelebihan obat tersebut, dia mengatakan tidak bisa menggantikan vaksinasi Covid-19.
Dia menyebut bahwa mendapat vaksinasi Covid-19 masih penting dan harus terus digencarkan.
"Jadi tetap vaksinasi itu utama banget, nah kalau yang tidak divaksin kan risiko untuk saki dan meninggal cukup besar, jadi untuk yang tidak bisa divaksin karena alasan tertentu bisa tertolong dengan obat ini," katanya.
Keterangan Zubairi bisa disimak sejak menit awal:
Mengubah Pandemi
Dilansir dari The Fortune, obat ini merupakan antivirus yang dimaksudkan untuk meredakan gejala dan memperpendek durasi infeksi virus.
Mereka bekerja dengan mengganggu kemampuan virus untuk bereplikasi dan menyebar di dalam tubuh.
“Jika Anda memiliki kunci metafora untuk digunakan dalam replikasi virus ini, Anda dapat menghambat kemampuan virus untuk menyebar secara eksponensial,” jelas Ashwin Balagopal, seorang dokter penyakit menular di Universitas Johns Hopkins.
Obat itu tampaknya efektif melawan setidaknya tiga varian, termasuk Delta. Merck mengumumkan temuan tersebut dalam siaran pers pada Jumat (1/10/2021).
Nantinya, Molnupiravir akan diminum dua kali sehari selama lima hari berturut-turut sejak pasien dinyatakan terinfeksi Covid-19.
Dalam uji coba Fase III Merck, semua peserta mulai meminum pil dalam lima hari pertama gejala.
“Tujuan dari antivirus oral adalah Anda dapat mempersingkat perjalanan penyakit dengan merawat orang lebih awal, mencegah mereka dari keharusan pergi ke rumah sakit, dan berpotensi meredakan penyakit sejak dini bagi jutaan orang,” kata Balagopal.
Individu dengan gejala Covid kemungkinan akan membutuhkan hasil tes positif untuk mendapatkan resep dari dokter mereka.
Dalam hasil yang dirilis Merck, obat ini juga disebut relatif aman dari efek samping.
Beberapa efek samping terjadi pada kedua kelompok dalam uji coba Fase III, tetapi lebih sering terjadi pada mereka yang menerima plasebo, yang berarti kemungkinan besar akibat Covid-19 dan bukan obat.
Munculnya obat oral pertama ini disebut-sebut akan mengubah masa pandemi Covid-19.
Meskipun sebenarnya selama ini sudah ada sejumlah perawatan untuk Covid-19 di pasaran.
Namun, banyak di antaranya mahal, sulit dilakukan, tidak tersedia secara luas, atau hanya sedikit efektif.
Sementara itu, pengobatan yang populer seperti obat antiparasit ivermectin dan obat antimalaria hydroxychloroquine, telah mendapatkan daya tarik di beberapa kalangan, tetapi keampuhannya belum terbukti secara ilmiah dan dianggap mengkhawatirkan.
Merck hanyalah salah satu dari beberapa perusahaan farmasi yang melakukan penelitian tentang pengobatan Covid-19 yang potensial untuk membantu memerangi kasus Covid-19 yang serius.
Diketahui, Pfizer, yang bersama dengan BioNTech mengembangkan vaksin Covid-19 yang telah sepenuhnya disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk orang berusia 16 tahun ke atas.
Mereka juga mengumumkan awal bulan ini bahwa mereka telah meluncurkan uji klinis tahap selanjutnya untuk sebuah pil yang berpotensi mengobati virus.
Perusahaan perawatan kesehatan multinasional Swiss Roche juga telah melakukan penelitian tentang perawatan serupa.
Ini merupakan potensi kemajuan besar dalam upaya memerangi pandemi, karena diketahui bahwa semua terapi Covid-19 yang sekarang disahkan di AS memerlukan infus atau suntikan. (TribunWow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya