Virus Corona
Misteri Asal Usul Corona: Virus yang Disebut Sangat Mirip Penyebab Covid-19 Ditemukan di Laos
Ada banyak teori tentang asal usul virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Ada banyak teori tentang asal usul virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
Bagian dari genom virus SARS-CoV-2 sangat tidak biasa sehingga memunculkan teori konspirasi bahwa virus tersebut pasti dikembangkan di laboratorium.
Namun, apapun teorinya, hingga kini belum ada yang bisa dibuktikan.
Baca juga: Bagaimana Risiko Pembekuan Darah pada Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri? Simak Penjelasannya
Baca juga: Waspada saat Isolasi Mandiri, Termasuk Penciuman, Covid-19 Juga Bisa Merusak Kelima Indra Manusia
Dilansir dari Medical Nes Today, diketahui bahwa hingga kini lebih banyak peneliti berupaya menemukan asal usul virus penyebab Covid-19 itu di Wuhan, China.
Karena pandemi dianggap berasal dari Wuhan, di mana virus terdeteksi pertama kali pada Desember 2019.
Tetapi, dua makalah yang sedang ditinjau oleh jurnal Nature dan diterbitkan sebagai pracetak meragukan asumsi ini.
Penelitian itu mengajak dan menunjukkan bahwa untuk menemukan asal-usul virus, para peneliti memperluas area investigasinya.
Untuk diketahui, salah satu alasan SARS-CoV-2 sangat menular adalah daerah pada protein lonjakannya yang memberinya kemampuan untuk mengikat reseptor yang ada di permukaan banyak sel manusia yang disebut ACE2.
Dalam sebuah makalah yang dikirimkan ke Nature, para peneliti dari Institut Pasteur di Paris, Prancis, dan dari Laos kini telah melaporkan menemukan virus dengan domain pengikatan reseptor yang sangat mirip dengan yang ditemukan pada SARS-CoV-2 pada kelelawar gua di Laos Utara.
Baca juga: Jadi Mudah Lelah setelah Isolasi Mandiri Covid-19? Coba Lakukan 8 Langkah Ini untuk Pemulihan
Para peneliti mengambil sampel darah, air liur, feses dubur, dan urine dari 645 kelelawar dari 46 spesies berbeda yang ditemukan di gua batu kapur di Laos Utara, yang dekat dengan perbatasan China Barat Daya.
Mereka menemukan tiga jenis virus terpisah dalam tiga spesies kelelawar Rhinolophus yang berbeda, yang di sana dikenal sebagai kelelawar tapal kuda.
Sekuensing RNA mengungkapkan bahwa virus-virus ini lebih dari 95 persen identik dengan SARS-CoV-2.
Virus terdekat dengan SARS-CoV-2 yang ditemukan sejauh ini adalah 96,8 persen.
Eksperimen lebih lanjut menunjukkan bahwa domain pengikatan reseptor dari virus memiliki afinitas tinggi untuk reseptor ACE2 manusia.
Ini sebanding dengan afinitas strain SARS-CoV-2 yang ditemukan para ilmuwan pada awal pandemi.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa virus yang ditemukan pada kelelawar ini dapat menginfeksi manusia secara langsung.
Tahun lalu, para ilmuwan mendeteksi virus serupa di Yunnan, di China Barat Daya.
Itu 96,1 persen mirip dengan SARS-CoV-2, yang berarti makalah ini menggambarkan virus terdekat yang terdeteksi.
Prof Edward Holmes dari University of Sydney, Australia, yang telah mempelajari kemunculan dan penyebaran SARS-CoV-2 mengatakan bahwa kemungkinan virus tersebut tidak hanya ditemukan pada kelelawar.
“Menurut saya, virus ini tidak hanya ditemukan pada kelelawar dan trenggiling. Ekologi tidak seperti itu. Saya menduga mereka juga akan ditemukan pada spesies mamalia lain tetapi belum diambil sampelnya, ”kata Prof. Holmes.
“Beberapa virus Laos ini sangat dekat dengan SARS-CoV-2 dalam domain pengikatan reseptor utama (bagian dari protein lonjakan) virus."
"Ini berarti inti fungsional virus ada di alam, jadi tidak perlu berpikir bahwa virus entah bagaimana diciptakan atau diadaptasi di laboratorium.”
WHO Bentuk Tim Baru
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali membentuk tim untuk menyelidiki asal-usul virus penyebab Covid-19.
WHO, mengumpulkan tim yang terdiri dari 20 ilmuwan untuk mencari bukti baru.
Dilansir dari The Hill, tim tersebut diberi nama Scientific Advisory Group for the Origins of Novel Pathogens, dan salah satu tugas mereka adalah menyelidiki virus tersebut di Wuhan, China.
Tim ilmuwan yang baru ini terdiri dari spesialis di bidang keamanan laboratorium dan biosekuriti, serta pakar di bidang genetika dan penyakit hewan.
Penyelidikan baru ini kembali dilakukan WHO setelah dua kali investigasi di China, termasuk kunjungan ke Wuhan, China.
Terakhir, mereka melakukan penyelidikan di China pada Februari 2021.
Untuk diketahui, Covid-19 pertama yang dikonfirmasi ada di Wuhan pada akhir 2019.
Ada teori bahwa Virus Corona menyebar dari kebocoran di Institut Virologi Wuhan pada akhir 2019.
Teori ini telah lama disebut-sebut sebagai kemungkinan penyebab pandemi, termasuk oleh pejabat mantan Presiden Donald Trump dan beberapa anggota parlemen AS.
Namun, hingga kini baik WHO dan Badan Intelijen AS tidak bisa membuktikan kebenaran teori tersebut.
Tim WHO bahkan mengatakan bahwa sangat tidak mungkin Virus Corona bocor dari laboratorium, dengan mengatakan skenario yang paling mungkin adalah virus berpindah dari kelelawar atau trenggiling, yang bermutasi dan menularkan ke manusia.
Sedangkan laporan intelijen AS mengatakan tidak memiliki cukup bukti untuk mengatakan secara pasti apa yang telah terjadi.
Di sisi lain, China menyangkal teori kebocoran laboratorium dan beberapa pejabat China juga menuduh bahwa virus mungkin telah bocor dari laboratorium Angkatan Darat AS, dan telah mendesak WHO untuk melakukan penyelidikan di sana.
Para ilmuwan di China bahkan menerbitkan makalah yang menyebut bahwa ada kemungkinan jika Virus Corona sudah menyebar di AS pada September 2019, sebelum virus itu terkonfirmasi di Wuhan.
Beberapa anggota tim WHO yang mengunjungi China pada Januari mengatakan bahwa pejabat China menolak untuk menyerahkan informasi penting.
Data yang dimaksud seperti data mentah pasien dari kasus awal, yang dapat membantu menentukan kapan dan bagaimana Covid-19 dimulai.
Seorang juru bicara WHO mengatakan kepada The Journal bahwa prioritas tim baru perlu data dan akses di negara tempat laporan pertama diidentifikasi.
Menurut The Journal, penyelidikan WHO juga diduga berkaitan dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang baru-baru ini menekan Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO, untuk memperbarui penyelidikan hipotesis kebocoran laboratorium. (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya