Terkini Nasional
Refly Harun Ungkap Keuntungan Gibran Maju di Pilkada Jateng, Bandingkan dengan DKI: Kalah, Mundur
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menilai Gibran berpeluang besar untuk maju di Pilkada DKI Jakarta pada 2024.
Editor: Rekarinta Vintoko
Diketahui, Pilkada Jawa Tengah bakal diisi sosok gubernur baru mengingat Gubernur saat ini, Ganjar Pranowo tidak bisa maju lagi karena sudah dua periode.
Refly berpandangan, Jokowi pun juga akan berpikir realistis untuk untuk tidak memaksakan Gibran untuk bertarung di level atas mengingat usia dan kematangan politiknya.
Namun demikian, Refly melihat dihentikannya revisi UU Pemilu, bukan pada peluang Gibran.
Refly menganggap, penghentian revisi UU Pemilu karena oligarkhi di sekitar Presiden Jokowi yang tidak menginginkan perubahan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen.
"Dengan tidak dibahasnya revisi UU Pemilu ini tertutup peluang untuk mempermasalahkan Presidential Threshold. Itu soalnya menurut saya," ujar dia.
Menurut Refly, dengan tetap berlakunya PT di UU Pemilu, pada Pilpres 2024 nanti akan terjadi lagi koalisi Istana melawan koalisi non Istana seperti pada Pemiu sebelumnya.
Koalisi non Istana dimungkinkan justru bakal dipimpin oleh NasDem yang saat ini jadi partai pemerintah.
"Karena kalau PT dipertahankan, akan terjadi lagi koalisi istana melawan koalisi non istana. Hanya bedanya sebagaimana pernah saya katakan, koalisi istana itu bisa saja plus PAN. Kalau plus PAN, koalisi non istana bisa saja tidak bisa ajukan capres karena kurang dari 20 persen. Karena syarat ajukan capres harus 20 persen."
"Artinya harus ada satu partai yang keluar istana untuk menggandeng koalisi luar istana. Calon potensial adalah Nasdem. Tapi keluarnya Nasdem bukan sebagai pengekor, tetapi sebagai pemimpin. Bisa jadi PAN di luar koalisi Istana karea melihat peluang bakal menang," beber Refly.
Tanggapan PDIP
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) menilai, dugaan penghentian revisi UU Pemilu karena pencalonan Gibran sebagai pemikiran yang dangkal dan pragmatis.
"Kok pola pikirnya sangat pragmatis dan dangkal ya," kata Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (11/2/2021).
"Bukankah kepentingan nasional yang harus lebih didahulukan kesehatan, pemulihan ekonomi rakyat," imbuhnya.
Menurut Djarot, dibutuhkan konsistensi dalam penerapan sebuah Undang-Undang.
Baca juga: Tak Hanya Gibran, M Qodari Sebut Djarot Berpeluang Diusung PDIP di Pilkada DKI: Besok Pun Udah Siap