Breaking News:

Terkini Daerah

Ungkap Kemendikbud Pernah Larang Siswi Berbusana Muslim, Mahfud MD: Kita Protes Keras Aturan Itu

Kebijakan Depdikbud, yang kini disebut Kemendikbud, melarang siswi memakai jilbab itu terjadi antara tahun 1970an dan 1980an.

Editor: Claudia Noventa
Capture YouTube Kompas TV
Menko Polhukam Mahfud MD menjawb teguran Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil soal pelanggaran kesehatan, Kamis (17/12/2020). - ILUSTRASI, Ungkap Kemendikbud Pernah Larang Siswi Berbusana Muslim, Mahfud MD: Kita Protes Keras Aturan Itu 

Di sisi lain Kadis Kominfo Sumbar Jasman Rizal menjelaskan, tidak ada satupun regulasi atau kebijakan dari Pemprov Sumbar tentang adanya kewajiban dan paksaan bagi nonmuslim untuk berpakaian muslim ataupun muslimah.

Kalau ada aturan seperti itu, dia mengira bahwa aturan itu itu dibuat oleh pihak sekolah.

"Pemprov Sumbar tidak ada membuat regulasi ataupun kebijakan agar non muslim berhijab, tidak ada itu. Itu adalah kebijakan sekolah yang ke depan akan dievaluasi secara menyeluruh. Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan mengevaluasinya," ungkap Jasman.

Ia menambahkan, peralihan kewenangan SLTA diurus oleh Pemprov, dulunya aturan berpakaian Muslimah setiap hari Jumat itu telah ada dan itu kebijakan Pemko saat itu.

Di saat kewenangan mengurus SLTA berpindah ke provinsi, aturan ini belum sempat dievaluasi, karena tidak ada permasalahan selama ini.

"Akan tetapi dengan adanya kasus ini, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan segera mengevaluasi seluruh aturan berpakaian dan memastikan bahwa tidak akan terjadi lagi persoalan seperti ini," harap Jasman Rizal.

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri menambahkan, tidak ada maksud dari sektor pendidikan memberikan sikap pemaksaan sebab tidak ada aturan yang membolehkan hal tersebut.

"Saya perintahkan, tidak ada diskriminatif, jika ada akan kami proses sesuai atuan yang berlaku," tegas Adib Alfikri.

Selain itu, menurut Adib, agar hal serupa tidak terulang kembali, ia akan membuat edaran resmi.

Kemudian mengkaji ulang serta merevisi jika ditemukan aturan-aturan yang tidak seharusnya.

Kesimpulan KPAI

Sebelumnya Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan dari hasil penelusurannya JC tercatat sebagai siswi Kelas IX pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP) di sekolah itu.

Ia keberatan mengenakan jilbab karena bukan muslim.

komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti (Dok. Humas Kemendikbud)

Dalam video tersebut, kata Retno, Elianu berusaha menjelaskan anaknya adalah non muslim, sehingga cukup terganggu oleh keharusan untuk mengenakan jilbab. 

Pihak sekolah yang menerima kehadiran Elianu menyebut penggunaan jilbab merupakan aturan sekolah.

Sehingga menjadi janggal bagi guru-guru dan pihak sekolah, kalau ada anak yang tidak mematuhi peraturan sekolah, karena di awal masuk sekolah, saat diterima di sekolah tersebut, dari  awal orangtua dan anak sudah sepakat untuk mematuhi peraturan sekolah.

“KPAI prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri yang terkait dengan intoleransi dan kecenderungan tidak mengahargai keberagaman, sehingga berpotensi melanggar hak-hak anak," kata Retno kepada Warta Kota, Sabtu (23/1/2021).

"Seperti kasus mewajibkan semua siswi bahkan yang beragama non islam untuk mengenakan jilbab di sekolah, atau kasus beberapa waktu lalu dimana ada pendidik di SMAN di Depok dan DKI Jakarta yang menyerukan untuk memilih Ketua OSIS yang beragama Islam," kata Retno.

Retno mengatakan bahwa sekolah negeri adalah sekolah pemerintah, yang siswanya beragam atau majemuk.

"Oleh karena itu, sekolah negeri harusnya menyemai keberagaman, menerima perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM," katanya.

Menurut Retno, Ombudsman Sumatera Barat sudah memanggil pihak SMKN 2 Padang untuk meminta klarifikasi.

Dari pertemuan pihak Ombudsman Sumatera Barat dengan pihak SMKN 2 Padang, pihak sekolah mengaku bahwa memang benar ada kebijakan sekolah yang mewajibkan siswi perempuan harus memakai berjilbab/berkerudung, walaupun peserta didiknya tidak semuanya beragama Islam, karena ada yang Nasrani, atau ada keyakinan yang lain. 

Kepala sekolah bahkan menyampaikan kalau semua siswi, baik muslim maupun nonmuslim, di sekolah itu, kecuali  siswa yang sedang viral tersebut, menurutnya tidak ada yang menolak selama ini.

“Tidak ada yang menolak bukan berarti kebijakan atau aturan sekolah tidak melanggar ketentuan perundangan lain yang lebih tinggi. Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri," papar Retno.

"Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM,” kata Retno.

Menurut Retno dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan. 

"Peraturan ini seharusnya digunakan sebagai acuan atau panduan dalam menangani kasus yang terjadi di SMKN 2 Kota Padang, Sumatera Barat tersebut," katanya.

Dalam Permendikbud tersebut pada pasal 6 huruf (i) mengkategorikan tindakan kekerasan termasuk diantaranya adalah tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku,agama, ras, dan/atau antar golongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasar kanpada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan, pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan.

Baca juga: Warga Ngaku Lihat Meteor saat Terjadi Dentuman Misterius di Bali, Ini Pernyataan LAPAN dan BMKG

Karenanya kata Retno, dalam kasus ini KPAI menyimpulkan 5 hal, yakni : 

1. Pihak Sekolah diduga kuat melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan  UU No. 39/1999 tentang HAM.  Ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan tersebut dapat dipergunakan karena pihak sekolah telah membuat aturan sekolah yang bersifat diskriminatif terhadap SARA sehingga  mengakibatkan adanya peserta didik yang  berpotensi mengalami intimidasi,  karena dipaksa menggunakan jilbab, padahal dirinya beragama non-Islam

Oleh karena itu, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat untuk memeriksa Kepala SMKN 2 Kota Padang dan jajarannya  dengan Permendikbud  No. 82/2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan mengacu pada peraturan perundangan apa saja yang dilanggar pihak sekolah.  Pemberian sanksi walaupun hanya surat peringatan menjadi penting, agar ada efek jera. 

2. KPAI juga mendorong Dinas-Dinas Pendidikan Provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia  untuk menngingakan pada stake holder pendidikan di wilayahnya, terutama Kepala Sekolah dan guru untuk menjadikan  kasus SMKN 2 Padang ini  sebagai pembelajaran bersama sehingga tidak terulang lagi. 

3. KPAI mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI untuk meningkatkan sosialisasi Permendikbud No. 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di Satuan Pendidikan, secara massif kepada Dinas-Dinas Pendidikan Provisi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. 

Dinas-Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, kemudia melakukan sosialisasi juga kepada Kepala-Kepala Sekolah di berbagai jenjang pendidikan di seluruh wilayahnya. 

4. KPAI  mendorong adanya edukasi dan pelatihan-pelatihan kepada para guru dan Kepala Sekolah untuk memiliki persfektif HAM, terutama pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak peserta didik. Karena, ketika sekolah memiliki kebijakan  memperkuat nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai persatuan, menghargai perbedaan, maka peserta didik akan mengimplemntasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 

5. KPAI mengapresiasi para orangtua peserta didik untuk berani bersuara dan mendidik anak-anaknya juga untuk berani bersuara ketika mengalami kekekerasan di sekolah, baik kekerasan fisik, kekerasan seksual maupun kekerasan fisik. Salah satu cara menghentikan kekerasan adalah dengan bersuara.
(tribun network/rdy/yud/dod)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul MAHFUD MD Ungkap Fakta Kemendikbud Pernah Larang Siswi Berbusana Muslim: Sekarang Jangan Sebaliknya

Sumber: Kompas.com
Tags:
Mahfud MDKemendikbudJilbabSMKN 2 PadangTwitter
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved