Terkini Nasional
Pakar Hukum Refly Harun Mempertanyakan Keadilan Kasus Rizieq Shihab dan Penembakan 6 Laskar FPI
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyoroti kasus Rizieq Shihab hingga penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menyoroti kasus Rizieq Shihab hingga penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Refly Harun menganggap ada ketidakadilan pada sederet kasus yang berkaitan dengan FPI itu.
Seperti yang diungkapkannya dalam kanal YouTube Refly Harun, Minggu (3/1/2021).
"Tetapi yang paling tidak boleh kita lakukan adalah ketika semuanya sama, kondisinya sama tapi diperlakukan berbeda," ujar Refly.
"Itu yang namanya tidak adil."

Baca juga: Soal FPI, Refly Harun Sayangkan Jokowi Tak Ajak Dialog Rizieq Shihab: Harusnya Presiden Percaya Diri
Baca juga: Bahas Perlawanan Rizieq Shihab, Refly Harun Kritisi Penghentian FPI: Sama saja Beri Pistol Penguasa
Refly pun terus menyinggung soal ketidakadilan.
Ia menyebut, hati nuranilah yang mengetahui betul adanya ketidakadilan.
"Yang namanya adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, proporsionalitas," ungkapnya.
"Kalau kita terapkan pada kejadian akhir-akhir ini, maka nurani kita bicara keadilan."
"Tentu berbeda-beda cara tangkapnya, rasanya."
Terkait hal itu, Refly lantas membahas soal kasus Rizieq Shihab serta penembakan 6 laskar FPI hingga tewas.
Setelah kedua masalah itu, belum lama ini pemerintah menghentikan kegiatan FPI.
Baca juga: Masa Penahanan Diperpanjang 40 Hari, Habib Rizieq Shihab Tolak Tanda Tangani Surat Berita Acara
Baca juga: 3 Reaksi FPI seusai Dilarang Beraktivitas, Jalankan Instruksi Rizieq hingga Sebut Ada Pengalihan Isu
"Tapi cobalah kita merefleksi, misalnya mengajukan pertanyaan apakah penersangkaan, penahaan Habib Rizieq adil menurut hati nurani kita?," tutu Refly.
"Apakah kematian 6 orang laskar FPI adil atau tidak?"
"Apakah pembubaran FPI itu adil atau tidak?"
Secara pribadi, Refly menganggap adanya ketidakadilan di balik kasus-kasus tersebut.
Termasuk soal status tersangka yang kini disandang Rizieq Shihab.
"Saya sengaja meng-underline tiga persoalan ini kalau kita ingin mengetes rasa keadilan kita," kata dia.
"Terhadap kasus penersangkaan Habib Rizieq saya merasa ada elemen ketidakadilan."
"Karena kasus ini kasus yang ringan saja."
"Kasus yang hanya merupakan pelanggaran protokol kesehatan yang banyak dilakukan pihak lain, misalnya Pilkada," tukasnya.
Simak videonya berikut ini mulai menit ke-7.19:
Duga Adanya Motif Politik
Sebelumnya, Refly Harun menyinggung motif politik di balik penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Ia mengatakan, pemerintah tak boleh menganggap pihak yang tak memberi dukungan seperti musuh.
"Seperti kata George Bush 'Kalau Anda tidak mendukung saya maka Anda musuh saya'," jelas Refly Harun.
"Tidak demikian karena ada banyak alternatif pemimpin."
Baca juga: Kritik Penghentian FPI, Feri Amsari: Tidak Ujuk-ujuk Pemerintah Bisa Tunjuk Itu Bubar, Ini Jalan
Baca juga: Anggap FPI Kekanak-kanakan karena Pilih Ganti Nama seusai Dilarang, Pengamat: Seolah-olah Menentang
Refly pun berharap nasib FPI kini tak terjadi pada ormas lain di masa depan.
Pasalnya, ia menilai penghentian FPI dipengaruhi oleh faktor politik.
"Dan di masa depan tidak perlu melakukan pembubaran organisasi semacam FPI," kata Refly.
"Yang sesungguhnya lebih didasarkan pada motif politik ketimbang untuk menjaga ketentraman, kenyamanan dan keamanan masyarakat."
Refly menambahkan, FPI bukan lagi ormas kecil seperti saat pertama kali berdiri 1998 silam.
Menurut Refly, FPI kini justru sudah terlibat dalam politik sejak 2016 lalu.
Baca juga: FPI Dilarang Beraktivitas, Keponakan Prabowo Subianto: Kita Tak Butuh Pihak yang Memecah Belah
"Karena FPI yang sekarang sejak 2016 berbeda dengan FPI sebelumnya," ungkapnya.
"FPI sekarang adalah kelompok politik besar, diperhitungkan, dengan sebuah performa politik yang jauh lebih intelektual."
"Jauh lebih soft dibandingkan kelompok-kelompok sebelumnya sebagai kelompok yang masih kecil."
"Yang masih katakanlah 'Masih nakal'," lanjutnya.
Setelah 2016 lalu, ia menilai FPI sudah memiliki kemampuan politik tingkat tinggi.
Selain itu, banyak tokoh kritis yang muncul dari FPI.
"Tapi sekarang mereka memiliki pemimpin yang levelnya sudah tingkat nasional dan mampu mengumpulkan tokoh-tokoh kritis juga," jelas Refly.
"Dan mampu berdialog level intelektual, level tingkat tinggi."
Setelah dihentikan, kini FPI berganti nama menjadi Front Persatuan Islam.
Di balik nama baru FPI, Refly berharap ormas tersebut bisa menjalani politik yang lebih santun.
"Jadi kita lihat saja, yang jelas FPI sudah berubah menjadi Front Persatuan Indonesia," ujar Refly.
"Dan saya mau meng-underline bahwa Front Persatuan Islam harus menampilkan politik yang elegan, politik yang santun, politik yang mematuhi hukum." (TribunWow.com)