Terkini Nasional
Yusril Jelaskan Presiden Apalagi Mendagri Tak Berwenang Copot Kepala Daerah: Harus Rakyat Lewat DPRD
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra meluruskan, soal siapa pihak yang berwenang memberhentikan kepala daerah.
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Nama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kini tengah menjadi sorotan publik seusai menerbitkan instruksi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19), pada Senin (18/11/2020).
Pada instruksi tersebut, sanksi yang dikenakan kepada kepala daerah yang tidak taat adalah pemberhentian, sesuai dengan aturan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menanggapi instruksi yang diterbitkan oleh Tito, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut, baik Mendagri, maupun Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bukanlah pihak yang berhak untuk memberhentikan kepala daerah.

Baca juga: Soal Peluang Anies Jadi Tersangka dalam Kerumunan Habib Rizieq, Tubagus: Terlalu Jauh Menafsirkannya
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (19/11/2020), Yusril mengatakan, instruksi yang dikeluarkan oleh Tito tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk mencopot kepala daerah.
"Bahwa di dalam Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020 itu ada ancaman kepada Kepala Daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Penegakan Protokol Kesehatan, hal itu bisa saja terjadi," kata Yusril lewat pesan singkat, Kamis (19/11/2020).
"Proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah itu tetap harus berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," lanjut dia.
Yusril lalu menyinggung bagaimana seorang kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pilkada yang diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum (KPU).
Ia menegaskan, pasangan yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang tidak dapat diganggu gugat oleh pemerintah.
Yusril menjelaskan, seluruh proses pemberhentian kepala daerah tetap harus dilakukan lewat dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).
Hal itu juga berlaku apabila ada kepala daerah yang tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan.
Ketika ada anggota DPRD yang berpendapat sang kepala daerah tidak melakukan kewajibannya, maka langkah pemberhentian dimulai dengan proses pemakzulan (impeachment).
Pendapat DPRD ini nantinya akan diteruskan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai apakah keputusan yang diambil oleh DPRD berdasarkan hukum atau tidak.
Kepala daerah yang dimakzulkan nantinya juga diberi kesempatan untuk membela diri oleh Mahkamah Agung.
"Yang jelas Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau "mencopot" kepala daerah karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD," papar Yusril.
Yusril mengatakan, kewenangan yang dimiliki oleh presiden dan Mendagri terbatas hanya bisa melakukan pemberhentian sementara tanpa proses sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Ayat 2 UU Pemerintahan Daerah.