Terkini Nasional
Tubagus Sebut Tak Ada Istilah Preman Dihukum, Kelompok John Kei Dihukum karena Melakukan Kejahatan
Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat mengungkapkan bahwa tidak ada istilah preman dalam kadiah hukum pidana.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat mengungkapkan bahwa tidak ada istilah preman dalam kadiah hukum pidana.
Dilansir TribunWow.com, Tubagus mengatakan bahwa seseorang tidak lantas dihukum karena hanya atas dasar dia sebagai preman.
Hal ini disampaikan Tubagus saat menjadi narasumber dalam acara Rosi yang tayang di kanal YouTube KompasTV, Kamis (25/6/2020).

• Keterangan Pengacara dan Anak Buah John Kei Bisa Tak Dipertimbangkan, Polisi: Dia Punya Hak Ingkar
Tubagus mulanya menyinggung soal keberadaan premanisme yang ada di Jakarta.
Dirinya mengakui tidak bisa serta merta memberikan tindakan hukum kepada para preman tersebut.
Dijelaskannya bahwa aksi preman tersebut baru bisa masuk dalam ranah hukum pidana ketika melakukan tindakan kejatahan.
Karena menurutnya, objek dari hukum pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan melanggar hukum.
"Saya akan meninjau sisi preman itu dari kaidah hukum pidana," ujar Tubagus.
"Kalau di pidana tidak ada istilah 'preman', tetapi adalah orang yang melakukan kejahatan," katanya.
"Seseorang tidak akan pernah dihukum karena preman. Seseorang itu dihukum karena hukum pidana," jelasnya.
"Hukum pidana objeknya adalah perbuatan yang dilarang."
Lebih lanjut, Tubagus mengatakan sebenarnya tidak mempermasalahkan keberadaan preman.
Namun dengan catatan tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam undang-undang.
"Selama dia preman, lalu tidak melakukan kegiatan yang dilarang dalam undang-undang, tidak masalah," terang Tubagus.
• Seusai Pemeriksaan, Polisi Ungkap Alasan Anak Buah John Kei Akui Perbuatannya: Untuk Pimpinannya
Sedangkan seperti yang diketahui, dalam kasus John Kei, mereka melakukan tindakan-tindakan yang sangat bertentangan dengan Undang-Undang.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan pembacokan dan penyerangan terhadap pihak Nus Kei.
Akibatnya, satu orang meninggal dan adanya kerusakan di rumah Nus Kei.
Sementara itu, Tubagus lantas memberikan penjelasan terkait fenomena menjamurnya aksi premanisme di Ibu Kota.
Menurutnya, hal itu karena tidak adanya saksi yang melaporkan kejadian tersebut.
"Sekarang kenapa kok muncul ramai? Mungkin analisis sementara mengatakan karena memang dia digunakan," kata Tubagus.
"Kedua, kesulitan kepolisian adalah ketika ada orang kena aksi preman seperti dipalak, kerugiannya kadang-kadang tidak besar, tapi banyak," sambungnya.
"Ketika ditanya, dia tidak mau terlalu sibuk dengan urusan itu dilaporkan kepada kepolisian," jelasnya.
• Enggan Disamakan John Kei, Debt Collector Ini Tak Mau Disebut Preman: Mereka Punya Cara yang Beda
Dikatakan Tubagus, ketika tidak ada orang yang melapor dan juga tidak bersedia memberikan keterangan saksi maka kembali lagi menjadi kesulitan dari pihak kepolisian untuk memidanakan.
"Dalam hukum pidana, tidak ada keterangan saksi, tidak ada yang mau bersaksi padahal dia dirugikan," terang Tubagus.
"Daripada dia harus bersusah-susah misalnya, harus meluangkan waktu untuk melaporkan kepada polisi, dia memilih untuk tidak melapor," katanya.
"Itulah kemudian menjadi salah satu faktor tumbuh subur," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke- 34.07
Keterangan Pengacara dan Anak Buah John Kei Bisa Tak Dipertimbangkan
Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Tubagus Ade Hidayat menegaskan tidak membutuhkan pengakuan dari pengacara maupun tersangka saat pengungkapan kasus.
Dilansir TribunWow.com, Tubagus mengatakan bahwa pengakuan yang diberikan oleh tersangka, khususnya dalam kasus John Kei, tidak memiliki nilai.
Hal ini disampaikan saat menjadi narasumber dalam acara Rosi yang tayang di kanal KompasTV, Kamis (25/6/2020).
Menurut Tubagus, para pelaku dan pengacara bebas untuk memberikan keterangannya.
Namun dikatakannya keterangan dari tersangka dan pengacara merupakan bukti terakhir.
• Bahas John Kei, Polisi Jelaskan Status Preman Tak Dapat Dihukum: Selama Tak Langgar UU
Tubagus menegaskan bukti penting dalam sebuah permasalahan adalah keterangan dan saksi dan bukti-bukti di lapangan.
"Dalam kapasitas ini kalau misalnya pengacara ataupun tersangka sekalipun mengatakan apapun, berdasarkan pasal 184 Tentang Pembuktian Keterangan Tersangka, yang merupakan bagian daripada alat bukti itu tidak bernilai," ujar Tubagus.
"Yang bernilai itu adalah keterangan saksi, kemudian keterangan ahli, ada surat dan, kemudian baru keterangan tersangka terakhir," jelasnya.
"Sehingga apapun yang disampaikan oleh pengacara saya pikir tidak ada masalah," katanya.
Selain itu, ia menilai bahwa mereka mempunyai hak ingkar, yakni hak untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.
Disebutnya bahwa pembuktian dari keterangan tersangka sangat kecil dan kemungkinan besar tidak sesuai dengan fakta.
"Dia punya hak ingkar," ungkapnya.
"Kalau dalam kapasitas dia sebagai tersangka dia boleh memberikan keterangan apapun."
"Karena itu bukan masuk kepada kriteria keterangan saksi, tapi dia keterangan tersangka," jelasnya.
"Keterangan tersangka nilai pembuktiannya sangat kecil."
• Soroti Sikap Anak Buah John Kei saat Ditangkap, Polisi Singgung Loyalitas: Habis Melakukan, Mengakui
Maka dari itu, Tubagus mengatakan tidak ada gunanya untuk mendesak supaya para pelaku tersebut mengungkapkan kebenarannya, termasuk mendapatkan suruhan dari pemimpinnnya, yakni John Kei.
Karena seperti yang diketahui, para pelaku dalam pembacokan dan penyerangan terhadap pihak Nus Kei tidak mengakui bahwa dirinya diperintah oleh John Kei.
Mereka mengaku kejadian tersebut dilakukan atas dasar spontanitas.
"Sehingga penyidik tidak perlu harus mengejar pengakuan tersangka untuk mengaku disuruh John Kei, tidak penting," kata Tubagus.
Meski begitu, Tugabus mengatakan bahwa para penyidik tentunya sudah bisa membuktikan siapa dalang dari penyerangan tersebut.
Yakni dengan mendengar keterangan dari saksi dan sekaligus korban, yakni Nus Kei.
Termasuk juga beberapa bukti lainnya.
"Tetapi satu rangkaian seperti perencanaan, ada rapat, ada CCTVnya, ada di handphonenya, terus koordinasi, bagaimana membagi senjata di daerah persiapan, bagaimana membagi tugas," terangnya.
"Itu fakta yang tidak bisa dipungkiri."
"Kemudian dia mereka mengatakan saya tidak diperintah, tidak masalah sih," pungkasnya.
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)