Tetkini Nasional
Pakar Hukum UII Bandingkan Kasus Novel dan Wiranto: Dari Dampak Kejahatan Harusnya Lebih Berat
Pakar Hukum Pidana UII, Muzakir membandingkan tuntutan hukum antara kasus Novel Baswedan dengan Wiranto.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir membandingkan tuntutan hukum antara kasus yang menimpa penyidik senior KPK, Novel Baswedan dengan mantan Menko Polhukam, Wiranto.
Dilansir TribunWow.com, bentuk kasus Novel Baswedan adalah penyiraman air keras dan terdakwa dituntut 1 tahun penjara.
Sedangkan kasus Wiranto adalah berupa penusukan dan pelaku dituntut hukuman 16 tahun penjara.

• Sebut Sidang Rekayasa, Haris Azhar Singgung Pelaku Ketiga Penyiraman Novel Baswedan: Ini Melecehkan
Menanggapi perbedaan kondisi tersebut, Muzakir mengakui memang ada perbedaan dari pasal dakwaannya.
Menurutnya, dalam penusukan kepada Wiranto masuk dalam bentuk terorisme dan dijatuhi Undang-undang Terorisme.
Sedangkan untuk penyiraman air keras dikenai Undang-Undang KUHP yakni tentang Penganiayaan.
Hal ini disampaikannya dalam acara 'Kabar Siang' tvOne, Rabu (17/6/2020).
"Kalau mungkin sama kayaknya sulit, karena kontruksi pasal yang didakwakan sudah berbeda," ujar Muzakir.
"Untuk korbannya Wiranto itu dia pakai Undang-undang Terorisme yang satunya pakai Undang-undang KUHP sebagai delig umum, penganiayaan umum. Jadi agak berbeda," jelasnya.
Maka dari itu, Muzakir tidak memungkiri jika dilihat dari pasal dakwaan jelas akan lebih berat kasus dari Wiranto, karena hukum tertinggi adalah soal terorisme.
"Maka memilih pasal, memilih Undang-undang itu juga mempengaruhi kontruksi ancaman pidananya, sehingga kelihatan sekali di situ Wiranto berarti berat dia dalam konteks karena tindak pidana terorisme," ungkapnya.
"Dengan pasal 6 adalah pasal utama tertinggi daripada tindak pidana terorisme."
• Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara, Masinton Pasaribu: Jaksa Juga Punya Pertimbangan
Meski begitu, dirinya menilai bahwa penyiraman kepada Novel juga tidak bisa dikategorikan kasus yang ringan.
Menurutnya, ada alasan lain yang seharusnya menjadi pertimbangan untuk menjatuhi tuntutan yang berat.
Hal itu adalah dampak yang diakibatkan dari perbuatannya, yakni menyebabkan korban kehilangan fungsi dari salah satu indera penglihatannya.
"Sedangkan kalau kasus Novel itu mestinya adalah tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu yang ancaman dalam penganiyaan adalah tertinggi dalam kaitannya dengan tindak pidana penganiayaan," kata Muzakir.
"Memang agak janggal tadi dikatakan selisihnya kenapa 15 tahun. Itu kejanggalan dari sisi dampak kejahatan atau akibat kejahatan," terangnya.
Muzakir mengatakan bahwa dampak yang diakibatkan kepada Wiranto bisa disembuhkan dan buktinya saat ini sudah sehat.
Sedangkan untuk Novel tentunya akan kehilangan selama-lamanya.
"Pak Wiranto dioperasi sudah sembuh tidak ada luka-luka dan sebagainya yang dia sudah sehat," katanya.
"Tetapi Novel Baswedan itu kena mata dan dia buta untuk seumur hidup, selama-lamanya."
"Dan itu adalah sebagai alat indera yang penting dalam hubungannya dengan publik."
• Bintang Emon Diserang Pasca-Kritik Kasus Novel Baswedan, Pakar Komunikasi: Itu Justu Langgar UU ITE
Maka dari itu, menurutnya dengan melihat dari segi dampak, maka seharusnya bisa lebih berat dari sekadar tuntutan 1 tahun penjara.
Dirinya menambahkan paling tidak bisa sama dengan tuntutan kepada dakwaan Wiranto.
"Jadi kalau menurut saya lihat dari dampak kejahatan seharusnya adalah lebih berat daripada atau paling tidak sama berat dari kontruksi dari dakwaan kepada Novel Baswedan," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke-3.20:
Kritikan Bintang Emon
Pakar Komunikasi Prof. Henri Subiakto buka suara terkait kasus Novel Baswedan yang sudah merembet ke komika Bintang Emon.
Bintang Emon menjadi sasaran serangan setelah menyuarakan kritik dengan gaya stand-up comedinya.
Dilansir TribunWow.com, Henri menyarankan supaya Bintang Emon melaporkan soal serangan yang menimpa dirinya.

• Sebut Bintang Emon Tak Langgar UU ITE soal Novel Baswedan, Pakar Komunikasi: Hanya Masalah Sosial
Menurut Henri, akan banyak pihak-pihak yang dirugikan andai Bintang Emon hanya mendiamkannya saja.
Dirinya mengatakan bahwa apa yang dialami oleh Bintang Emon memang sudah masuk ke ranah hukum, yakni dalam bentuk tudingan atau fitnah.
Terlebih tudingan yang diberikan sudah di luar batas, yakni disebut mengonsumsi narkoba yang jelas-jelas perbuatan yang dilarang.
Hal ini disampaikannya dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Selasa (16/6/2020).
"Nah lebih baik kalau seperti ini adalah ya Emon ini lapor mengadukan kepada penegak hukum," ujar Henri.
"Bahwa dia diintimidasi atau dia dituduh melakukan suatu perbuatan yang jelas-jelas perbuataan yang tidak baik, melanggar hukum, narkoba kan itu," sambungnya.
Dengan begitu, maka pelaku penyebar hoax tersebut bisa diketahui setelah nantinya dilakukan pelacakan oleh pihak yang bersangkutan.
• Bintang Emon Diserang Pasca-Kritik Kasus Novel Baswedan, Pakar Komunikasi: Itu Justu Langgar UU ITE
Ketika dibiarkan saja dan tidak dilaporkan, Henri mengaku hal itu justru dapat berdampak buruk pada pihak-pihak lain.
Termasuk bisa berdampak pada pemerintah yang belakangan ini disebut-sebut menjadi penggerak akun-akun atau buzzer tersebut.
Hal itu tentunya bisa mengakibatkan citra pemerintah semakin buruk.
"Nah artinya supaya apa, akun-akun yang mengintimidasi ataupun menuduh dia itu jelas, siapa pelakunya, biarkan penegak hukum yang mencoba untuk melakukan tracking kepada akun-akun itu," ungkap Henri.
"Jadi itu akan menunjukkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi dibanding misalnya dibiarkan. Kalau dibiarkan siapa yang rugi, bisa banyak pihak saling tuduh," jelasnya.
"Bisa pemerintah dituduh punya buzzer yang menyerang Emon, atau bisa sebaliknya bahwa ada orang-orang yang sengaja memfitnah."
Lebih lanjut, Henri mengatakan bahwa dalam persoalan tersebut, hanya Bintang Emon yang bisa memberikan laporan dalam bentuk aduan untuk dilanjutkan ke ranah hukum.
Karena menurutnya, Bintang Emon lah yang menjadi korban.
"Jadi sebaiknya kasus-kasus seperti ini dibawa ke ranah hukum, kalau itu memang diperlukan," kata Henri.
"Tapi harus dengan cara si Emon yang lapor, karena dia korban, jadi ini kan deliknya aduan," pungkasnya. (TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)