Terkini Nasional
Sebelah Mata sampai Buta, Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan Pernah Diragukan: Apa Iya Air Aki?
Penyidik KPK Novel Baswedan menyebutkan penyiraman air keras ke wajahnya pernah diragukan.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
TRIBUNWOW.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebutkan penyiraman air keras ke wajahnya pernah diragukan.
Penyiraman yang terjadi pada 11 April 2017 tersebut pernah disebut menggunakan air aki.
Padahal akibat peristiwa itu kedua mata Novel Baswedan mengalami cacat permanen.
Dilansir TribunWow.com, Novel mengungkapkan fakta tersebut dalam tayangan Kabar Petang di TvOne, Sabtu (13/5/2020).

• Soal Alasan Tak Sengaja Siram Air Keras, Novel Baswedan: Itu Diajarkan di Kuliah Mahasiswa Hukum
Hal itu ia sampaikan setelah sidang pembacaan tuntutan terhadap dua terdakwa, Rahmad Kadir Mahulette dan Rony Bugis.
Keduanya dituntut 1 tahun penjara berdasarkan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dalam pemeriksaan, kedua terdakwa mengaku tidak sengaja menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan.
Korban lalu menduga ada upaya pembelokan fakta bahwa penyerangan tidak menggunakan air keras.
"Saya melihatnya ada upaya untuk mengalihkan bahwa air yang disiram ke wajah saya adalah air aki katanya," komentar Novel Baswedan.
"Hal ini yang di persidangan saya heran. Ada seperti upaya untuk membentuk persepsi itu," lanjutnya.
Setelah peristiwa penyiraman air keras, Novel harus dirawat di unit khusus yang menangani luka bakar.
"Sedangkan saya sendiri merasakan wajah saya seperti terbakar, kemudian luka di wajah saya dirawat di Unit Luka Bakar di Singapore General Hospital dan ditangani oleh dokter ahli luka bakar," jelas Novel.
"Ada luka yang serius akibat bahan kimia di mata saya," tambahnya.
Akibat kejadian itu, Novel ini mengalami gangguan penglihatan.
Mata sebelah kirinya bahkan buta permanen.
• Tanggapi Kejanggalan Saor Siagian soal Kasus Novel Baswedan, Masinton: Gak Usah Melebar ke Mana-mana
Melihat akibat tersebut, Novel meragukan pengakuan terdakwa bahwa penyerangan menggunakan air aki.
"Akibatnya mata kiri saya betul-betul buta permanen dan yang kanan saya hanya bisa sekitar 40-50 persen," tutur Novel.
"Ketika melihat hal itu, apa iya air aki bisa seperti itu?" tanya dia.
Tidak hanya itu, pada bukti lapangan terlihat beton yang terkena air keras turut melepuh.
"Ditambah lagi fakta di lapangan, beton yang kena air tadi itu ternyata melepuh dan berubah warna. Hingga setahun lebih masih terlihat," kata Novel.
"Itu saksi-saksi mengetahui," jelasnya.
Saksi-saksi yang ada pada tempat kejadian juga mencium bau menyengat yang khas ada pada air keras.
"Ditambah lagi saksi-saksi yang mengamankan atau menepikan air keras yang ada di tempat penyiraman kepada saya mereka mencium baunya sangat menyengat," kata Novel.
"Ada yang memegang baju yang saya gunakan saat itu terasa panas," paparnya.
Berdasarkan fakta tersebut, Novel meragukan bahwa penyiraman dilakukan dengan air aki.
Ia menduga pembelokan fakta itu dilakukan agar dapat menurunkan tuntutan menjadi penganiayaan ringan.
"Hal itu bukan ciri-ciri air aki. Ketika dikatakan air aki, maka terlihat seolah-olah ini penganiayaan ringan," jelas Novel.
"Saya kira ini pengelabuan fakta. Masalahnya adalah apa yang membuat yakin itu adalah air aki kecuali keterangan terdakwa?" sindirnya.
• Penyerang Dituntut 1 Tahun Penjara, Novel Baswedan Ungkap Kejanggalan: Harus Disikapi dengan Marah
Lihat videonya mulai menit 11:00
Tanggapan Pengacara
Pengacara dari Novel Baswedan, Kurnia Ramadhani menyebut penegakan hukum di negeri ini seperti halnya dagelan atau lelucon.
Hal itu dikatakan menyusul diputuskannya hukuman kepada pelaku penyiraman air keras kepada Penyidik Senior KPK yang hanya dituntut hukuman 1 tahun penjara.
Menurutnya, hal itu jelas menggambarkan kondisi memperihatinkan dari penegakan hukum di Tanah Air.
Hal ini disampaikan Kurnia dalam acara Sapa Indonesia Malam KompasTV, Jumat (13/6/2020).
• Penyerang Dituntut 1 Tahun Penjara, Novel Baswedan Ungkap Kejanggalan: Harus Disikapi dengan Marah
Kurnia mengatakan hukuman yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat tidak setimpal dengan apa yang sudah dilakukan oleh pelaku.
Terlebih objek yang menjadi korban adalah orang penting yakni sebagai penegak hukum di KPK untuk memberantas kasus korupsi.
"Ini merupakan dagelan dalam penegakan hukum, bayangkan penegak hukum yang bekerja di KPK sebagai penyidik, disiram air keras," ujar Kurnia.
Dirinya lantas mengungkit bagaimana sulitnya dalam membongkar pelaku dari kasus Novel Baswedan ini.
Yakni sampai dua tahun lebih, atau sejak April tahun 2017 silam.

Namun putusan yang diberikan kepada pelaku justru hanya setahun.
Ia kemudian menilai bahwa memang penegakan hukum dari kasus Novel Baswedan tidak dilakukan serius sejak dari awal.
"Waktu pencariannya dua tahun lebih tapi tuntutannya hanya satu tahun," jelasnya.
"Sehingga kita tiba pada satu kesimpulan bahwa kejaksaan sendiri tidak serius dalam menangani kasus ini," tegasnya.
• Nilai Tak Adil Terdakwa Penyiraman Air Keras Dituntut 1 Tahun, Novel Baswedan: Hukum Compang-camping
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan bahwa kejaksaan harusnya bisa menjadi contoh karena merupakan representasi sebuah negara dalam memerangi permasalahan.
Menurutnya, atas tuntutan yang dirasa sangat ringan tersebut, Kurnia menilai yang terjadi justru sebaliknya, yakni memberikan pembelaan kepada pelaku.
"Kejaksaan harusnya sebagai representasi negara dalam melakukan penuntutan sekaligus menjadi representasi bagi kepentingan korban, justru terlihat berpihak pada pelaku kejahatan," papar Kurnia. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Elfan)