Terkini Nasional
Sebut Buat Presiden Mundur Tak Mudah, Refly Harun: Saya Pribadi Tak Berharap Ada Presiden Jatuh Lagi
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa membuat presiden mundur dari jabatannya itu tidak mudah.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Lailatun Niqmah
Meski demikian, pakar berusia 50 tahun ini tetap memperingatkan soal gelombang besar yang terjadi pada 1965-1966 dan 1998 di mana Soekarno dan Soeharto diminta mundur.
"Hanya memang kita tidak bisa memprediksi gelombang besar seperti pada tahun 65, 66 lalu kemudian 98 itu semua sudah bukan wilayah ilmiah lagi."
"Itu bukan wilayah untuk analisis lagi, tapi itu suatu keadaan yang kita tidak mungkin menilainya sekarang karena itu adalah post waktu," ungkapnya.
Hal yang dikhawatirkan adalah jika gelombang-gelombang itu membesar hingga mengancam posisi presiden.
• Refly Harun Akui Diskusi Pemecatan Presiden yang Diikutinya Sensitif: Alhamdulillah Tak Apa-apa
"Maka saya katakan kita bisa menilai apakah suatu gerakan konstitusioanal atau tidak bisa berdasarkan basis konstitusi."
"Tetapi kalau gelombang tersebut membesar lalu muncul misalnya semacam gerakan tahun 98, gerakan 65, 66 kita tidak bicara lagi konstitusionalisme tapi kita bicara tentang gerakan ekstra konstitusional," ungkap dia.
Menurutnya gelombang itu sulit diprediksi.
"Nah gerakan ekstra konstitusional ini sifatnya post waktu dan itu tidak bisa lagi dinilai berdasarkan oleh basis kompetisi yang ada," katanya.
Meski demikian, Refly menegaskan dirinya bukan seseorang yang mendukung agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur.
"Hanya ketika menyampaikan materi dalam seminar tersebut, saya mengatakan, saya pribadi tidak berharap lagi ada presiden Republik Indonesia yang jatuh di tengah jalan," pungkasnya.
Lihat videonya mulai menit ke-6:42:
Bersyukur Tak Terjadi Apa-apa saat Diskusi 'Pemecatan Presiden'
Pada kesempatan yang sama Refly juga menjelaskan soal dirinya menjadi pembicara dalam seminar online tersebut.
Seminar online itu diikuti oleh Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat, Din Syamsuddin hingga Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.
Refly mengatakan bahwa dirinya juga sempat khawatir akan seminar itu.