Breaking News:

Virus Corona

Pihak Istana Ungkap akan Hati-hati dalam Penerapan New Normal: Belajar dari India dan Korea Selatan

Tenaga Ahli Utama KSP, Dany Amrul mengatakan bahwa pemerintah juga belajar dari negara lain dalam menerapkan New Normal.

Penulis: Mariah Gipty
Editor: Ananda Putri Octaviani
channel Youtube Apa Kabar Indonesia tvOne
Tenaga Ahli Utama KSP, Dany Amrul mengatakan bahwa pemerintah juga belajar dari negara lain dalam menerapkan New Normal. Hal itu disampaikan Dany Amrul melalui Apa Kabar Indonesia tvOne pda Senin (1/6/2020). 

"Kesadaran insan yang masuk di dalam ekosistem new normal tersebut," terang Dany.

Sementara yang ketiga, jelasnya, adalah komunikasi publik yang mudah dimengerti.

"Dan yang ketiga adalah komunikasi publik dengan narasa yang aplicable, yang mudah dimengerti, dan senantiasa digaungkan terus agar mengikuti konsistensi dari protokol kesehatan sebagai sistem dan juga alur-alur yang sudah ditetapkan," papar Dany.

Bahas Polemik New Normal, Hendri Satrio Singgung Kondisi Ekonomi: Kalau Gak Optimis Makin Terpuruk

Lihat videonya mulai menit ke-1:50:

 

 

Kritikan Pakar UI pada New Normal

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui akan menerapkan tatanan baru new normal.

Namun, Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengaku tak setuju dengan keputusan tersebut.

Dilansir TribunWow.com dari channel YouTube Kompas TV pada Sabtu (30/5/2020), hal ini dikarenakan Pandu Riono menilai data Covid-19 saja masih belum akurat.

Pakar Epidemiologi Pandu Riono menilai new normal belum dapat terlaksana maksimal jika indikator kesehatan belum terpenuhi, diunggah Jumat (30/5/2020).
Pakar Epidemiologi Pandu Riono menilai new normal belum dapat terlaksana maksimal jika indikator kesehatan belum terpenuhi, diunggah Jumat (30/5/2020). (Capture Youtube KompasTV)

 New Normal Segera Mulai, Ade Armando Sebut Rakyat Belum Dijelaskan: Masak Berharap Pak Jokowi?

"Sampai sekarang datanya tidak akurat, jadi tidak mungkin kita mau menghitung reproduction number, angka reproduksi ya kita singkat R, nah kalau RT kita sebut T, Tnya times, waktu."

"Kalau sekarang angka reproduksi angkanya berapa," kata Pandu.

Dijelaskannya, jika data yang digunakan untuk menerapkan New Normal belum akurat, maka hal ini akan berbahaya.

"Dan perhitungan itu mendasari data yang tersedia. Kalau datanya yang tersedia tidak akurat dan dipakai begitu saja oleh yang menghitung secara matematis akan  keluar angkanya."

"Pertanyaannya angkanya akurat tidak? Merefleksikan hal yang sesungguhnya tidak? Karena bisa berbahaya," imbaunya.

Pandu menuturkan, pemerintah bisa berencana apa saja namun belum tentu New Normal bisa dijalankan.

"Kalau persyaratan kesehatan belum terpenuhi, indikator itu tidak terpenuhi, The New Normal itu tidak akan berjalan."

"Mereka bisa mempersiapkan, mereka bisa merencanakan, tapi belum tentu bisa diemplementasikan," katanya.

 Ungkap Alasan Jokowi Segera Terapkan New Normal, Ali Ngabalin: Presiden Tak Mau Rakyatnya Kelaparan

Halaman
123
Tags:
JokowiNew NormalKantor Staf Presiden (KSP)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved