Breaking News:

Virus Corona

5 Penyebab Narapidana Lakukan Tindak Kriminal setelah Bebas, Terpepet Kebutuhan hingga Jaringan Baru

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret, Drajat Tri Kartono menyebutkan 4 kemungkinan yang menyebabkan para narapidana kembali melakukan kejahatan.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Ananda Putri Octaviani
NET
Ilustrasi Penjara 

TRIBUNWOW.COM - Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret, Drajat Tri Kartono menyebutkan 5 kemungkinan yang menyebabkan para narapidana kembali melakukan kejahatan setelah mendapatkan asimilasi.

Sejumlah narapidana dibebaskan dari beberapa rumah tahanan oleh pemerintah, melalui kebijakan asimilasi dan integrasi.

Langkah ini diambil untuk mengurangi potensi penyebaran Virus Corona karena adanya kelebihan kapasitas penampungan di dalam penjara.

Dampak Pandemi Virus Corona, Tindak Kriminalitas Makin Marak Terjadi, Peningkatan Hampir 20 Persen

Namun dalam beberapa minggu terakhir, dilaporkan terjadinya sejumlah tindak kejahatan yang ternyata diperbuat oleh para narapidana yang mendapat pembebasan tersebut.

Dilansir Kompas.com, Minggu (19/2/2020), Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret, Drajat Tri Kartono mengatakan bahwa beberapa narapidana tersebut kembali melakukan kejahatan dikarenakan sejumlah alasan sebagai berikut.

1. Tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan

Narapidana yang baru dibebaskan biasanya tidak memiliki pekerjaan karena telah ditahan sekian lama di penjara.

Belum lagi adanya kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah dipenjara karena adanya stigma dari masyarakat.

Sehingga sebagian dari para napi tersebut merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi mereka yang tidak memiliki tabungan.

Blak-blakan, Karni Ilyas Bahas Peluang Kerusuhan dan Penjarahan saat Corona: Makin Babak Belur Kita

"Nah di sinilah ada proses stigmatisasi yang kemudian membuat mereka kemudian terpepet melakukan kejahatan-kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendapatkan pengakuan," jelas Drajat.

Hal ini diperburuk dengan adanya masa pandemi Virus Corona yang berimbas pada lemahnya ekonomi masyarakat.

Keadaan ini bisa mendorong para napi tersebut kembali melakukan kejahatan untuk mempertahankan hidupnya.

2. Tidak ada efek jera

Drajat menuturkan bahwa hukuman yang diterima narapidana tersebut dinilai tidak membuatnya jera. Kondisi penjara menjadi salah satu faktor yang membuat narapidana tersebut tidak merasa jera.

Pasalnya, ketika ditahan, sejumlah napi tersebut ada yang masih bisa bergaul dengan baik, mendapat jatah makan teratur dan hal-hal lain yang membuatnya merasa betah.

"Hukuman pada dasarnya dipakai untuk membuat pelaku atau pelanggar hukum mengalami pengucilan. Represif bukan restitutif," ujar Drajat.

Kriminolog Soroti Kejanggalan Syarat Kemenkumham Bebaskan Napi: Semua Bisa Terjangkit Corona

Drajat menjelaskan bahwa represif artinya ditekan, dikucilkan, dan dijauhkan dari keluarga, teman-temannya, serta dunia luar supaya dia jera

"Nah rupanya hukuman seperti itu pada beberapa orang napi tidak membuatnya jera. Kenapa? Karena bisa jadi hukuman itu ternyata tidak menyulitkan dia," imbuhnya.

3. Belum adanya proses pembekalan

Sebelum dibebaskan, para narapidanya biasanya akan mendapatkan pembekalan untuk dapat bertahan hidup di masyarakat.

Proses moderasi tersebut diberikan untuk menyipakna para warga binaan sehingga dapat kembali beradaptasi dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Mereka akan diberi pembekalan dari segi hukum, budaya, ekonomi, mental dan spiritual.

"Penjara sebenarnya punya fungsi untuk melatih orang, tidak sekadar mengucilkan, tidak sekadar represif tapi juga melatih untuk dia ketika keluar dia siap," jelas Drajat.

Kebijakan pembebasan para narapidana tersebut diambil dnegan mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

Mereka dikeluarkan agar tidak tertular Virus Corona yang tengah merebak.

Sehingga ada kemungkinan proses pembekalan atau mediasi tersebut belum sepenuhnya selesai atau bahkan belum dilaksanakan.

Hal ini membuat para napi menjadi tidak bisa beradaptasi dengan dunia luar, sehingga mereka kembali melakukan kejahatan.

4. Pertukaran info dan penambahan jaringan baru

Adanya kemungkinan proses pertukaran informasi kriminal di dalam penjara membuat para narapidana semakin lihai dalam melakukan kejahatan.

Drajat mengungkapkan bahwa dalam bebrapa kasus, penjara tidak menjadi momok yang menakutkan bagi para penjahat.

Karena di dalam penjara, mereka bisa bergaul dan bisa mengenal napi lain dengan kasus kejahatan lebih berat.

Dengan adanya kenalan baru tersebut, mereka menciptakan jejaring baru dan bisa jadi menjadi lebih profesional saat keluar dari penjara.

"Ini harus bisa diputus di penjara," tegas Drajat.

5. Sifat bawaan

Seorang napi tidak jera melakukan kejahatan bisa jadi karena memang sudah memiliki sifat bawaan tersebut secara sosial dan individu.

Secara individu dimaksudkan bahwa sifat tersebut sudah ada pada dirinya dan merupakan sifat yang melekat.

Sementara secara sosial adalah tindak kriminal yang dilakukan karena terpengaruh lingkungan atau kontak dekatnya.

Sehingga apabila keluar dari penjara, narapidana dengan sifat bawaan tersebut akan sulit untuk berhenti melakukan kejahatan.

Tindak Kriminalitas Meningkat saat Pandemi

Tindak kriminalitas makin marak terjadi di berbagai daerah, tercatat sejak bulan Februari hingga Maret, jumlah gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) meningkat hingga hampir 20 persen.

Pada masa pandemi Virus Corona, risiko tindak kriminal di berbagai wilayah disebutkan mengalami peningkatan.

Sejumlah  berita yang beredar menyebutkan kejahatan seperti pencurian, pembegalan dan penodongan kerap terjadi sehingga meresahkan masyarakat.

Sebagian diantaranya dilaporkan dilakukan oleh para narapidana yang baru saja mendapatkan pembebasan dari pemerintah.

Disinyalir, pandemi Virus Corona yang menyebabkan sebagian masyarakat kesulitan mendapat penghasilan menjadi salah satu penyebab meningkatnya tindak kejahatan tersebut.

Dilansir tayangan iNews Siang, Senin (20/4/2020), gangguan Kamtibmas di Indonesia meningkat selama pandemi Virus Corona.

Faktor-faktor yang dapat mengganggu Kamtibmas antara lain adalah kejahatan, pelanggaran, bencana, dan beberapa jenis gangguan lainnya.

Grafik jumlah gangguan Kamtibmas di Indonesia, peningkatan tindak kejahatan menjadi faktor dominan selama bulan Februari hingga Maret, Senin (20/4/2020).
Grafik jumlah gangguan Kamtibmas di Indonesia, peningkatan tindak kejahatan menjadi faktor dominan selama bulan Februari hingga Maret, Senin (20/4/2020). (YouTube Official iNews)

Menurut data yang telah dihimpun Humas Mabes Polri, gangguan Kamtibmas yang paling tinggi di bulan Februari adalah tindak kejahatan yang dilaporkan mencapai jumlah 16.368 kasus.

Jumlah tersebut kemudian meningkat pada bulan Maret dengan jumlah kasus sebanyak 19.308 kasus.

Sementara itu, pelanggaran pada bulan Februari tercatat sebanyak 419 kasus, dan meningkat di bulan Maret menjadi sebanyak 936 kasus.

Bencana yang terjadi tercatat sebanyak 280 kasus pada bulan Februari dan menurun menjadi 222 kasus di bulan Maret.

Terakhir, gangguan lain yang tidak termasuk 3 faktor tersebut dilaporkan mencapai 344 kasus dan meningkat menjadi 379 kasus.

Diperoleh jumlah total gangguan Kamtibmas pada bulan Februari terjadi sebanyak 17.411 kasus dan meningkat pada bulan Maret menjadi 20.845 kasus.

Sehingga, persentase tingkat gangguan Kamtibmas yang didominasi oleh tindak kejahatan tersebut mengalami peningkatan sebanyak 19,72 persen dalam rentang waktu 1 bulan.

Seperti yang dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (20/4/2020), Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono menyampaikan adanya peningkatan kriminalitas tersebut.

"Untuk bulan Februari 17.411 kasus dan kemudian bulan Maret ada 20.845 kasus. Kasus itu meliputi kejahatan, pelanggaran, gangguan, dan bencana," jelas Argo.

Total gangguan Kamtibmas pada bulan Februari terjadi sebanyak 17.411 kasus dan meningkat pada bulan Maret menjadi 20.845 kasus, Minggu (20/4/2020).
Total gangguan Kamtibmas pada bulan Februari terjadi sebanyak 17.411 kasus dan meningkat pada bulan Maret menjadi 20.845 kasus, Minggu (20/4/2020). (YouTube Official iNews)

Tak Setuju Kriminalitas Meningkat di Tengah Corona, Kriminolog UI Sebut Sebaliknya, Ini Alasannya

Menurut penuturanya, terjadi peningkatan gangguan terhadap orang seperti misalnya kehilangan, penemuan mayat, kebakaran, kecelakaan, dan peristiwa bunuh diri.

Oleh karena itu, pihak kepolisian telah melakukan penanganan secara preventif seperti memberi imbauan pada masyarakat.

"Kami memberikan imbauan kepada masyarakat, baik melalui media sosial, spanduk, public address, ada leaflet, itu yang kita lakukan, jadi imbauan-imbauan ini ada 66.321 kali," jelasnya.

Argo juga menyebutkan bahwa polisi telah melakukan patroli gabungan berskala besar bersama TNI dan memberi edukasi pada masyarakat.

Penindakan secara hukum juga diberlakukan pada mereka yang melanggar, hal ini sebagai upaya terakhir setelah upaya pencegahan tidak diidahkan.

"Tentunya ini akan dilakukan terakhir berkaitan dengan represif," tandas Argo.

Lihat tayangan selengkapnya dari menit pertama:

(TribunWow.com/Via)

Tags:
NapiNarapidanaKriminal
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved