Breaking News:

Konflik RI dan China di Natuna

Soal Masalah Natuna, Pengamat Sarankan Menlu Koordinasi dengan Negara ASEAN Lain

Menurut pengamat hubungan internasional, Menlu harus berkoordinasi dengan negara-negara ASEAN dalam menghadapi China.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
Capture Youtube KompasTV
Pengamat hubungan internasional Aleksius Jemadu di KompasTV, Selasa (7/1/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Menanggapi instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan tidak ada tawar-menawar soal Natuna, pengamat hubungan internasional Aleksius Jemadu mengatakan perlu ada langkah koordinasi dengan negara lain.

Dalam acara Kompas Petang di KompasTV, Aleksius Jemadu menyarankan agar Menlu segera menghubungi negara ASEAN lainnya untuk membahas tindakan konfrontasi China.

"Jadi saya berharap Menlu mengambil inisiatif untuk kontak negara-negara lain. Karena kalau Indonesia bisa ditekan, sementara ini dalam proses pembahasan Code of Conduct, itu nanti mungkin China dalam rangka menekan Indonesia supaya Code of Conduct menguntungkan China," kata Aleksius, Selasa (7/1/2020).

Proses penangkapan kapal Vietnam di Natuna, Kepulauan Seribu.
Proses penangkapan kapal Vietnam di Natuna, Kepulauan Seribu. (Press Conference Menteri Kelautan dan Perikanan)

TNI Kerahkan Jet Tempur F-16 di Natuna, Sebut China Lakukan Provokasi untuk Memancing Indonesia

"Jangan lupa, di Laut China Selatan, China sudah punya kontrol de facto. Dengan infrastruktur militer yang dia bangun di pulau-pulau yang disengketakan itu," lanjutnya.

Menurutnya, konfrontasi ini tidak boleh dibiarkan karena akan berdampak buruk bagi kawasan ASEAN.

"Kita katakan kepada mereka, kalau dibiarkan, ini preseden yang tidak baik bagi kawasan Asia Tenggara. Bahwa ada suatu negara besar yang memaksakan kehendaknya, terang-terangan melawan suatu hukum internasional. Tidak bagus itu untuk ASEAN," jelas Aleksius.

Ia menyebutkan satu dari beberapa alasan ASEAN dibentuk adalah untuk menghadapi negara-negara besar yang ingin mengambil keuntungan dari wilayah ASEAN.

"ASEAN adalah platform regional yang dimaksudkan oleh anggota-anggotanya termasuk Indonesia justru untuk menghadapi negara-negara besar yang dengan sesuka hati ingin berperang di Asia Tenggara," kata Aleksius.

"Kita tidak bisa terima itu. Kita hanya bisa terima kerja sama untuk kemakmuran bersama, keamanan bersama. Jangan kita tingkatkan ini ke arah militer, tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan," tegasnya.

Soal Pengerahan Nelayan Pantura ke Natuna, Ketua Himpunan Nelayan Sindir Menteri KKP Sebelumnya

Menurut Aleksius, Indonesia harus menyadarkan negara-negara tetangga akan pentingnya persoalan ini sebagai masalah bersama.

"Selama ini 'kan kita bergerak sendiri. Saya kita sudah tiba saatnya kita mengajak juga negara ASEAN lainnya, ini persoalan kita bersama," kata Aleksius.

Ia menyebutkan keberadaan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sangat penting untuk negara-negara kepulauan, sehingga pelanggaran ZEE oleh negara lain akan sangat merugikan.

"Ini ZEE untuk negara-negara kepulauan seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, itu sangat penting. Seandainya ada satu negara besar yang bisa berbuat sesukanya di situ, ini unacceptable. Tidak bisa kita terima," jelas Aleksius.

Kapal China Enggan Tinggalkan Natuna, Salim Said Singgung Tindakan Tegas: Senjata yang akan Bicara

Alasan China Mengincar Natuna

Dalam acara yang sama, hadir pula anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Christina Aryani.

Menurut Christina, Indonesia harus dapat memilah apakah ini persoalan hukum yang perlu ditindak secara hukum juga.

"Kita harus bedakan. Kalau memang ada pelanggaran yang sifatnya hukum, ya penindakan hukum adalah salah satu jalan keluarnya," kata Christina.

Ia juga menjelaskan beberapa kemungkinan alasan China masuk ke wilayah Indonesia.

"Kalau soal motif, pasti ada benefit kenapa mereka mau melakukan itu. Kita dengar perairan Natuna ini merupakan nomor 12 penghasil ikan terbesar. China juga katanya sedang menghadapi kesulitan ketahanan pangan. Jadi memang ada motif bagi mereka," katanya.

Menurut Christina, kapal-kapal China tetap nekat memasuki perairan Indonesia meskipun penjagaan sudah diketatkan.

"Pada 2016 ini pernah terjadi. 2017 sepertinya absen, sampai 2019. Lalu ini terjadi, menjadi perhatian semua orang, meningkatkan pengawasan di situ, tapi kok ya masih di situ," jelasnya.

Masalah Natuna juga sempat Memanas di Tahun 2016, Jokowi Langsung Datang dan Rapat di Kapal Perang

Ia menegaskan harus ada penegasan soal wilayah yang dikuasai Indonesia, yakni dengan hadir di daerah tersebut.

"Indonesia kan negara kepulauan dengan laut yang luas. Dengan segala keterbatasan kita, kita harus menunjukkan adanya penguasaan efektif. Kita pernah kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan karena kita tidak bisa membuktikan memiliki penguasaan di situ," katanya.

"Jangan sampai kasus itu terjadi lagi di pulau-pulau yang lain," tegas Christina.

Mengenai saran yang akan diberikan kepada pemerintah, Christina menyebutkan akan memberikan tugas penjagaan kepada Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Ada yang namanya Bakamla. Mereka bisa melakukan fungsi seperti coast guard. Itu harus kita dukung penuh agar bisa melakukan tugas pengawasan yang efektif," jelas Christina.

Ia mengatakan akan mendorong nelayan untuk melaut terutama di batas terluar Indonesia untuk menunjukkan kehadiran negara.

"Selain itu kita juga harus mendorong nelayan-nelayan kita untuk pergi melaut ke daerah-daerah ini supaya kelihatan, Indonesia memang berhak. Mereka ada presence-nya di situ," katanya.

Menurut Christina, cara tersebut akan efektif dan dapat menjadi bukti apabila suatu saat terjadi perselisihan.

"Itu efektif untuk menunjukkan penguasaan. Karena ketika kita berbicara dispute (perselisihan), pembuktiannya dari mana? Ini akan menjadi key point yang akan dilihat," terangnya.

Lihat videonya dari menit 5:40

Soal Konflik di Natuna, Media Asing Beberkan Pernyataan Pengamat Asal China, Singgung Impian Jokowi

(TribunWow.com/Brigitta Winasis)

Sumber: Kompas TV
Tags:
NatunaKonflik RI dan China di NatunaASEANChinaKementerian Luar Negeri (Kemenlu)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved