Dewan Pengawas KPK
Bahas UU KPK, Artidjo Alkostar Ungkit Cacat Pasal Terdahulu: Banyak Orang Menderita karena Hal Itu
Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar menanggapi soal dampak keberadaan Dewas terhadap kekuatan lembaga antirasuah tersebut
Penulis: anung aulia malik
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi yang melahirkan Dewan Pengawas (Dewas) menuai kritik, karena dianggap memperlemah kinerja lembaga antirasuah tersebut.
Menanggapi hal itu, Anggota Dewan Pengawas KPK Artidjo Alkostar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi setelah adanya revisi UU KPK tersebut.
Dilansir TribunWow.com, Artidjo enggan mempermasalahkan soal perdebatan melemahkan atau memperkuat.
• YLBHI Pertanyakan Peran Dewas jika KPK akan Banyak Pencegahan daripada Penindakan: Maling Dibiarin?
"Saya kira maksudnya bukan memperlemah dan memperkuat," kata Artidjo dalam acara OPSI METRO TV, Senin (23/12/2019) .
Ia memfokuskan kepada fungsi dari UU KPK tersebut.
Menurut Artidjo UU KPK hadir sebagai solusi untuk membenahi beberapa pasal yang dirasa masih memiliki kekurangan.
"Saya kira ada pasal-pasal yang harus diluruskan, yang menurut undang-undang itu perlu adanya yang standar umum yang dipahami oleh orang," ujar Artidjo.
Artidjo kemudian mencontohkan soal peraturan lama yang saat ini sudah dibenahi, satu di antaranya adalah terkait pengeluaran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Secara undang-undang juga, tentu tentang tidak ada SP3, tentang penyadapan, ini sudah dinormalkan menurut saya," katanya.
Mantan Hakim Mahkamah Agung tersebut menjelaskan banyak orang yang menjadi korban karena adanya pasal-pasal yang memiliki kelemahan di KPK.
"Ternyata banyak orang yang jadi menderita karena hal itu," tutur Artidjo.
Artidjo kemudian mencontohkan sebuah kasus korban dari pasal yang belum sempurna tersebut.
Ia mencontohkan status tersangka korupsi seseorang yang terus menempel pada orang tersebut tanpa ada proses hukum yang jelas, dan kemudian mati dengan menyandang status tersangka korupsi.
"Misalnya seorang pejabat tertentu itu dijadikan tersangka sampai meninggal dunia," terang Artidjo.
"Supaya ada batasan, supaya kekuasaan tidak terbatas itu diluruskan oleh undang-undang," tambahnya.
Artidjo mengibaratkan pemberian status tersangka tersebut seperti situasi dimana orang itu disandera selama seumur hidup.
Ia juga menegaskan kasus semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jadi orang kalau disandera terus seumur hidup, itu melanggar HAM," jelas Artidjo.
• Tuding Pembentukan Dewas KPK Ada Maksud Lain, Feri Amsari: Jangan Bicara Dewas di Era Jokowi Saja
Lihat videonya di bawah ini mulai menit 8.00:
Artidjo Alkostar Bahas Syarat dan Target Sadap
Sebelumnya, Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar telah menjelaskan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh lembaga KPK jika ingin melakukan penyadapan.
Dilansir TribunWow.com, mulanya Artidjo bercerita soal kompetensi yang dimiliki oleh Anggota Dewas KPK.
"Kita terutama hakim, saya mungkin Bu Albertina dan juga yang lain sudah tahu tentang standar minimal tentang penahanan, penyitaan," ujar Artidjo di acara OPSI METRO TV, Senin (23/12/2019).
• Jawab Keraguan Keberadaan Dewas, Dini Purwono: Presiden Jokowi Sayang dengan KPK
Artidjo mengatakan tidak perlu meragukan kompetensi para anggota Dewas KPK, karena memang sudah berkecimpung di dunia hukum dalam waktu yang cukup lama.
"Itu sudah diatur dalam KUHP dan hukum-hukum acara di Undang-Undang tindak pidana korupsi, sudah makanan kita," katanya.
Ia kemudian mengatakan KPK harus menaati aturan-aturan yang berlaku tentang cara memperoleh bukti dan menjalani proses hukum.
"Jadi tidak boleh KPK itu keluar dari itu," kata Artidjo.
"Misalnya bukti ini sah ndak diperoleh, dia melakukan hal berlebihan atau tidak," tambahnya.
Artidjo kemudian merujuk kepada kejadian-kejadian yang sering terjadi dimana KPK digugat melalui pra-peradilan oleh pihak yang dijadikan tersangka.
Menurut Artidjo, terjadinya pra-peradilan terhadap KPK merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan.
"Jadi masalahnya kalau KPK sekarang ini di pra-peradilan kan, justru di situ masalahnya," katanya.
• Pertanyakan Kenapa Hanya Kambinghitamkan KPK, YLBHI: Bagaimana dengan Pengawasan DPR?
Penyadapan
Seusai membahas soal kompetensi Anggota Dewas KPK dan permasalahan di lembaga antirasuah tersebut, Artidjo beralih membahas soal fungsi pemberian izin penyadapan.
Artidjo menjawab keraguan masyarakat soal perizinan penyadapan yang diragukan akan memakan waktu lama.
Ia mengatakan dirinya bersama Anggota Dewas KPK yang lain akan membentuk sistem yang dapat memaksimalkan efisiensi dan efektivitas pemberian izin.
"Saya kira dengan sistem yang ada akan membentuk sistem yang sangat cepat, sangat tepat dan saya kira itu sudah menjadi acuan standar minimal yang harus dipenuhi," papar Artidjo.
"Akan secepatnya sistem yang akan kita bangun," tambahnya.
Artidjo juga mengatakan kelima Anggota Dewas akan bekerja secara bersama.
"Iya kolektif kolegial," katanya.
Ia juga membantah terkait tudingan soal fungsi pemberian izin penyadapan milik Dewas KPK yang dikaitkan dengan tindakan menghalang-halangi proses hukum.
Fungsi pemberian izin penyadapan yang dimiliki oleh Dewas menurut Artidjo justru ada untuk menghilangkan keresahan di masyarakat.
Keresahan yang menurutnya timbul dari rasa was-was adanya penyalahgunaan kekuasaan di tubuh KPK.
Artidjo menegaskan kehadiran Dewas adalah untuk mengatasi terjadinya penyalahgunaan kekuasan yang terjadi di KPK.
"Tidak, justru kita ini untuk menegakkan justice/keadilan supaya kekuasaan itu tidak disalahgunakan, jadi keresahan masyarakat selama ini kan ada penyalahgunaan kewenangan, makannya hukumnya diubah," katanya.
• Tantang Jokowi Keluarkan Perpres, Feri Amsari: Ada Potensi Dewas akan Membuat KPK Tewas
Target Penyadapan
Kemudian Artidjo menjawab soal target penyadapan.
Sebagai Anggota Dewas, Artidjo menyerahkan kepada KPK siapa yang ingin disadapnya, bahkan ketika orang yang ingin disadap merupakan anggota lembaga antirasuah itu sendiri.
"Itu terserah KPK, yang menyadap kan KPK," kata Artidjo.
Artidjo mengatakan ketika ingin melakukan penyadapan tetap ada prosedur yang harus dipenuhi.
Syarat yang dijelaskan oleh Artidjo ketika ingin melakukan penyadapan di antaranya adalah terkait barang bukti yang ditemukan KPK.
"Kalau benar dan tidak benarnya kita uji dengan standar minimal, penemuan yang menurut hukum, barang bukti ditemukan menurut prosedur hukum, itu harus dipenuhi," papar Artidjo.
Artidjo juga menegaskan pemberian izin tidak akan memakan waktu lama.
"Ndak, dengan sistem yang baru ini semuanya akan dengan bekerja cepat," ujarnya.
Tolok Ukur Pemberian Izin
Artidjo lanjut menjelaskan soal apa syarat yang harus dipenuhi agar Dewas KPK mau memberi izin penyadapan.
Menurutnya hal terpenting adalah cara memperoleh barang bukti harus dilakukan sesuai aturan dan hukum yang berlaku.
"Itu tentu standar hukum, barang bukti minimal yang sah menurut hukum, jadi barang bukti itu yang harus diperoleh secara sah," papar Artidjo.
"Jadi dengan demikian standarnya itu sudah ada dalam hukum acara pidana," imbuhnya.
• Bahas soal Dewas KPK, Artidjo Alkostar Singgung Orang Jadi Tersangka Korupsi Tanpa Proses yang Jelas
(TribunWow.com/Anung Malik)