Breaking News:

Terkini Nasional

Grasi Jokowi Bukan Toleransi Korupsi, Praktisi Hukum Firman Wijaya Ungkap Maksud Pemberian Ampunan

Praktisi Hukum Firman Wijaya menjelaskan mengapa Jokowi menggunakan hak Grasinya terhadap koruptor

Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
YouTube KOMPASTV
Praktisi Hukum Firman Wijaya menjelaskan mengapa Jokowi menggunakan hak Grasinya terhadap koruptor 

TRIBUNWOW.COM - Praktisi Hukum Firman Wijaya menjelaskan alasan di balik langkah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menggunakan hak Grasi miliknya.

Ia mengatakan hal tersebut dilakukan oleh Jokowi untuk membuktikan bahwa hukum di Indonesia juga memerhatikan sisi kemanusiaan yang menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM).

Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Selasa (10/12/2019), mulanya Firman menegaskan dirinya tidak setuju dengan pernyataan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun.

Peneliti ICW Tama Langkun Ungkap Perlakuan Pemerintah terhadap Koruptor: Negara Ini Sedang Melunak

Ia membantah pernyataan Tama yang mengatakan bahwa langkah pemerintah sedang melunak terhadap tindak pidana korupsi dan koruptor.

"Saya kritik keras pandangan Bung Tama, bahwa negara bertoleransi terhadap korupsi," kata Firman.

Firman kemudian sekilas menjelaskan bahwa keadilan memang sangat sulit untuk diwujudkan secara sepenuhnya.

"Kalau bagi saya sederhana saja bahwa bermimpi untuk keadilan saja sulit, apalagi mewujudkannya," ujar Firman.

Firman kemudian menjelaskan maksud di balik Jokowi yang menggunakan hak Grasinya.

Menurutnya ada pertimbangan dari sisi kemanusiaan dalam langkah pengambilan hak Grasi tersebut.

"Jadi kehadiran presiden memberikan grasi itu, itu sebenarnya menggambarkan harapan, pengadilan itu termasuk hakim di dalamnya tidak hanya pengabdi hukum tapi pengabdi kemanusiaan," paparnya.

Firman mengatakan pemerintah berusaha memberikan citra bahwa sistem keadilan di Indonesia masih mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

"Simbol negara melalui representasi pengadilan, bahwa dia akan melahirkan putusan-putusan tidak saja sebagai mesin penghukuman, tapi justru pengabdi kemanusiaan," jelas Firman.

"Karena itulah kenapa ada instrumen Grasi, adalah bagian dari negara untuk memastikan ketika fungsi penegakkan hukum sudah ke luar atau melampaui batas-batas toleransinya," tambahnya.

Firman mengataan wajar bagi presiden untuk menggunakan hak Grasi.

"Maka wajar saja negara melalui kekuasaan presiden untuk melakukan veto," katanya.

Peneliti ICW Tama S. Langkun yang sebelumnya telah memaparkan pandangannya soal posisi pemerintah terhadap korupsi, menyatakan ketidaksetujuannya dengan pendapat Firman Wijaya.

Tama kemudian memaparkan fakta hukuman koruptor yang menurutnya terlalu ringan dibandingkan kerugian yang telah ditimbulkan oleh korupsi yang dilakukan.

"Ada angka misalnya dalam beberapa tahun terakhir, rata-rata kalau orang dihukum karena perkara tindak pidana korupsi itu hanya 2 tahun 3 bulan, di tingkat pertama," jelas Tama.

"Kemudian naik lagi sampai ke Mahkamah Agung menjadi 5 tahun 7 bulan."

"Sekarang pertanyaannya bagaimana mungkin kerugian negara yang sampai triliunan, sampai ratusan miliar, sanksi pidananya itu rata-rata hanya 2 tahun 3 bulan," tambahnya.

Presiden Jokowi Sebut Hukuman Mati Belum Ada di UU, PKS: Jangan Hanya Retorika Saja Ya

Video dapat dilihat di menit 10.36

Alasan Jokowi Berikan Grasi untuk Annas Maamun

Presiden Jokowi baru saja mengabulkan permohonan grasi dari terpidana korupsi kasus alih fungsi lahan di Riau, Annas Maamun.

Dilansir TribunWow.com dari tayangan YouTube KOMPASTV, Kamis (28/11/2019), Jokowi pun membeberkan alasan di balik pemberian grasi ini.

"Kenapa itu diberikan? Karena dari pertimbangan MA (Mahkamah Agung) seperti itu, pertimbangan dari Menko Polhukam juga seperti itu," beber Jokowi seusai melepas kontingen SEA Games 2019 di Istana Bogor, Rabu (27/11/2019).

 Soal Grasi Presiden ke Annas Maamun, Politisi PDIP I Wayan Sudirta: Pasti Ada Sesuatu yang Istimewa

Tak hanya itu, ada alasan lain yang menjadi pertimbangan presiden dalam pemberian grasi ini.

"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. Sehingga, dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," kata Jokowi.

Saat ditanya mengenai komitmen pemberantasan korupsi yang nantinya akan dikhawatirkan oleh masyarakat, Jokowi mengatakan grasi hanya diberikan sesekali.

"Nah kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, itu baru, silahkan dikomentari," jawab Jokowi.

Sebelumnya, Jokowi juga mengatakan tidak semua grasi yang diajukan dapat dikabulkan oleh presiden.

"Tidak semua yang diajukan kepada saya itu dikabulkan, coba dicek, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun, yang dikabulkan berapa, dicek betul," ucap Jokowi.

Namun, keputusan ini menuai polemik dari sejumlah pihak.

Misalnya saja dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan kritik keputusan presiden
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan kritik keputusan presiden (YouTube KOMPASTV)

ICW Pertanyakan Grasi Presiden Jokowi untuk Annas Maamun: Ini yang Disebut Kekhususan?

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan mengatakan, pihaknya merasa kecewa atas putusan presiden tersebut.

"Pada dasarnya kita pasti kecewa, dan tidak salah jika masyarakat justru mengecam Keppres tentang grasi yang diberikan oleh presiden terhadap terpidana korupsi Annas Maamun," ujar Kurnia Ramadhan.

Ia mengatakan alasan kemanusiaan yang dikemukakan oleh Jokowi tidak jelas tolok ukurnya.

Tak hanya itu, Kurnia menilai negara seharusnya melakukan hal lain, selain memberikan grasi.

"Kenapa harus diberikan dengan tolok ukur kemanusiaan? Seandainya sakit-sakitan, yang harus dilakukan negara adalah memberikan fasilitas kesehatan yang mumpuni agar yang bersangkutan bisa pulih kembali," papar Kurnia.

"Pertanyaan sederhananya adalah apakah dengan dikurangi hukumannya setahun orang itu langsung sehat?"

Kurnia lalu mengatakan, dengan pemberian grasi ini lantas membuat komitmen Jokowi untuk memberantas korupsi dipertanyakan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan, pihaknya sudah menerima surat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Dirjen Lapas.

Dalam surat tersebut, jaksa dari KPK diminta untuk melaksanakan keputusan.

"Pasti dilaksanakan oleh KPK," kata Laode M Syarif.

Namun saat itu, ia mengatakan pihaknya belum menerima alasan dibalik pemberian grasi tersebut.

"Tetapi pada yang sama, kami belum menerima informasi apa alasan dari pemerintah untuk menetapkan Pak Annas Maamun untuk menerima grasi," ujar Laode M Syarif.

Keputusan presiden ini juga direspons oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa.

Ia menilai, tindakan Jokowi ini tidak sesuai dengan prinsipnya dalam memberantas korupsi.

"Tidak sensitif dengan pemberantasan korupsi, berbanding terbalik dengan statement beliau tentang pemberantasan korupsi," ucapnya.

Soal Hukuman Mati, Sufmi Dasco Minta Jokowi Maklumi Korupsi Kecil-kecilan: Kan Juga Ada Kekhilafan

Lihat video selengkapnya mulai menit awal:

 (TribunWow.com/Anung Malik/Fransisca Mawaski)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
JokowiGrasiKasus KorupsiAnnas MaamunIndonesia Corruption Watch (ICW)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved