Terkini Nasional
ICW Pertanyakan Grasi Presiden Jokowi untuk Annas Maamun: Ini yang Disebut Kekhususan?
ICW tanyakan soal alasan Presiden Jokowi berikan grasi pada Annas Maamun.
Penulis: Fransisca Krisdianutami Mawaski
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti grasi yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada mantan Gubernur Riau Annas Maamun.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhan mengatakan, kasus yang membelit Annas Maamun tak hanya merugikan negara dalam bentuk uang, tetapi juga lingkungan.
Dilansir TribunWow.com, Jokowi memberikan grasi pengurangan masa tahanan 1 tahun, dari 7 tahun penjara menjadi 6 tahun penjara.
• Politisi Gerindra Arief Poyuono Kritik Stafsus Presiden soal Polemik Pemberian Grasi: Model Apaan?
"Apakah seseorang yang melakukan kejahatan korupsi seperti ini, bahkan KPK sudah mengembangkan dan menetapkan satu korporasi juga sebagai tersangka," papar Kurnia Ramadhan seperti yang dikutip dari program Sapa Indonesia Malam, Rabu (27/11/2019).
"Ini yang dipandang sebagai kasus hukum privilege, atau kekhususan sehingga harus diberi pengurangan hukuman?"
Atas tindakan presiden tersebut, Kurnia lalu menilai Jokowi tidak menganggap tindakan korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
Namun, pernyataan Kurnia ini disanggah oleh Politisi PDIP I Wayan Sudirta.
Wayan mengatakan pernyataan yang dilontarkan Kurnia merupakan asumsi belaka.
Ia menganggap wajar pernyataan dari Kurnia itu.
Anggota Komisi III DPR RI itu meyakini, Jokowi tak seperti yang dipikirkan oleh Kurnia.
"Saya yakin sekali Jokowi tak seperti itu, karena di situ ada Teten Masduki yang sangat antikorupsi, pasti dia diminta pertimbangan," ujar Wayan.
Mendengar hal tersebut, Kurnia lalu menyanggahnya.
Ia kemudian membeberkan sikap Jokowi selama ini yang menurutnya bertentangan dengan janjinya yang ingin memberantas korupsi.
"Faktanya, Jokowi merestui orang yang tak patuh melaporkan harta kekayaannya duduk menjadi lima komisioner KPK ke depan," tutur Kurnia.
"Kedua, Pak Jokowi beserta teman-teman Pak Wayan di DPR membuat Undang-Undang KPK yang baru."