Demo Tolak RKUHP dan RUU KPK
Puisi Kekhawatiran oleh Sastrawan Puthut EA, saat Dandhy Laksono dan Ananda Badudu Ditangkap Polisi
Seorang sastrawan, Puthut EA ikut menyayangkan penangkapan oleh aktivis Dandhy Dwi Laksono dan Musisi Ananda Badudu oleh Polda Metro Jaya.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Ananda Putri Octaviani
Ia menilai, penangkapan sutradara film sekaligus jurnalis merupakan pembungkaman pada pegiat informasi.
"Penangkapan ini merupakan bentuk pembungkaman bagi pegiat informasi, dan teror bagi pembela hak asasi manusia," ujar Alghifari setelah menemani Dandhy menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (27/9/2019)
• Tanggapi Penangkapan Dandhy Laksono, Komedian asal Papua Mamat Alkatiri Peringatkan Arie Kriting
Selain itu, Alghifari juga meminta agar polisi menghargai Hak Asasi Manusia (HAM)
Apalagi, HAM dilindungi oleh konstitusi RI.
Sekali lagi, Alghifari meminta agar para jurnalis yang ada di Papua untuk tidak dihalang-halangi dalam menulis berita.
"Orang-orang yang menyuarakan informasi dari Papua seperti Dandhy justru ditangkap dan dipidanakan," ujar dia.
Dhandy ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka lantaran mencuit masalah Papua di akun media sosialnya.
Akibatnya, Dandhy terancam dipidana dengan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik tentang penyebaran ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Penangkapan Ananda Badudu
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (27/9/2019), Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana mengatakan, Ananda dijemput polisi dari tempat tinggalnya.
Ia dijemput pada pukul 04.25 WIB di Gedung Sarana Jaya, Jalan Tebet Barat IV Raya, Jakarta Selatan.
"(Pukul) 04.00 WIB, Ananda Wardhana Badudu sedang tertidur di losnya. (Pukul) 04.25 WIB ada tamu menggedor-gedor pintu kamar, lalu dibuka oleh kawan Nanda," kata Puri, Jumat (27/9/2019) pagi.
Disebutkannya ada empat ornaqg tamu yang merupakan penyidik Polda Metro Jaya yang dipimpin polisi bernama Eko.
Dikatakannya saat itu Eko menunjukan kartu dan lencana polisi.
Namun ketiga rekan lainya tak menggunakan seragam dan tak menunjukan identitas.