Pemilu 2019
Perantau yang Tak Sempat Urus Pindah Memilih Terancam Kehilangan Hak Suara di Pemilu 2019
Dari daftar pemilih tambahan yang berjumlah sekitar 800.000 orang, diperkirakan masih ada calon pemilih yang terancam tak dapat menggunakan hak pilih.
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Dari daftar pemilih tambahan yang berjumlah sekitar 800.000 orang, diperkirakan masih ada calon pemilih yang terancam tak dapat menggunakan hak pilihnya, yakni para perantau yang mencakup pelajar dan mereka yang bekerja di luar daerah tempat tinggal.
Elly, ibu berusia 56 tahun, mendatangi KPUD Jakarta Selatan, Senin (08/04).
Dia ikut antre bersama puluhan orang lainnya. Mereka umumnya perantau yang ingin mendapatkan hak pilih pada pemilu 17 April mendatang.
Di belakang meja, petugas KPUD Jakarta Selatan, Faisal, memaparkan aturan pendaftaran hak pilih berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
• Dampak Putusan MK terkait Pemilu 2019, KPU Tambah TPS hingga Pemilih Pindah Tempat Pemungutan Suara
"Ibu hanya bisa mencoblos sesuai dengan (alamat) KTP-nya, misal alamat di Medan, berarti harus di Medan," katan Faisal kepada Elly sebagaimana dilaporkan wartawan Muhamamd Irham untuk BBC News Indonesia.
Faisal juga menunjuk surat putusan MK yang ditempel di pintu masuk pendaftaran. Di situ, tertulis pemilih dengan kondisi tertentu yang hanya bisa melakukan pendaftaran hingga 10 April mendatang, yakni pindah alamat karena sakit, terjerat pidana, terkena musibah bencana alam dan dinas/tugas luar kota.
Mereka yang tidak memenuhi kondisi tersebut tidak bisa menggunakan hak pilihnya di daerah rantau. Sebab, aturan tentang pendaftaran perantau di luar kondisi tertentu sudah tutup sejak 16 Maret lalu.
Tapi Elly tidak tahu soal itu. Ia ke Jakarta untuk menemani suaminya yang sedang sakit.
"Suami saya habis berobat di Jakarta, terus belum kembali lagi ke domisili saya di Yogyakarta. Jadi saya mau nyoblos di sini, tapi ternyata sudah terlambat," katanya dengan nada lemah sambil perlahan menuruni anak tangga.
Bukan hanya Elly, Sri Wahyuni terpaksa pulang tanpa hasil. Padahal, ibu berusia 66 tahun itu sudah bersemangat ingin mendaftarkan asisten rumah tangganya (ART) agar bisa memilih di Jakarta, tanpa harus pulang kampung ke Jawa Tengah.
• Pakai Baju Putih Senada dengan Megawati, Ahok Ingin Pastikan Hal Ini dalam Pemilu 2019
"Karena ART itu kalau mau pulang, kan sebentar lagi puasa. Puasa lebaran. Dia kan, dana-nya nanti sia-sia kalau pulang dua kali," kata Sri.
Hak suara lainnya yang terancam hangus adalah milik mahasiswa perantau di Jakarta, Hafizah. Mahasiswa asal Sumatera Barat ini tak bisa lagi menggunakan hak suaranya karena tidak masuk dalam kondisi tertentu.
Hafizah juga mengungkapkan putusan MK tidak adil bagi pelajar yang menempuh pendidikan di daerah rantau. Sebab, MK memutuskan mengakomodasi para pekerja formal yang bekerja di luar kota untuk mendaftar hingga 10 April mendatang, tapi tidak untuk pelajar.
"Kurang adil sih, karena kan, yang mahasiswa udah punya hak untuk memilih. Jadi, kenapa semua tidak disamaratakan saja haknya?" tanya Hafizah.
Seperti apa kritik terhadap putusan MK?