Terkini Internasional
Mengaku Dapat Pelecehan Seksual, Aktivis Mesir Amal Fathy Justru Ditahan
Pengadilan tinggi Mesir mengukuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap pegiat hak perempuan Amal Fathy, yang mengkritik pemerintah ...
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pengadilan tinggi Mesir mengukuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap pegiat hak perempuan Amal Fathy, yang mengkritik pemerintah karena tak menangani pelecehan seksual.
Fathy didakwa karena menyebarkan hoaks pada bulan Mei lalu setelah mengunggah video yang berisi pengalamannya sendiri.
Ia dijatuhi hukuman penjara dua tahun pada September lalu namun hukuman ditunda menunggu banding pengadilan tinggi.
Keputusan pengadilan tinggi muncul beberapa hari setelah Aman dibebaskan dengan jaminan terkait kasus lain.
Suaminya, Mohamed Lotfi, kepala badan Hak dan Kebebasan Mesir mengatakan Amal dapat ditahan lagi "kapan pun".
• Daftar Hari Libur Nasional Tahun 2019, Termasuk Cuti Bersama hingga Hari Kejepit Nasional
Amal Fathy, ibu beranak satu yang berumur 34 tahun, adalah mantan aktivis, yang berada di garis depan pada kerusuhan menentang Presiden Hosni Mubarak pada 6 April 2011.
Ia ditahan di Kairo, dua hari setelah mengunggah video berdurasi 12 menit di Facebook, berisi pengalamannya menghadapi pelecehan seksual dua kali dalam satu hari.
Ia mengecam pemerintah karena tidak melindungi perempuan.
Amal juga mengkritik memburuknya perlindungan hak asasi, kondisi seosial ekonomi dan fasilitas umum.
Ia dihukum empat bulan kemudian karena "menyebarkan hoaks yang membahayakan keamanan nasional."
• Update Korban Longsor di Sukabumi Terus Bertambah, Tim SAR Temukan 15 Orang Tewas, 20 Korban Hilang
Hakim menjatuhi hukuman dua tahun penjara dan pelaksanaan ditunda menunggu banding. Ia juga harus membayar uang jaminan dan denda.
Walaupun telah membayar uang jaminan dan denda, Amalam tetap ditahan karena menghadapi dakwaan lain termasuk "anggota satu kelompok teroris."
Suaminya mengatakan mereka tidak mengetahui dakwaan terpisah itu.
Tetapi pekan lalu, aktivis perempuan itu dibebaskan setelah hakim menerima bandingnya terkait dakwaan terorisme.
Namun pengadilan banding mengukuhkan hukuman dua tahun karena menyebar hoaks, keputusan yang menurut organisasi hak asasi manusia, Amnesty International, "sangat tak adil."