Breaking News:

Kabar Tokoh

Faldo Maldini Sebut Retorika 'Tempe Setipis ATM' Sama Baiknya Seperti 'Kerja Kerja Kerja'

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini mengatakan retorika yang sering menjadi sebutan bagi para kontestan di pemilihan presiden (pilpres

Instagram @faldomaldini
Faldo Maldini 

TRIBUNWOW.COM - Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini mengatakan retorika yang sering menjadi sebutan bagi para kontestan di pemilihan presiden (pilpres) 2019.

Hal itu diungkapkan Faldo melalui Twitter miliknya, @FaldoMaldini, Kamis (11/10/2018).

Ia mengatakan jika sebutan 'Tempe Setipis ATM' sama baiknya dengan sebutan 'Kerja Kerja Kerja'.

"Tempe setipis kartu ATM" itu adalah retorika yang baik, sama seperti "kerja, kerja, kerja," kicau Faldo Maldini.

Kicauan Faldo Maldini
Kicauan Faldo Maldini (Capture Twitter)

Sebelumnya, Faldo juga mengatakan jika retorika itu bergantung pada penghasutan.

Ia juga mengatakan jika istilah Tempe Setipis ATM sebenarnya bukan hal logis karena itu adalah retorika.

Berikut ini kutipan Tweet dari Faldo Maldini yang dirangkum TribunWow.com.

Kritik Langkah Tim Prabowo-Sandi, Guntur Romli: Ratna Itu Orang yang Terkenal dengan Timbunan Hoaks

"Saya ingin berbagi cerita dikit, terutama utk kawan2 yg mau masuk ke politik. Saya banyak pengalaman berorganisasi sejak kuliah, tp agak terlewatkan belajar beragumentasi dan beretorika secara mendalam.

Tradisi akademik sgt penting dalam berpolitik.

Tradisi berpikir yang hilang itu dimanfaatkan oleh banyak orang untuk melakukan provokasi. Retorika itu berbeda dengan penghasutan.

Politik tanpa retorika seperti orang2an sawah, selalu berdiri, namun tidak bernyawa, tidak bernafas.

Retorika itu melampaui logika, namun tetap argumentatif. Tujuannya adalah menggerakan alam bawah sadar kolektif.

"Beri aku satu orang tua, aku cabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, akan ku guncang dunia!" Pernyataan ini sgt tdk masuk akal, namun menggerakan.

"Tempe setipis kartu atm" itu pernyataan yang sangat tidak logis. Mana ada kartu ATM setebal tempe.

Namun, itu adalah retorika. Dia menggerakan alam bawah sadar publik. Dolar naik, sementara kita masih impor kedelai. Dalam jangka panjang, kita akan sakit.

 

Sayang sekali, orang politik yang mencoba menggugat retorika, tentu tidak ada gunanya. Harusnya, gugat substansinya. "Tempe setipis kartu atm" hrs dipatahkan dengan pernyataan "produksi kedelai kita tidak bermasalah, tempe setebal mesin ATM bisa bikin kok"

Dulu, Haji Agus Salim naik panggung disambut dengan "Mbeek Mbeek" seperti suara kambing. Ketika di podium, dia hanya berkata "Saya kira, saya sedang bicara dengan manusia". Retorikanya jauh lebih sempurna, bukan?.

Minimnya kemampuan beretorika membuat caci maki begitu mudah terucap.

Beretorika bukan pekerjaan mudah memang, butuh proses. Dia adalah (data+logika+imajinasi) Seni= Retorika. Bukan sekedar kata-kata.

"Penguasa yg minim retorika meruakan gejala lemah sahwat berpikir.

Mereka selalu butuh viagra utk menciptakan kekuatan artifisial" ini contoh saja, mengadaptasi gaya salah satu pemikir asal Slovenia, Slavoj Zizek. Anda tidak perlu menguji kebenaran kata2nya.

Ada contoh lain retorika, "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tp tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu!" JFK.

Klw yg berpikir transaksional pst tidak akan setuju. Tp kalau didalami retorikanya, ini soal partispasi publik.

 

Politik adalah pekerjaan akademik. Itu menjadi bagian yang buram dari pikiran kita semua," kicau Faldo Maldini.

Dapat Nasihat dari Pedagang, Sandiaga: Tugas Kita Bukan Hanya Mendengar, Tapi Juga Mencari Solusi

Sebelumnya, istilah tempe setipis atm pertama kali diungkapkan oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02, Sandiaga Uno.

Ia juga sempat meminta ucapannya itu agar tidak berkembang unutk menjadi bahan olokan.

Sandiaga mengatakan, ia menyampaikan hal itu setelah berbincang dengan warga di Duren Sawit, Jakarta.

"Yang saya sampaikan itu adalah suara dari rakyat. Itu dari Bu Yuli dan rekannya di Duren Sawit. Itu exactly. Word by word yang disampaikan mereka," kata Sandiaga saat ditemui di kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (11/9/2018) yang dikutip dari Kompas.com.

"Kalau misalnya teman-teman itu mengartikannya sebagai suatu jeritan masyarakat, iya. Apakah ini hiperbolisme? Mungkin iya. Tapi menurut saya itu yang disampaikan masyarakat dan kita enggak boleh mendiskreditkan, mem-bully," kata Sandiaga lagi.

Ia menyatakan semestinya publik melihat pernyataannya itu sebagai bentuk nyata kesenjangan yang terjadi di masyarakat.

Sandiaga Uno Beberkan Alasannya Enggan Jenguk Ratna Sarumpaet di Tahanan

Apa lagi, kata Sandiaga, saat ini kedelai sebagai bahan baku tempe masih impor.

Dengan nilai tukar rupiah yang masih lemah, ia meyakini harga tempe akan naik.

"Tempe pasti akan naik harganya. Ini udahlah. Semua udah nulis. Kesejahteraan desa menurun. Dengan kedelai yang diimpor itu dolarnya naik, ya pasti akan naik harga tempe. As simple as that," ujar Sandiaga.

"Jadi do not be overdramatic atau melodramatic terhadap isu. Harga-harga masih akan naik. semua juga sudah mengakui. Jangan juga denial gitu lho. Kita accept lah. Jangan saling menjatuhkan. Cari solusinya," lanjut dia. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Faldo MaldiniSandiaga UnoPilpres 2019
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved