Gejolak Rupiah
Utang Indonesia Melonjak, Perhitungan APBN Meleset
Gejolak rupiah yang kini sedang dihadapi Indonesia membuat beban utang pemerintah melonjak naik di tahun ini.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Gejolak rupiah yang kini sedang dihadapi Indonesia membuat beban utang pemerintah melonjak naik di tahun ini.
Dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Rabu (12/9/2018), ada dua penyebab naiknya beban utang tersebut.
Yang pertama, adanya perbedaan asumsi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah yang tercatat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan kurs rata-rata sepanjang tahun 2018.
Perbedaan asumsi nilai tukar dolar AS tersebut sebesar Rp 582,32.
APBN mencantumkan asumsi nilai tukar dolar AS sebesar Rp 13.400.
• Tanggapi soal Daftar Pemilih Ganda, Akbar Faisal: Jangan Mengelola Pemilu seperti Warung Kopi
Sementara kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia mengungkapkan jika dirata-rata sejak awal tahun hingga 10 September telah mencapai Rp 13.982,32.
Yang kedua, bunga surat utang baru terbitan pemerintah yang meningkat.
Untuk menarik investor, pemerintah harus menawarkan suku bunga sesuai naiknya credit default swap (CDS) Indonesia.
Diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (10/9/2018), jika suku bunga relatif mahal, ia mengatakan maka Indonesia harus berhati-hati.
"Yield surat perbendaharaan negara (SPN) kini makin meningkat, ongkos bayar utang jadi tinggi. Suku bunga relatif mahal, kita sekarang harus hati-hati," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (10/9/2018).
Mengutip data Bloomberg, CDS Indonesia dengan jangka waktu 5 tahun, awal pekan ini sebesar 148,48.
Padahal minggu lalu, angka CDS masih bergerak di level 143,67.
• 8 Negara dengan Risiko Krisis Moneter Paling Kecil, Indonesia Masuk Dalam Daftar
Hal tersebut membuat pandangan negatif mengepung emerging pasar, dan dipandang resiko berinvestasi di Indonesia lebih besar.
Menurut Sri Mulyani, pandangan beresiko itu seiring dengan peningkatan bunga SPN, yang sebelumnya di rata-rata 4,7%, kini per 10 September 2018 berada di 5,29%.
Dari jumlah itu, sebanyak Rp 1.804,42 triliun atau 42,42% merupakan utang valas yang sebagian besar berdenominasi dolar AS.