Gejolak Rupiah
Utang Indonesia Melonjak, Perhitungan APBN Meleset
Gejolak rupiah yang kini sedang dihadapi Indonesia membuat beban utang pemerintah melonjak naik di tahun ini.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
Dari total utang pemerintah, yang jatuh tempo di tahun ini mencapai Rp 395,97 triliun.
Dari total yang jatuh tempo, utang dalam dollar AS mencapai Rp 113,06 triliun, jika menggunakan kurs Rp 13.400 per dolar AS.
Di sisi lain, diberitakan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa setiap rupiah melemah, penerimaan negara bertambah, dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Senin (10/9/2018).
Menurutnya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 per dolar Amerika Serikat (AS), dapat menambah penerimaan negara sebesar Rp 4,7 triliun.
"Dengan postur APBN 2018, Rp 100 dari pelemahan rupiah memengaruhi kenaikan penerimaan kita Rp 4,7 triliun," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI di kompleks DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (10/9/2018).
Meski demikian, Sri Mulyani enggan menyebut bahwa pemerintah diuntungkan dengan pelemahan kurs tersebut.
"Kami tidak gunakan untung atau rugi. Kami mengelola ekonomi Indonesia menggunakan instrumen APBN," jelasnya.
Lanjutnya lagi, Sri Mulyani menjelaskan, akibat pelemahan kurs tersebut, pendapatan negara hingga akhir bulan lalu sebesar Rp 1.152,7 triliun atau 60,68 persen dari target dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894,7 triliun.
Dari angka tersebut, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tumbuh paling besar, yakni 24,3 persen secara tahunan (yoy) dan perpajakan tumbuh 16,5% (yoy).
• Ridwan Kamil Lakukan Revitalisasi Kali Malang: Semoga Bisa Sekeren Sungai Cheonggyecheon di Seoul
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemkeu), rata-rata kurs rupiah sejak awal tahun ini hingga 7 September 2018 mencapai Rp 13.977 per dolar AS, di atas asumsi makro dalam APBN 2018 yang sebesar Rp 13.400 per dolar AS.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, belanja negara naik Rp 3,7 triliun.
Namun, angkanya tak mengkhawatirkan karena penerimaan negara angkanya lebih besar.
Maka primary balance dalam posisi sangat rendah.
Hingga 31 Agustus 2018, pertumbuhan penerimaan negara masih menunjukkan kenaikan yang sangat solid, yakni 18,4 persen.
Sementara perpajakan 16,5 persen jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu, angkanya lebih besar.
Bahkan, penerimaan negara dari pajak tumbuh 15 persen, pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
"Kondisi APBN kita di perpajakan justru menujukkan pertumbuhan cukup kuat. Baik di sisi pajak, bea cukai, dan PNBP menunjukkan pertumbuhan cukup kuat," ujar Sri Mulyani. (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)