Rachland Nashidik Sebut Kehidupan Rocky Gerung Diintai, Yunarto Wijaya: Hafal Banget
Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya memberikan tanggapan terkait pernyataan Wasekjen Partai Demokrat, Rachland Nashidik soal Rocky Gerung.
Penulis: Vintoko
Editor: Fachri Sakti Nugroho
Saya tak pernah kira anak-anak saya harus tumbuh dalam keadaan serupa, saat ini, saat @jokowi berkuasa
Sejarah sedang berulang?," tulisnya.
• Tanggapan Rocky Gerung soal Penolakan Ormas di Palembang: Negara Tidak Melindungi Pendapat Siapapun
Rachland Nashidik kemudian mengatakan jika Rocky Gerung bukan hanya dipersekusi, tetapi juga mendapat ancaman fisik hingga diintai kehidupan pribadinya.
"Rocky Gerung bukan cuma dipersekusi, diancam kekerasan fisik, dihalangi haknya bicara dan berpergian. Mereka juga mengintai hidup pribadinya.
Apa sih sebenarnya dalam pandangan mereka dilakukan RG pada Jokowi? Kritiknya terlalu tajam. Dan bicara gak sopan.
Cuma karena itu?," ungkap Rachland.

Postingan Rachland Nashidik (Capture/Twitter)
Lebih lanjut, Rachland Nashidik kemudian membahas mengenai kebebasan berpendapat yang menurutnya saat ini dihalangi.
"Bila hak berpendapat Anda dibatasi hak berpendapat saya, yang terjadi adalah keadaan yang saling menghalangi, bahkan saling membatalkan hak itu.
Lalu kapan dan bagaimana hak berpendapat, kebebasan berbeda pendapat, dan menyatakannya, akan dipenuhi?
Selamat pagi, Indonesia.
Hak Anda tak dibatasi hak saya. Justru, hak Anda dijamin bila hak saya dipenuhi. Dari situlah prinsip "equality before the law" terbit untuk melindungi si minoritas. Siapa saya, siapa Anda, apa agama atau keyakinan politik masing-masing, tak penting. Di muka hukum semua setara," tulisnya.
Diketahui sebelumnya, Rocky Gerung dijadwalkan menghadiri forum diskusi Gerakan Selamatkan Indonesia bersama dengan Ratna Sarumpaet pada Sabtu (1/9/2018).
Keduanya akan hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut.
Sebelum berangkat ke Palembang, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) menolak kedatangan dua tokoh politik itu.
Forum diskusi yang akan digelar itu dinilai provokatif dan akan menganggu kondisi kawasan Sumatera Selatan.