Breaking News:

Tanggapi Postingan Romli Atmasasmita, Fahri Hamzah Sebut di KPK Ilmu Hukum Tidak Ada Gunanya

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah memberikan kritikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Fahri Hamzah 

TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah memberikan kritikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini diungkapkan Fahri melalui Twitter miliknya, @FahriHamzah, Jumat (24/8/2018).

Mulanya Fahri membalas komentar Romli Atmasasmita selaku pakar hukum dan juga Guru Besar di Universitas Padjajaran yang mengomentari kicauannya.

Fahri mentautkan berita terkait bantahan Syarifuddin Arsad pada misreperesentasi kredit petani tambak.

"Sandiwara apa lagi @KPK_RI ini?

BLBI kok jadi urusan tambak udang," tulis Fahri Hamzah.

Tanggapi Pernyataan Pramono Anung, Rachland Nashidik: Dana Bantuan yang Dicairkan, Bukan Dianggarkan

Menanggapi hal itu, Romli mengatakan jika sejak tahun 2017 tidak ada tuntutan pda Syarifuddin sehingga tuntutan dari KPK dibatalkan demi hukum.

"Karena sudah tahun 2017 tidak ada tuntutan baik perdata maupun pidana maka tuntutan kpk batal demi hukum.

selain pertimbangan hak tersebut , dasar hak acara pengambil- alihan kasus BLBI an SyN dr kejaksaan agung tg telah di SP3 tidak jelas karena tidak memenuhi alasan2 "take over" dlm Psl 12 (?) UUNo 30/2002.

SK Menneg BUMN tentang kasus SKL BLBI tgk24 Maret 2004 dan SP 3 Kejagung kasus SKL BLBI an SyN tgl 13 Juli 2004," tulis Romli melalui Twitter @romliatma.

Tweet Fahri Hamzah dan Romli Atma
Tweet Fahri Hamzah dan Romli Atma (Capture Twitter)

Menanggapi hal itu, Fahri Hamzah mengatakan jika KPK tidak menggunakan ilmu hukum.

Sehingga seperti hal yang sia-sia.

"Di @KPK_RI ilmu hukum Gak ada gunanya prof....ampun deh...menegakkan benang basah," jawab Fahri Hamzah.

Mendapat Cadangan Bantuan Bencana Rp 3,3 Triliun, BNPB Usulkan Tambahan untuk Lombok

 

Sementara itu, diberitakan TribunWow.com dari Kompas.com, terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung merasa tidak ada laporan tentang misrepresentasi yang dilakukan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Tahun 2004.

Hal itu dikatakan Syafruddin saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/8/2018).

Awalnya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan, apakah Syafruddin pernah menerima laporan dari tim bantuan hukum (TBH) pada 29 Mei 2002.

Syafruddin mengakui pernah menerima laporan kajian TBH terkait penyelesaian kewajiban pemegang saham Sjamsul Nursalim.

Namun, menurut dia, tidak ada laporan TBH bahwa Sjamsul telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan utang para petambak udang.

Refly Harun: Kalau Semua Jadi Timses dan Saling Menjatuhkan, Siapa yang Menjaga Kewarasan Publik?

"Tidak ada. Di rekomendasi tidak ada (misrepresentasi). Kalau di dalam kajian bisa saja disebut ini ada yang sudah selesai, ini ada yang belum," ujar Syafruddin.

Menurut Syafruddin, laporan TBH tertuang dalam dokumen yang cukup tebal.

Laporan itu sebenarnya ditujukan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Syafruddin mengaku tidak membaca secara lengkap dokumen tersebut.

"Itu kan laporan tebal. Ada kajian LGS dan TBH. Kalau ditanya apa kami baca, ya tidak. Kami baca rekomendasinya saja," kata Syafruddin.

Dalam persidangan sebelumnya, diketahui bahwa firma hukum LGS diminta oleh BPPN untuk melakukan kajian hukum terhadap salah satu obligor BLBI, yakni BDNI dan Sjamsul Nursalim.

Selain mengkaji, tim LGS juga diminta untuk membuat suatu pendapat hukum atas perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).

Dahnil Anzar Tanggapi Pernyataan Menko Luhut soal Utang Negara

MSAA merupakan perjanjian penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan jaminan aset obligor.

Laporan kajian hukum dan pendapat hukum dua kali dikeluarkan, yakni pada tahun 2000 dan 14 Maret 2002.

Dalam dua laporan itu, diketahui bahwa Sjamsul belum memenuhi perjanjian MSAA.

Pertama, Sjamsul tidak mengungkap bahwa utang petambak kepada BDNI sebesar Rp 4,8 triliun sebenarnya dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Kedua perusahaan penjamin itu adalah perusahaan milik Sjamsul Nursalim.

Selain itu, tim bantuan hukum menemukan bahwa utang petani tambak kepada BDNI tergolong sebagai kredit macet dan tidak bisa ditagih. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Fahri HamzahKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Twitter
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved