Sederet Pesan Fahri Hamzah di HUT Polri ke-72: Dilarang Gaptek hingga Tak Sikapi Aksi Petani-Nelayan
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah turut memberikan ucapan terkait hari ulang tahun (HUT) Polri yang ke-72.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Fachri Sakti Nugroho
Polri harus semakin cerdas dan cerdik.
Polri dilarang gaptek. Polri harus mematahkan anggapan bahwa “polisi selalu kalah pintar dari maling”.
Maling yang dihadapi saat ini makin canggih dan rapi.
Publik yang merasa aman akan percaya pada Polri.
• Prabowo Diusulkan Jadi Cawapres Amien Rais, Guntur Romli: Mestinya Bisa Ikhlas
Isu kepercayaan ini harus segera dituntaskan. Karena tugas berat menanti Polri kembali menjadi ujung tombak penegakan hukum.
Menampung tugas-tugas yang selama ini dititipkan pada lembaga penegakan hukum yang bersifat ad hoc.
Ada tiga tahap untuk menjadikan Polri kembali sebagai ujung tombak penegakan hukum.
Pertama, dukungan regulasi, kedua, penguatan institusi dan ketiga adalah membangun kultur profesional dan modern dalam tubuh Polri.
Dukungan regulasi pada dasarnya adl pengaturan kembali fungsi lembaga penegakan hukum dengan mengedepankan institusi yang mendapat mandat langsung dari Konstitusi.
Penguatan institusi adalah penataan kembali fungsi-fungsi dalam institusi Polri sendiri agar sesuai dengan kebutuhan melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai perkembangan zaman.
Membangun kultur adalah bagaimana seluruh bagian dari Polri memahami kewajiban dan wewenangnya sesuai tugas pokok dan fungsinya. Menjadi semakin profesional dan Moderen di segala bidang.
Dengan tiga tahapan itu Maka terbentuklah sebuah sistem. Sistem yang tepat dan kuat mesti ditunjang kesamaan pola pikir anggota Polri dalam memandang prioritas persoalan bangsa yg berkaitan dengan Polri.
Pembangunan sistem Polri yang terintegrasi dengan kepentingan nasional terbuka sejak 20 tahun lalu.
Reformasi 98 menjadi pintu reformasi sektor keamanan, Polri tidak satu lembaga dengan TNI dalam ABRI. Peran Polri ditegaskan dalam UUD 1945 dan UU Polri #HUTPolri
Reformasi 98 tentu berlanjut pada sektor keamanan. Reformasi sektor keamanan tersebut menghendaki Polri yang tidak subordinat TNI, Polri yang tidak berbisnis dan Polri yang tidak berpolitik serta Polri tanpa KKN.
Bukan subordinat TNI, bukan berarti menolak kahadiran TNI dalam operasi militer selain perang.
Jika Pemerintah dan Polri membutuhkan, wajar ada tugas perbantuan dari TNI, dalam beberapa UU ini sudah diatur.
Meski di TNI ada banyak satuan berkualifikasi Anti Teroris, Namun tugas keamanan mendorong Polri menciptakan kelembagaan baru berupa Densus 88 AT, meskipun sebelumnya sudah punya Satgas Bom dan Gegana Brimob.
Tantangan menghapus tradisi militerisme di tubuh Polri, kini terutama menyangkut peran Brimob dan Densus 88 AT, sejauhmana standar HAM dipatuhi.
UU anti terorisme telah mengaturnya dengan baik sekali.