MK Kabulkan Gugatan UU MD3, Raja Juli Antoni: PSI Satu-satunya Partai yang Ajukan Uji Materi
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi sorotan usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi terhadap UU MD3.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Astini Mega Sari
Pasal 245 ayat (1) ini akhirnya dikoreksi oleh MK.
Pasal tersebut semula berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
• Sudirman Said Mengaku Timsesnya Ditodong Pistol, Politisi PKPI Teddy Gusnaidi Buka Suara
Namun MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD.
MK pun menghapus frasa 'setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan' sehingga pasal tersebut berbunyi:
"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden. Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa MKD tidak ada relevansinya dan tidak tepat dilibatkan memberi pertimbangan dalam hal seorang anggota DPR hendak diperiksa penegak hukum."
Ketiga, hal yang dibatalkan adalah mengenai pemanggilan paksa.
Yakni pasal 73 ayat (3), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU MD3.
Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah.
Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian.
Dijelaskan pula bahwa dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari.
MK mengabulkan permohonan pemohon untuk membatalkan ketentuan soal pemanggilan paksa tersebut.
• Zlatan Ibrahimovic: Siapapun yang Bermain Melawan Swedia Pasti akan Mengalami Kesulitan
"Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) [...] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Anwar Usman.
Dalam pertimbangannya, MK berpendapat bahwa pemanggilan paksa dan sandera adalah ranah hukum pidana.
Sementara proses rapat di DPR bukan bagian dari penegakan hukum pidana.
"Kepolisian hanya dapat melakukan panggilan paksa dalam tindakan yang berkaitan dengan proses penegakan hukum dan merupakan bagian dari kewenangannya yang secara genuine memang kepolisian sedang melakukan proses penegakan hukum, bukan dalam konteks menerima kewenangan yang dilimpahkan dari lembaga lain yaitu DPR," ungkap Hakim Suhartoyo.
MK juga menilai kewenangan DPR untuk melakukan pemanggilan paksa bisa menimbulkan kekhawatiran yang berujung pada rasa takut setiap orang.
Selain itu, pemanggilan paksa juga dianggap bisa menjauhkan hubungan DPR dan masyarakat. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)