Hardiknas 2018, Fadli Zon: Datangkan 200 Dosen Asing Tidak Akan Perbaiki Mutu dan Iklim Akademik
Peringatan Hardiknas 2018, Fadli Zon menyoroti sejumlah isu-isu yang saat ini tengah dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
Untuk membangun peradaban, yg pertama kali harus dibangun adlh manusianya.
David Korten menyebutnya sbg ‘people centered development’.
Untuk membangun manusia tsb, ada tiga elemen penting yg diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan, kebudayaan, dan kepemimpinan.
Ketiganya bersifat saling kait mengait, jadi tdk bisa dipisah-pisahkan.
Sayangnya, sesudah Reformasi, terutama sesudah terbitnya UU No. 20/2003 ttg Sistem Pendidikan Nasional, desain pendidikan nasional kita terjebak pada mengejar peringkat belaka.
Ini berlaku baik untuk peserta didik, pendidik, maupun institusi pendidikan.
Siswa sibuk mengejar nilai ujian nasional yang standarnya terus naik.
Guru sibuk mengurusi laporan administrasi sertifikasi.
Semuanya kini hanya sibuk mengejar kenaikan peringkat, tapi melupakan esensi pendidikan itu sendiri.
Coba bayangkan, dosen-dosen perguruan tinggi, misalnya.
Mereka kebanyakan memikirkan bagaimana caranya agar bisa menulis di jurnal internasional yg terindeks Scopus.
Apakah tulisannya itu memiliki relevansi sosial atau tidak, memberikan inovasi atau tdk, punya manfaat atau tidak, seringkali tidak dipikirkan.
Itu semua terjadi karena tuntutan perguruan tingngi tempat mereka bekerja.
Dan perguruan tinggi kita memberikan tuntutan itu karena mereka ingin masuk dalam daftar sekian besar perguruan tinggi peringkat dunia.
Masuk dalam daftar peringkat perguruan tinggi terbaik memang bagus.