Breaking News:

Cerita Tragis dari Rohingya, Gantungkan Hidup dari Tanaman dan Air Hujan

Hampir 150.000 warga Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine, Myanmar, untuk menyelamatkan diri dari kekerasan senjata di sana.

Editor: Galih Pangestu Jati
EPA/STRINGER
Pengungsi Rohingya 

Saat kapal keempat mencapai pantai, dia menjerit dan mulai berlari.

Seorang pemuda terpincang-pincang di seberang pantai dan keduanya kemudian berangkulan, dengan tersedu-sedu.

"Ya Allah, ya Allah," gumamnya terus-menerus, bergerak ke depan dan ke belakang.

"Saya tidak menyangka akan melihat kamu lagi," kata Nabi Hasan sambil menyeka air mata kakak perempuannya.

"Desa kami diserang oleh militer," kata mereka, "juga oleh Mogs," katanya merujuk pada komunitas etnis Buddhis yang tinggal di Rakhine.

"Kami berdua adalah satu-satunya di antara 10 anggota keluarga kami yang selamat," kata mereka.

Saya menghampiri orang-orang lain di sekitar kelompok itu dan mendapatkan berbagai kesaksian serupa.

Dil Bahar, perempuan berusia enam puluhan, terisak tak terkendali.

Suaminya, Zakir Mamun, pria ringkih berjenggot tipis, berdiri di belakangnya.

Seorang anak laki-laki remaja bersama mereka, lengannya terbungkus balut buatan sendiri.

Wajahnya menyeringai kesakitan.

"Dia cucuku, Mahbub," kata Dil Bahar. "Dia ditembak pada lengannya." "Ini pembantaian," bisik Zakir Mamun, menatap kami.

Didesak Dunia, Akhirnya Aung San Suu Kyi Beri Pernyataan terkait Rohingya

Desa mereka berada di Buthidaung, sekitar 50km dari perbatasan Banglades.

Serangan tersebut tampaknya terjadi tanpa peringatan apapun.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Tags:
RohingyaMyanmarBangladesh
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved