Prihatin Nasib Lembaga Informal, Pria Ini Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi Kritik Full Day School
Pria ini memohon solusi yang bisa diberikan oleh Jokowi terkait keresahan dan kekhawatiran para penggiat sekolah non-formal tersebut.
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Tinwarotul Fatonah
Sebagai seorang santri, pertengahan Ramadan diyakini sebagai hari-hari mulia mendapatkan maghfirah Allah. Maka perkenankan saya menyampaikan surat terbuka ini dengan tetap mengharap maghfirah tanpa hoax.
Begini Bapak. Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru diterbitkan. Disusul dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah disahkan, maka terjadi banyak respon kaum santri Nusantara terkait full day school yang dikemas dengan sekolah lima hari (SLH).
Problemnya sangat sederhana. Yakni masih belum ada tabayun nasional teknis detail dari pelaksanaan SLH di tingkat teknis. Sehingga muncul kecemasan massif soal nasib lembaga pendidikan non formal dan informal yang diindikasikan akan tidak mendapatkan porsi (atau bahkan terancam tutup).
Kita sangat merasa eman-eman, gelombang Islamophobia semacam ini akan dijadikan pintu masuk serta menjadi ancaman kaum santri. Dan hanya Pak Jokowi yang bisa mencarikan solusi terbaik soal kebijakan baru SLH ini.
Pak Presiden sudah sangat kita pahami sebagai "Presiden Santri" karena sangat dekat dengan para Ulama Sejati dan sudah memberi hadiah Hari Santri untuk Indonesia. Maka sekali lagi Pak Presiden, kita ajak untuk memikirkan nasib dunia santri yang jelas-jelas menjadi kekuatan nasionalisme bagi NKRI.
Pripun mangke nasibipun lembaga-lembaga meniko Pak Presiden? (bagaimana nanti nasib lembaga-lembaga tersebut Pak Presiden?)
1. Pondok Pesantren: 13.904 lembaga, 3.201.582 santri, dan 322.328 ustadz;
2. Madrasah Diniyah Takmiliyah: 76.566 lembaga, 6.000.062 santri, dan 443.842 ustadz;
3. Pendidikan Al Qur'an (TKA, TPA, TQA): 134.860 lembaga, 7.356.830 santri, 620.256 ustadz.
Total: 225.330 lembaga, 16.558.44 santri, dan 1.386.426 ustad.
Giat restorasi pendidikan karakter dan revolusi mental yang sudah menjadi komitmen Kabinet Kerja sangat saya apreseasi, namun jika kebijakan itu masih membuat gap pada dunia pendidikan kaum santri, maka tugas kita bersama adalah mencari solusi yang terbaik.
Di akhir surat ini, saya mengharap dengan penuh hormat pada Pak Presiden untuk:
1. Membuat tabayun full day school berbasis SLH secara detail agar tidak menjadikan salah paham;
2. Membuat solusi terbaik agar SLH sama sekali bukan menjadi "virus pembunuh" bagi lembaga pendidikan santri;
3. Membuat kebijakan nasional pendidikan sesuai dengan nawacita yang menguntungkan semua pihak (tanpa kecuali) dalam rangka mencerdaskan bangsa;
4. Membatalkan SLH jika memang menjadi masalah serius dunia pendidikan Islam.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan.
Atas segala khilaf, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wallah al muafaq 'ila 'akum altariq wassalamalaikum warahmatallahi wabarakatuh
Hormat saya,
M. Rikza Chamami
Pengasuh Pondok Pesantren Al Firdaus YPMI Ngaliyan Semarang." (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)