Arti Sandi Merica, Lontong dan Nangka dari Kampret Saat Operasi Timor Timur
“Kami belum melihat Kampret, baru dengar suaranya saja,” jawab pasukan di darat.
Editor: Mohamad Yoenus
“Kami belum melihat Kampret, baru dengar suaranya saja,” jawab pasukan di darat.
OV-10F kembali berputar mengulangi rute awal dan menambah sedikit ketinggian terbang.
“Oke, kami sudah melihat Kampret, maju saja terus ke arah pohon besar di depan,” timpal pasukan darat.
Kampret saat itu terbang membawa Merica (sandi untuk peluru senapan mesin kaliber 7,62mm, Lontong (sandi untuk roket FFAR), dan Nangka (sandi untuk dua bom di bawah sayap).
“Di mana Celeng-nya?” tanya pilot yang kemudian dijawab pasukan darat mereka berada di bawah pohon besar di depan.
“Oke, sekarang saya sudah melihatnya,” lanjut Kapten Yuni.
Para Celeng bergerak dalam kelompok kecil dua-tiga orang. Mereka biasanya menyerang dengan tiba-tiba dan setelah itu lari.
Gerakan mereka cepat karena sudah menguasai medan.
Fisik mereka juga sangat kuat. Tanpa mengenakan sepatu mereka bisa bergerak cepat di medan berbatu tajam.
Untuk menghambat gerak Celeng, pasukan darat memagarinya dengan teknik pagar betis dibantu operasi udara taktis seperti yang sedang dilakukan si Kampret ini.
Setelah jarak Bronco terhadap pohon besar sudah dekat, OV-10F kemudian terbang menukik disusul ucapan Kapten Yuni, “Ini saya kirimkan Merica untuk Celeng-celeng itu. Laporkan hasilnya!”
Sambil terus menukik OV-10F memberondongkan senapan mesin satu rentetan.
Setelah itu pilot melakukan pull-up 60 derajat secara tiba-tiba.
Kamera video yang dipegang Soenyoto pada saat pull-up bertambah menjadi 20 kg. Ini terjadi karena tekanan gravitasi sekitar %G mengakibatkan bertambahnya beban lima kali lipat.
“Kampret, bagus sekali. Terus lakukan seperti itu sampai Celeng kocar-kacir,” teriak pasukan darat.