Militer Israel memiliki sejarah menyesatkan warga sipil dengan perintah evakuasi, menyerang wilayah di luar area yang ditentukan.
Insiden ini bukan yang pertama.
Di Gaza, militer Israel menggunakan taktik serupa selama genosida yang sedang berlangsung.
Pada Oktober 2023, Israel mengumumkan beberapa wilayah sebagai "zona aman" dan mendorong warga sipil untuk pindah ke sana, tetapi tetap membombardir area tersebut setelah warga Palestina tiba.
Menurut PBB pada Juli 2024, hanya sekitar seperdelapan wilayah Gaza yang tidak berada di bawah perintah evakuasi, menjadikannya perangkap maut bagi mereka yang mencari tempat aman.
Zona al-Mawasi dan Khan Younis, yang disebut "aman," menjadi ladang pembantaian dengan lebih dari 10 serangan terhadap warga sipil yang dipindahkan ke sana dengan alasan palsu.
Taktik Pembersihan Etnis Massal
Perintah evakuasi “Israel” disebut bukanlah tentang melindungi warga sipil.
Ini adalah taktik pembersihan etnis yang bersih, jelas, dan sederhana.
Mereka memberikan kedok legalitas sebagai sebuah dalih untuk mengalihkan kesalahan pada warga sipil yang tetap tinggal, sementara “Israel” membabat habis seluruh populasi dan meratakan lingkungan.
Hukum internasional sangat tegas dan jelas mengenai hal ini: "Menargetkan warga sipil dan gagal membedakan antara wilayah militer dan sipil adalah kejahatan perang."
Tindakan “Israel” dengan mengebom daerah padat penduduk setelah mengeluarkan perintah evakuasi yang tidak tulus dengan sedikit pemberitahuan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum-hukum kemanusiaan.
Baca juga: Joe Biden Tak akan Dukung Serangan Balasan Israel terhadap Rudal Iran, Benarkah?
Realitas 'Peringatan Evakuasi' Israel
Perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh "Israel" disebut sebagai lelucon yang kejam, yang dirancang lebih untuk membenarkan penghancuran daripada melindungi warga sipil.
Tujuan sebenarnya bukanlah evakuasi; melainkan depopulasi.