Semangat Hendro Didik Siswa Lewat Ekskul Robotika, Raih Penghargaan Nasional hingga Internasional

Penulis: Vintoko
Editor: Elfan Fajar Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hendro Yulius Suryo, peraih penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU) Indonesia Awards (SIA) 2019 bidang teknologi (kiri) dan siswa SD Al Azhar 35 Surabaya saat mempersiapkan diri mengikuti lomba Junior Robotic Competition 15 Desember 2018 (kanan).

TRIBUNWOW.COM - "Kalau di robotik, mereka diberikan permasalahan, mereka memecahkan permasalahan itu sendiri. Mereka membuat inovasi mereka sendiri, melihat kondisi di lapangan itu masalahnya apa, mereka mencoba memecahkan masalahnya mencari solusinya kemudian baru membuat alatnya."

Hal itu dikatakan Hendro Yulius Suryo, pendidik asal Mojokerto, Jawa Timur saat bicara soal pentingnya robotik dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Pria kelahiran 18 Mei 1985 itu sukses mengantarkan para siswanya meraih banyak penghargaan di berbagai ajang nasional hingga internasional.

Saat dihubungi TribunWow.com, Hendro menceritakan kisahnya mendidik siswanya hingga berhasil menyabet banyak juara di berbagai lomba robotik.

Berawal dari Ekskul Robotika

Kisah Hendro bermula setelah dirinya lulus dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) pada tahun 2006.

"Saya sempat mengajar di beberapa tempat, kemudian 2007 itu saya mendapatkan kesempatan mengajar di sekolah besar, sekolah sangat terkenal tapi muridnya sangat sedikit. Namanya SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya," kata Hendro, Sabtu (4/11/2023).

Saat bergabung, Hendro harus diperhadapkan dengan kondisi sekolah yang terancam ditutup karena jumlah muridnya yang sedikit.

"Sekolah ini mau ditutup dinas karena jumlah muridnya sangat berkurang, kelas 7 SMP itu aja hanya 6 (murid), kelas 8 (ada) 18, kelas 9 kalau nggak salah (ada) 32," kenang Hendro.

"Dinas ngomong, sekolah ini kalau tidak mencapai 20 maka (sekolah) nanti akan ditutup. Sehingga kami harus mencari murid sejumlah minimal 20."

Hendro pun harus memutar otak untuk mendapatkan murid agar sekolah itu tetap bertahan.

Berbagai cara dilakukan Hendro hingga berhasil memenuhi jumlah minimal murid tersebut.

"Alhamdulillah dapat (murid), tapi kami ini seperti sales, door to door, merayu orang tua, merayu siswa. Kami persis seperti sales," beber lulusan S1 Pendidikan Fisika itu.

Hal ini terus dilakukan Hendro, hingga pada tahun 2010 ia diamanahi menjadi wakil kepala sekolah.

Permasalahan jumlah murid tak kunjung selesai meski Hendro sudah menjadi wakil kepala sekolah.

Halaman
1234