Polisi Tembak Polisi

Ahli Ungkap Alasan Putri Candrawathi Temui Brigadir J setelah Dirudapaksa, Sebut 3 Fase Sindrom

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu adegan rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J. Dalam adegan ini tampak Brigadir J duduk di lantai dan PC berbaring di kasur. Terbaru, ahli membeberkan analisa soal Putri Candrawathi yang temui Brigadir J seusai dirudapaksa, Rabu (21/12/2022).

TRIBUNWOW.COM - Dugaan rudapaksa yang dilakukan mendiang Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada Putri Candrawathi masih menjadi perdebatan.

Dilansir TribunWow.com, sejumlah kejanggalan diangkat terutama saat istri Ferdy Sambo masih memanggil Brigadir J yang belum lama melakukan rudapaksa padanya.

Namun rupanya, ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani menilai hal ini bisa saja dilakukan korban.

Baca juga: Curiga Bukti CCTV Diedit Pihak Ferdy Sambo, Lawyer Brigadir J: Siapa yang Mengada-ada dari Awal

Memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/12/2022), Reni menyinggung adanya 3 fase syndrom korban rudapaksa.

"Pada rape trauma syndrome, sindrom seseorang yang mengalami kekerasan seksual sampai perkosaan, itu ada (beberapa) fase," terang Reni dikutip kanal YouTube KOMPASTV.

"Di mana saat fase akut atau segera, kemungkinannya adalah tiga. Pertama adalah express, di sini mengekspresikan kemarahannya, dan yang kedua itu kontrol."

Putri Candrawathi terlihat menangis saat keluar ruang sidang usai memberikan kesaksian ihwal dugaan pelecehan seksual dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022). (Abdi Ryanda Shakti)

Baca juga: Ungkap 2 Kelemahan Skenario Ferdy Sambo, Pengacara Brigadir J: Omong Kosong Kalau Putri Tidak Tahu

Menurut Reni, seorang korban bisa saja mengontrol perasaan dan emosinya yang termasuk dalam fase kedua.

Kemudian di fase ketiga, ada gangguan psikologi yang dialami, antara lain syok, tidak percaya dan kesulitan dalam melakukan kegiatan tertentu.

"Di kontrol ini satu penekanan dan memang berelasi dengan ciri-ciri kepribadian tertentu yang menekan rasa marah, menekan rasa takutnya, menekan rasa malunya meskipun ada, itu dikontrol," ucap Reni.

"Kemudian yang ketiga syok, disbelief, menjadi sulit berkonsentrasi dan sulit mengambil keputusan."

Reni menyimpulkan bahwa Putri yang masih bisa menemui Brigadir J seusai rudapaksa terjadi masuk dalam fase kedua.

Sikapnya yang seolah tak terjadi apa-apa, merupakan sebuah pertahanan diri agar bisa tegar menghadapi peristiwa tersebut.

"Yang terjadi pada Ibu PC pada teori ini, lebih sesuai dengan respons yang kontrol," beber Reni.

"Jadi seolah tidak ada emosi apa-apa, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Itu merupakan defense mechanism untuk bisa tetap tegar, mekanisme pertahanan jiwa."

Reni kemudian memaparkan bahwa pengambilan sikap tersebut sesuai dengan latar belakang Putri yang memiliki support system yang baik.

Halaman
123