TRIBUNWOW.COM - Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti soal pernyataan dari Komnas HAM yang mengomentari soal kondisi psikologis eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Reza, pernyataan dari Komnas HAM ini justru dapat blunder atau kontraproduktif terhadap berjalannya pengusutan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dikutip TribunWow dari Kompastv, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menjelaskan bagaimana Ferdy Sambo merasa sangat berkuasa.
Baca juga: Pengacara Brigadir J Sebut Ferdy Sambo Lobi DPR, Kementerian hingga Istana: Info Intelijen
Perasaan sangat berkuasa ini disebut merupakan pengaruh dari jabatan Sambo sebagai Kadiv Propam Polri.
"Dengan memiliki kekuasaan yang besar itu, FS secara psikologis merasa bisa merekayasa kasus pembunuhan Yoshua dan tidak khawatir akan terbongkar," kata Taufan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (15/9/2022), dikutip dari Kompas.com.
Menanggapi pernyataan Taufan, Reza mengungkit soal kriteria seorang psikopat.
Reza mengutip sebuah riset menjelaskan bahwa seseorang bisa menjadi psikopat sejak lahir karena faktor genetika.
“Bagian otak itu, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tuna perasaan,” jelas Reza.
“Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan, kondisi psikopati malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri.”
Reza tak menampik Sambo bisa saja mengaku memiliki masalah kejiawan.
Namun Reza berpendapat, Sambo tidak akan bisa menjadikan gangguan kejiwaan untuk meringankan hukumannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
“Masalah kejiwaan pada diri FS, mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan "layanan" pasal 44 KUHP,” ucap Reza.
Reza justru menjelaskan apabila Sambo memang merupakan seorang psikopat maka Sambo tergolong sebagai kriminal yang sangat berbahaya.
“Dia, sebagai psikopat, memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad: manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat,” ujar Reza.
“Kriminal-kriminal semacam itu sepatutnya dimasukkan ke penjara dengan level keamanan supermaksimum,” kata Reza.