TRIBUNWOW.COM - Pionir Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Saor Siagian kembali melaporkan Irjen Ferdy Sambo.
Dilansir TribunWow.com, kali ini Saor Siagian meminta KPK untuk menelusuri dugaan suap yang mungkin dilakukan eks Kadiv Propam Polri tersebut.
Ia mengaku tak ingin ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ini.
Baca juga: Keluarga Brigadir J Minta PC Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Yosua Ungkap Kejahatan Istri Ferdy Sambo
Melalui tayangan wawancara di kanal YouTube metrotvnews, Rabu (17/8/2022), Saor Siagian membeberkan sejumlah isu yang beredar.
Ia menyebutkan adanya pengakuan dari LPSK yang sempat disodori amplop oleh bawahan Ferdy Sambo.
Kemudian adanya pernyataan IPW mengenai dugaan adanya aliran uang bisnis gelap Ferdy Sambo ke DPR.
"Karena satu petunjuk dengan yang lain berkesuaian, itulah sebabnya kami meminta supaya penegak hukum dalam hal ini KPK untuk menyelidiki ini, kalau kuat segera ditingkatkan ke penyidikan," kata Saor Siagian.
Baca juga: Sebut Ferdy Sambo Tega Jual Istri demi Tutupi Kesalahan, Saor Siagian: Ini Menjijikkan
Menurutnya, pelaporan Ferdy Sambo terkait dugaan penyuapan itu merupakan upaya untuk membentuk sistem pengadilan yang bersih.
Ia tak ingin nantinya praktik penyuapan seperti ini kembali dilakukan Ferdy Sambo untuk mendapatkan keringanan hukuman atau keuntungan lain.
"Kasus ini kan akan masuk ke pengadilan, setelah operasi-operasi itu gelap, kita tidak mau juga dikotori nanti dengan operasi uang seperti ini, sehingga peradilan kita resmi" ungkap Saor Siagian.
Mantan pengacara Novel Baswedan ini pun berharap nantinya proses pengadilan Ferdy Sambo berjalan lancar.
Ia tak ingin ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mengambil keuntungan dari kematian Brigadir J.
"Visi daripada TAMPAK supaya peradilan ini nanti dijaga jangan kemudian mengambil keuntungan menari di atas mayatnya Yosua," terang Saor Siagian.
Baca juga: Seusai Bertemu Ferdy Sambo, LPSK Syok Diberi 2 Amplop Tebal, IPW: Tentu Ada Tujuannya
Lihat tayangan selengkapnya dari menit ke- 03.00:
Kata Ketua LPSK soal Amplop Ferdy Sambo
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo buka suara soal pemberian amplop diduga dari staf Irjen Ferdy Sambo.
Dilansir TribunWow.com, menurut Hasto hal tersebut sering dialami oleh para staf LPSK.
Menurut pengalaman LPSK, hal ini diduga terkait adanya itikad tidak baik dari pencari suaka untuk menghindari penangkapan.
Baca juga: Temuan Baru LPSK: Bharada E Ternyata Tembak Brigadir J dari Jarak Dekat, Tak Butuh Keahlian Khusus
Diketahui, peristiwa pemberian amplop di kantor Divpropam, Jakarta tersebut dibeberkan pertama oleh Menko Polhukam Mahfud MD.
Namun rupanya, LPSK sering mengalami pemberian amplop terutama jika bersinggungan dengan pihak yang memiliki materi berlebih.
"Sebenarnya LPSK seringkali mengalami yang seperti itu terutama kalau saksi atau korban tergolong mampu secara keuangan," kata Hasto dikutip kanal YouTube KOMPASTV, Senin (15/8/2022).
"Dan karena ini sudah menjadi pakta integritas yang ditandatangani oleh seluruh insan LPSK, biasanya (amplop-red) itu ditolak."
Kemudian Hasto menerangkan amplop tersebut diberikan setelah LPSK selesai berbincang dengan Ferdy Sambo.
Ketika menunggu sendirian, staf LPSK didatangi pegawai berseragam yang diduga adalah suruhan Kadiv Propam saat itu.
Baca juga: Ungkap Kebohongan Polisi, LPSK Sebut Bharada E Bukan Penembak Jitu, Tugasnya Jadi Sopir Ferdy Sambo
"Menurut staf kami, (pemberian amplop-red) itu ada, jadi setelah selesai itu kan ada dua orang staf, perempuan semua, satu sedang salat di masjid, yang satu menunggu di ruang tamu," terang Hasto.
"Ini didatangi oleh, menurut mereka, staf dari Pak FS karena ada seragamnya. Menyerahkan amplop dua yang warnanya cokelat yang menurut mereka tebal."
Untuk menjaga integritas, staf LPSK terkait langsung menolak pemberian tersebut dan melaporkan hal ini ke pihak Komisioner.
"Tapi karena mereka menduga itu adalah uang, kemudian ditolak, ditinggal di situ."
Menurut pengalaman Hasto, pemberian amplop semacam itu biasanya mengandung itikad tidak baik.
Ia mencontohkan adanya seseorang yang sudah tahu akan menjadi tersangka dan mencoba mencari celah agar tak ditangkap.
"Banyak, misalnya seseorang yang sudah tahu bakal jadi tersangka. Dia kemudian berinisiatif melakukan permohonan perlindungan," terang Hasto.
"Itikad tidak baiknya supaya menghindari penangkapan dari kepolisian."(TribunWow.com/Via)