TRIBUNWOW.COM - Perusahaan raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), Microsoft membongkar ke publik pergerakan para peretas Rusia yang aktif melakukan serangan siber semenjak pecahnya konflik antara Rusia dan Ukraina pada Februari 2022 lalu.
Serangan hacker Rusia ini telah menyasar 42 negara yang mendukung Ukraina.
Dikutip TribunWow.com dari skynews, 29 persen serangan hacker Rusia disebut berhasil melakukan pencurian data.
Baca juga: VIDEO - Di Tengah Invasi Rusia, Eks PM Ukraina Prediksi Uni Eropa Bakal Runtuh karena Hal Ini
Total 2/3 target serangan hacker Rusia ini diketahui merupakan anggota-anggota NATO yang mana AS menjadi target utama serangan.
Target kedua setelah AS adalah Polandia yang rutin mengirimkan bantuan militer ke Ukraina.
Kemudian peningkatan serangan hacker Rusia juga terjadi di Denmark, Norwegia, Finlandia, Swedia, dan Turki.
Dari 42 negara yang menjadi target serangan, para hacker Rusia diketahui mengincar agensi pemerintah dan sebagian kecil sisanya non pemerintah, seperti organisasi kemanusiaan, industri telekomunikasi, energi dan pertahanan.
Menurut keterangan Microsoft, pertahanan siber Ukraina lebih unggul dibanding kemampuan serangan siber para hacker Rusia.
Baca juga: Donbas Dihujani Serangan Pasukan Rusia, Zelensky: Mereka Bertujuan Mengubah Semua Kota Jadi Mariupol
Microsoft juga mendeteksi naiknya penyebaran propaganda Rusia sebesar 216 persen di Ukraina dan 82 persen di AS.
Sebelumnya, hacker RaHDIt menemukan adanya perselisihan antara kantor Presiden Ukraina Zelensky dan Angkatan Bersenjata negaranya.
Ketidaksepakatan muncul antara kantor Presiden dengan komando militer itu bahkan sampai merujuk ke perilaku saling bermusuhan.
Adapun konflik yang terjadi itu diduga didorong karena adanya perbedaan pendapat dari kedua pihak.
Baca juga: Hubungi Keluarga, Tentara Inggris Mengaku akan Segera Dieksekusi oleh Pasukan Separatis Pro-Rusia
Pernyataan ini disampaikan seorang peretas dari kelompok RaHDIt kepada media Rusia RIA Novosti dengan syarat anonim.
Pria berkaus abu-abu itu hanya bersedia berbicara melalui rekaman video yang menampilkan belakang kepalanya.
Sebagai informasi, pada awal invasi Rusia, kelompok ini telah meretas 755 situs web pemerintah Ukraina.