TRIBUNWOW.COM - Pada 24 Februari 2022 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial lalu melakukan agresi ke Ukraina.
Konflik itu hingga Sabtu (30/4/2022) kini masih berlangsung tanpa ada tanda-tanda akan berakhir.
Terkait hal ini, pemerintah Rusia justru menuding Amerika Serikat (AS) lah yang merupakan dalang terjadinya konflik di Ukraina.
Baca juga: China Sebut AS Bantu Ukraina agar Terus Perangi Rusia: Tujuan AS Bukan Mencapai Perdamaian
Baca juga: Habiskan Rp 50 Triliun untuk Kirim Senjata ke Ukraina, AS Berencana Tambah Anggaran Rp 479 Triliun
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, tuduhan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
Lavrov menyebut, AS berupaya menciptakan sistem unipolar di mana hanya ada satu negara yang berkuasa di dunia.
Satu dari beberapa cara untuk merealisasikan hal tersebut adalah menggunakan NATO untuk melakukan ekspansi ke timur.
"AS dan NATO selalu melihat Ukraina sebagai instrumen untuk membelenggu Rusia," ujar Lavrov.
Lavrov menuding bahwa negara-negara barat secara sengaja memprovokasi masyarakat Ukraina agar anti terhadap Rusia dan memaksa mereka untuk memilih Rusia atau barat.
Lavrov juga menyalahkan AS yang memicu terjadinya pemberontakan di Kiev/Kyiv pada tahun 2014 silam.
Menurut penjelasan Lavrov, Rusia sebenarnya ingin menjalin hubungan baik dengan Ukraina dengan syarat Ukraina harus netral, bebas nuklir, dan tidak bergabung dengan kubu manapun.
"Mereka (AS dan aliansinya) mendorong Kiev untuk memerangi Rusia hingga orang terakhir dengan cara mengirim senjata dan tentara bayaran mereka (ke Ukraina)," ujar Lavrov.
Lavrov menyebut, AS tengah berusaha membentuk dunia yang berpusat ke AS.
Baca juga: Ukraina Perlihatkan Kondisi Miris Perlengkapan Militer Tentara Rusia, Helm Bisa Hancur Diinjak Kaki
Jebakan Utang Bantuan Senjata AS
Sebelumnya, anggota parlemen Rusia Vyascheslav Volodin memperingatkan bahwa generasi masa depan masyarakat Ukraina akan memiliki tanggungan membayar utang ke Amerika Serikat (AS).
Volodin mengatakan bantuan senjata yang diberikan AS atas permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak diberikan secara cuma-cuma.