Terkini Daerah

Cara HW Sembunyikan Bayi Santriwati, Ada Ruang Khusus hingga Dianggap Anak Yatim Piatu

Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Rekarinta Vintoko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korban rudapaksa guru di pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.

TRIBUNWOW.COM - Kelakuan HW (36) yang merupakan guru pondok pesantren di Cibitu, Kota Bandung, Jawa Barat, benar-benar membuat geram. 

Selain melakukan rudapaksa kepada para santriwati yang belajar di sana hingga hamil, bayi yang dilahirkan santriwati juga mendapat perlakuan tak pantas. 

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PTA) Kabupaten Garut Diah Kurniasari menyebut, jika ada korbannya yang hendak melahirkan akan ditaruh ke ruang khusus. 

Baca juga: Gara-gara Viral, Banyak Orang Lacak Identitas Santriwati Korban Rudapaksa Guru

Baca juga: Bantah Tutupi Kasus Guru Rudapaksa Santriwati, Atalia Sebut Kekhawatirannya bila Kasus Terekspos

Ruang khusus itu kerap disebut sebagai basecamp, yang berada di rumah berbeda dengan rumah yang menjadi tempat tinggal para santri. 

Ruang itu merupakan ruangan untuk menyembunyikan santriwati yang kondisinya masih lemah karena melahirkan bayi. 

Para santiwati yang masih di bawah umut juga harus bekerjasama dalam mengurus bayi yang dilahirkan mereka. 

Jika ditanya warga, anak itu dianggap sebagai anak yang dititipkan. 

“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” kata Diah, dikutip dari Tribun Bogor, Senin (13/12/2021).

Diah yang mengawal kasus ini sejak awal mengaku merinding jika mengingat cerita-cerita para korban kepada dirinya. 

Pasalnya, banyak hal-hal detail yang didengarnya dan dianggap di luar nalar. 

Baca juga: Ketua P2TPA Garut Ungkap Santriwati Korban HW Diasingkan ke Ruang Khusus saat Hamil: Merinding Saya

"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” ujarnya. 

Termasuk bagaimana korban diperlakukan sebagai mesin uang dan tenaganya diminta untuk ikut menjadi kuli bangunan, yang juga sudah menjadi fakta persidangan.

Hal yang pelaku sendiri tidak melakukannya. 

"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Diah Kurniasari.

Dianggap Perbudakan dan Pembodohan

Halaman
12