Terkini Daerah

Ketua P2TPA Garut Ungkap Santriwati Korban HW Diasingkan ke Ruang Khusus saat Hamil: Merinding Saya

Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Atri Wahyu Mukti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari saat menggelar jumpa pers di Kantor Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021).

TRIBUNWOW.COM - Seusai kasusnya heboh, fakta demi fakta kasus guru rudapaksa santriwati di pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat mulai terungkap ke publik. 

Termasuk adanya ruangan khusus bagi santriwati yang hamil karena ulah pelaku, HW (36).

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PTA) Kabupaten Garut Diah Kurniasari bahkan mengaku tak percaya dan merinding jika mengingat cerita-cerita yang dia dengar dalam kasus ini. 

Baca juga: Pakar Soroti Tanggungjawab HW, Ungkap Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa

Baca juga: Istri Dituduh terkait Kasus Rudapaksa Santriwati, Ridwan Kamil Klarifikasi Minta Pelaku Dihukum Mati

"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku,” katanya dikutip dari Tribun Bogor Minggu (12/12/2021).

Dalam ceritanya, Diah menyampaikan bahwa para santriwati disediakan ruang khusus yang biasa disebut basecamp ketika ada yang hendak melahirkan. 

Ruang tersebut merupakan rumah terpisah dari tempat tinggal santriwati yang lain. 

Ruang itu difungsikan untuk korban yang baru melahirkan hingga kondisi fisiknya kembali pulih. 

Bayi yang juga merupakan anak pelaku, bahkan tidak diakuinya dan dikatakan merupakan anak yatim yang dititipkan.

“Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan,” katanya.

Diah mengaku merasakan betul bagaimana nasib para korban selama berada di pondok pesantren yang mengerikan itu. 

Baca juga: Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa Guru Ngaji, Pakar Soroti Tanggungjawab HW

Pasalnya, dirinya merupakan pihak yang menangani sejumlah korban sejak awal kasus terutama untuk korban yang tinggal di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Karena itu juga dirinya banyak mendengar kesaksian dari para korban yang ia sebut membuatnya merinding.

Termasuk bagaimana korban diperlakukan sebagai mesin uang dan tenaganya diminta untuk ikut menjadi kuli bangunan, yang juga sudah menjadi fakta persidangan.

Hal yang pelaku sendiri tidak melakukannya. 

"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut.

Halaman
123